KUNINGAN (MASS) – Pasca kalah di Pilkada 2024, M Ridho Suganda, salah satu kontestan Pilkada termuda di Kabupaten Kuningan memastikan dirinya tidak berhenti di dunia politik. Meski tidak memiliki jabatan publik, ia lugas dan tegas mengamini dirinya saat ini adalah politisi. Hal itu disampaikannya, kala diwawancara di sekertariat Ciporang, Sabtu (4/1/2025) siang.
“Pertarungan Pilkada kemarin pembelajaran buat saya dan tim. Saya didampingi anak-anak muda, tim kita di kecamatan anak-anak muda, kita punya pelindung pembina Nuzul Rachdy dan sebagainya (para senior yang) mengayomi anak muda, ingin keterwakilan pemuda di pemerintahan,” kata putra alm Aang Hamid Suganda tersebut mengawali ceritanya soal Pilkada.
Dan hasil dari banyaknya tim berisikan anak muda ini, kata Edo – sapaan akrabnya-, ternyata masih penuh dengan keterbatasan.
“Sekali lagi kita sampaikan kekalahan kita kekalahan yang dianggap pembelajaran. Ya kita harus dekat dengan penyelenggara (Pemilu) dan sebagainya,” ujarnya seolah menyindir KPU dan Bawaslu.
Bukan tanpa sebab Edo menyindir demikian, ia meneritakan bagaiman pada saat proses Rapat Pleno, ada indikasi kesalahan dari penyelenggara, di Kecamatan Cilimus dan Kecamatan Darma, yang mana punya harapan PSU (Pemungutan Suara Ulang), tapi tidak terjadi.
“Ya karena memang penyelenggara dan wasitnya tidak bisa kita ‘kuasai’ (maka tidak PSU). Ya itulah jadi keuntungan Pak Dian karena kita tak punya duit,” terangnya sembari mengatakan, jika dirinya punya uang bisa saja hal itu dipaksakan ke Mahkamah Konstitusi.
“Cuman inilah pembelajaran. Bahwa anak muda punya semangat daya juang tinggi, cuman punya keterbatasan, (kurang) pengalaman dan (kurang) logistic dan sebagainya,” tuturnya.
Ia bersyukur, suara yang diraihnya sejumlah 196 ribu itu tidak ada money politik. Tidak ada bagi-bagi uang di malam hari H, yang alasannya bagi-bagi uang bagi saksi. Tidak ada bagi-bagi minyak goreng hari H. Edo mengklaim hasil itu murni perjuangan anak muda, bersama para senior dan partai pengusung.
“Pilkada yang saat ini sudah berlalu. Saya tentunya sebagai kontestan menerima kekalahan, tapi menerima kekalahan dengan senyum lebar, dengan menatap masa depan. Saya berterima kasih pada semua partai pengusung pendukung, relawan yang sedemikian rupa menunjang, mensupport saya. Ini jadi pembelajaran luar biasa,” tegasnya.
Ia juga berharap pada wacana perubahan sistem Pilkada, baik itu soal via DPRD, tidak boleh ada baliho dan isu lainnya soal Pilkada yang semoga bisa diterima semua pihak. Apapun perubahan aturan itu, harap Edo, harus bisa mengurangi cost politik. Apalagi jika dilokalisir di Kabupaten Kuningan yang bukan termasuk wilayah yang kaya. Padahal, cost politik itu biasanya tetap harus ditutup.
“Jadi soal Pilkada, Selamat Dr H Dian Rahmat Yanuar dan Hj Tuti Andriani, mudah-mudahan bisa melesat seterusnya. Dan juga tidak meleset,” kata Edo di akhir, sembari mengaku belum bertemu Dian sejak Pilkada. (eki)