KUNINGAN (MASS) – Perempuan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan ini. Ada banyak ungkapan yang disematkan kepada seorang perempuan, salah satunya adalah “Wanita itu tiang Negara, apabila wanita itu baik, maka baik Negara dan apabila wanita itu rusak, maka akan rusak pula Negara”.
Ketika mendengar kalimat itu, ternyata tugas wanita atau perempuan saat ini tidaklah ringan, karena Negara yang akan menjadi taruhannya, sebab dari para perempuan inilah akan lahir para pemimpin dan penerus bangsa yang akan datang. Nasib bangsa ini tidak semata bergantung kepada seperti apa Pemimpin/Penguasa Negara. Tetapi lebih pada bagaimana keadaan kaum perempuannya.
Terlebih saat ini dunia mendorong keterlibatan perempuan dalam dunia pariwisata untuk mewujudkan kesetaraan gender. Seperti yang disampaikan wakil menteri pariwisata dan ekonomi kreatif (wamenparekraf) Angela Tanoe Sudibyo saat menyampaikan pengantar wakil sekitar 40 Negara participan dalam the 2nd UN Tourism Regional Conprence on the enpowmen of women’n tourism in Asia Pasific, beliau mengenalkan tentang tokoh kesetaraan gender tanah air, Ibu Kartini, serta menyatakan pentingnya peran kaum hawa dalam bisnis pariwisata. (Suara.com, 02/5/2024)
Sejatinya fitrah perempuan bukanlah beranda di luar rumah. Tetapi perempuan saat ini berlomba-lomba untuk berkiprah di luar (di ranah publik), terlebih sistem kapitalis memberikan ruang yang sangat luas bagi perempuan untuk berkiprah di ranah publik, karena kesuksesan perempuan saat ini bukan dilihat dari ranah domestik. Sistem Kapitalis selalu mendorong suasana ini tercipta, walaupun perempuan harus meninggalkan keluarganya, bahkan ada yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak sekalipun, karena beralasan hadirnya seorang anak akan menghambat perjalanan karirnya.
Dalam prespektif gender yang diusung Kapitalis memandang bahwa perempuan yang berdaya adalah perempuan yang berperan di sektor publik terutama dalam bidang ekonomi dan politik, sebaliknya perempuan yang memfokuskan perannya di sektor domestik (rumah tangga) dianggap tidak berdaya karena, pertama tidak menghasilkan uang, kedua menjadikan perempuan tidak memiliki eksistensi (status sosial).
Dalam prespektif gender peran domestik adalah peran yang tidak menghasilkan uang sehingga membuat perempuan tidak dihargai bahkan dianggap memberi laki-laki peluang untuk menzalimi atau menindas perempuan.
Sistem Kapitalis menempatkan perempuan seolah-olah bermartabat tinggi di tengah keluarga dan masyarakat ketika memiliki kedudukan dan pendapatan yang lumayan. Jadi tidak aneh ketika mendapati perempuan berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan kedudukan ini. Perempuan diposisikan sebagai pejuang keluarga karena menggunakan pendapatannya untuk mensejahterakan keluarga. Termasuk berperan sebagai pencari nafkah keluarga. Bahkan perempuan memiliki kontribusi penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana Islam Memandang Perkara Ini?
Islam telah menetapkan aturan sedemikian rupa dalam perkara ini, yaitu dengan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Allah Swt. berfirman
“Para ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian Kepada para ibu secara makruf (QS Al-Baqoroh ayat:233).
Sudah sangat jelaslah pembagian peran yang disebutkan dalam ayat ini bahwa laki-laki diberikan peran berupa kewajiban memberikan nafkah kepada perempuan, sementara perempuan berperan sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya, sekaligus sebagai pendidik generasi, ketetapan inilah yang menjadikan perempuan mempunyai tugas utama di sektor domestik.
Perempuan juga diperbolehkan untuk berperan di ranah publik tetapi bukan untuk bekerja seharian dan mengejar karirnya. Tetapi keluarnya perempuan untuk menunaikan kewajibannya yaitu menuntut ilmu dan mengedukasi masyarakat dengan pemahaman yang benar (Islam). Serta menunaikan aktivitas sunah dan mubah lainnya yang memang pelaksanaannya di luar.
Islam juga mempunyai solusi supaya perempuan tidak menjadi penopang perekonomian. Di dalam Islam Negara akan berperan menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk para laki-laki (suami), dan Negara akan memberikan sanksi kepada para suami yang tidak mau mencari nafkah sementara kondisi fisik masih kuat dan lapangan kerja sudah tersedia banyak.
Jika kondisi suami tidak bisa bekerja karena sakit keras, maka Negara akan meminta pihak keluarga lainnya untuk menafkahi perempuan, dan ketika tidak ada satupun keluarga perempuan yang mampu menafkahi, maka Negaralah yang akan menanggung nafkah mereka, melalui Baitul Maalnya.
Demikian Islam memberikan solusi terhadap permasalahan perempuan. Hanya dengan sistem Islam yang menyeluruh, semua kebutuhan perempuan akan terpenuhi, terjaga, dan terlindungi, sehingga perempuan mampu menjalankan tugas utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya. Serta sebagai pendidik generasi yang akan menghasilkan generasi terbaik yang akan memimpin bangsa di masa yang akan datang.
Kembali kepada Islam kaffah adalah jalan satu-satunya, agar perempuan berdaya sesuai fitrahnya.
Wallahualam Bishshawab
Penulis : Heni
Pegiat Literasi