Connect with us

Hi, what are you looking for?

Economics

Kalo Nanti Thrift Dilarang, Pemerintah Mau Kasih Jaminan Apa?

KUNINGAN (MASS) – Pengusaha thrifting Kuningan angkat bicara soal larangan baju impor bekas. Adalah Dzikri, salah satu pengusaha thrifting yang merespon pernyataan Kadiskopdagperin. Dzikri sendiri, mengaku sudah ikut dialog bersama Mendag RI Zulkifli Hasan dan MenkopUKM Teten Masduki baru-baru ini di Jakarta.

Menurutnya, gaya hidup belanja baju impor memang belakangan ini menjadi tren. Hal itu terbukti dengan hadirnya lapak lapak baju baik secara offline maupun online. Mungkin, lanjut Dzikri, meningkat pesatnya bisnis thrift ini diakibatkan oleh Covid, dimana masyarakat tetap ingin bergaya namun dengan budget yang minim.

“Saya sebagai pelaku usaha bisnis ini banyak mengalami hal menarik, termasuk menemukan barang-barang yang mewah, vintage, langka dan bahkan ternyata tidak semua thrift itu barang bekas pakai. Saya banyak menemukan juga barang yang masih baru lengkap dengan tag labelnya,” kata Dzikri.

Baca : https://kuninganmass.com/dianggap-berdampak-buruk-thrifting-dilarang-pemerintah/

Ungkapan diatas, imbuh Dzikri, bukan ditujukan untuk counter narasi pemerintahan yang belakangan ini ramai diperbincangkan soal pelarangan pakaian impor bekas.

“Sampai-sampai, Kepala Diskopdagperin ikut-ikutan pengen ambil bagian eksposure dari ke-viralan berita ini, katanya menghimbau secara humanis,” sebutnya.

Ia menjelaskan, thrift shop ini sudah membudaya dari dulu, sudah ada dan sudah mempunyai ekosistemnya sendiri. Permintaan masyarakat terhadap barang thrift ini selalu tinggi, artinya masyarakat sebagai konsumen juga penentu atas keberlangsungan industri ini. Dzikri mengutip hukum pasar, dimana demand sama dengan supply.

Dan yang jadi selalu jadi pertanyaannya, mengapa fenomena ini terjadi padahal sudah dilarang dan jelas ini kontradiktif dengan kebijakan pemerintah melarang baju bekas impor?

“Judul besar pelarangan bisnis impor pakaian bekas ini adalah ‘Membunuh Produk UMKM’, jujur saya tidak setuju. Thrift bukan ancaman terbesar penyebab produk UMKM tak laku. Banyak sekali faktor, let’s say berapa banyak kita impor pakaian baru dari China saja? khusus ini jangan searching datanya karena akan mempertebal asumsi bahwa Indonesia adalah budak China. Apa mungkin thrift dilarang karena bukan impor dari China? Who’s know,” tudingnya.

Dzikri mengajak mari objektif berbicara data dan fakta, bahwa hari ini produk local kalah jauh oleh produk dari luar di pasar sendiri, Indonesia. Ia mencontohkan, China bisa impor daster dengan harga jual 100rb dapat 6-8 pcs, bisa juga impor sepatu dengan kualitas bagus bisa jual di harga 30-50rb.

“Saya tahu karena sebelum covid punya toko di ITC Jakarta belanjanya di Tanah Abang, banting setir usaha thrift karena ITC tutup akibat Covid. Saya pernah dengar pak Jokowi promosi produk lokal jaket atau sepatu, dan saya tertarik cari tahu dan harganya waw di bandrol 1.5jt, mohon maaf pak saya tidak senasionalis itu  untuk mengeluarkan uang demi produk lokal segitu,” sebut Dzikri.

Menurutnya, alasan thrift membunuh UMKM ini ga masuk akal. Jika alasannya kesehatan, Ia menjelaskan bahwa itu juga debatable, karena selain bisa ditangani dengan cara yang benar, Dzikri juga mengaku tidak pernah mendengar ada orang yang terkena penyakit kulit sampai parah akibat thrift.

“Itu sama seperti saya tidak pernah mendengar pemerintah membantu masyarakat kecil membuka industri tekstil dan membantu permodalan untuk industri tekstil UMKM,” kata Dzikri.

Ia juga mempertanyakan, Kepala Diskopdagperin yang membuat rilis himbauan sudah sejauh mana peran pemerintah Kuningan terhadap industri tekstil UMKM?

“Orang Pemda sekarang juga masih ngurusin gagal bayar gimana mau ngomongin industri UMKM, darimana duitnya?” kata Dzikri.

Ia menyarankan, Diskopdagperin tak perlu membuat statement yang membuat kegaduhan. Apalagi, kata Dzikri, dari hasil dialog bersama Zulhas dan Teten Masduki, orang thrift yang diburu hari ini adalah importer illegalnya, bukan pedagangnya.

“Kuningan hari ini Tingkat Pengangguran Terbuka-nya peringkat 6 terendah di Jawa Barat, kalah jauh oleh tetangga kota kita Majalengka dan Ciamis, bahkan dibawah rata rata Jawa Barat, dan apalagi rata-rata di Indonesia,” imbuhnya.

Ia merasa heran, kenapa pejabat ngomong dengan entengnya untuk berantas penjual thrift, padahal kan endingnya nanti jadi pengangguran.

“Saya juga sama-sama masyarakat yang perlu dilindungi. Mau kasih jaminan apa sama saya dan 5 karyawan saya kalo stop jual barang impor? Bapak juga saya lihat lihat penampilannya lebih banyak menggunakan produk luar daripada produk lokal. Harapan saya semoga ada solusi terbaik atas permasalahan ini, alangkah baiknya kalo bisnis ini di regulasi karena ekosistemnya sudah berjalan sejak lama,” jelasnya. (eki)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Economics

KUNINGAN (MASS) – Kepala Diskopdagperin Kabupaten Kuningan U Kusama M Si menjelaskan pakaian bekas impor, thrifting, mulai marak di Indonesia. Meski ada bea cukai...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Pameran clothing lokal dan thrifting dengan tema “Kuningan Clothing Market”, yang diselenggarakan oleh Ciremai Clothing Club (CCC) telah selesai pada hari...

Advertisement
Exit mobile version