KUNINGAN (MASS) — Di tengah kebingungan banyak BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) mencari model usaha yang berkelanjutan, Kang Pipin Aripin, pendiri Equanik Agri Nusantara, menawarkan sebuah solusi konkret yakni budidaya melon premium dengan sistem modern, berbasis teknologi, dan pasar terjamin.
“Daripada BUMDes bingung usaha apa, ikut-ikutan ternak lele, lalu gagal, kenapa tidak coba tanam melon saja? Modalnya kecil, panennya cepat, pembelinya kami jamin,” ujar Pipin dalam Podcast Kuningan Mass, Senin (14/7/2025).
Menurutnya, hanya dengan lahan 200 meter persegi dan investasi sekitar Rp180 juta, satu BUMDes bisa menghasilkan panen 1 ton melon setiap 75 hari. Dengan harga beli dari Equanik sebesar Rp50.000 per kilogram, potensi pendapatan per panen mencapai Rp50 juta.
“Kalau dikalkulasi, satu tahun bisa balik modal. Yang penting bukan sekadar jualan melon, tapi menciptakan ekosistem pertanian produktif di desa,” jelasnya.
Kang Pipin menegaskan, seluruh proses budidaya akan didampingi langsung oleh tim Equanik. Mulai dari pembangunan greenhouse, pelatihan teknis, hingga pembelian hasil panen. Bahkan bagi mitra baru yang mengalami gagal panen, bibit akan disubsidi sebagai bentuk komitmen pendampingan.
“Petani enggak usah pusing mikir jual ke mana. Kami yang serap semua. Kami ingin petani fokus bertani saja. Soal pasar, kami yang urus,” tegasnya.
Sayangnya, inisiatif itu tak selalu mendapat sambutan positif. Ia menyayangkan adanya framing negatif bahwa Equanik sekadar ‘cari proyek’ dari desa.
“Padahal saya sudah wakafkan seluruh hasil riset saya untuk masyarakat Kuningan. Tidak satu pun BUMDes kami pungut biaya pelatihan. Bahkan greenhouse-nya pun boleh bangun sendiri, kami tetap beli hasil panennya,” ungkap Pipin.
Sejauh ini, beberapa desa yang telah bermitra seperti Desa Babatan dan pondok pesantren seperti Al Multazam terbukti berhasil. Bahkan hasil panen mereka habis terjual dalam hitungan hari, sebagian malah tidak dijual ke Equanik karena diserbu pembeli langsung.
“Target saya bukan jual melon, tapi menggerakkan ekonomi desa. Kalau ada 1.000 desa yang panen 1 ton saja, itu 1.000 ton melon lokal. Kuningan bisa jadi lumbung melon nasional,” ujarnya optimistis.
Melalui pendekatan “anti sambat” (anti mengeluh) yang menjadi slogan Equanik, Pipin berharap pemuda, kepala desa, dan pelaku BUMDes berani mengambil langkah produktif.
“Dana desa 20% sekarang bisa untuk ketahanan pangan. Daripada diserap ke program seremonial, kenapa tidak dijadikan kebun melon produktif?” pungkasnya. (argi)
Selengkapnya, tonton video di bawah ini :