KUNINGAN (MASS) – Kabar DPRD Kuningan pailit lantaran diduga pinjam uang ke perorangan untuk kegiatan lembaga, kelihatannya berbuntut panjang. Ketua DPRD Nuzul Rachdy SE sampai mengedarkan pesan berisi himbauan via whatsapp (WA).
“Izin meneruskan Informasi dari pa ketua DPRD terkait berita pagi ini. Kepada yth pimpinan dan anggota DPRD. Dalam rangka tertib komunikasi dan informasi dan agar tidak menimbulkan spekulasi. Mohon tidak memberikan keterangan pers atau opini atau mengomentari tentang lembaga DPRD kepada siapa pun yang belum menjadi keputusan DPRD dan belum memahami seutuhnya tentang lembaga DPRD, terimakasih,” bunyi pesan yang tersebut.
Zul (Nuzul Rachdy) sendiri saat dikonfirmasi mengakui telah mengeluarkan imbauan itu. Namun justru dirinya merasa heran mengenai ada tidaknya yang salah dari imbauannya itu.
“Namanya juga menghimbau. Diikuti silahkan engga ga apa-apa kan. Ada yang salah? Ya ga ada masalah. Bukan instruksi kok. Terus apa yang harus dipersoalkan dengan WA?,” kata politisi PDIP tersebut.
Dia mempertanyakan apakah ada yang merasa terbungkam dengan pesannya itu. Kalau ada anggota dewan yang berkomentar ke wartawan atas WAnya, itu merupakan sebuah bukti bahwa anggota dewan tidak terbungkam.
“Terus salahnya apa? Siapa yang ngomong dewan itu perusahaan?,” ucap Zul menangkis tudingan “otoriter dan diktator” yang ditujukan kepada dirinya.
Sementara itu, kegeraman atas beredarnya WA Zul datang dari politisi Gerindra, Deki Zainal Mutaqien.
“Itu tidak tepat. Definisi parlemen itu kan, parle yang artinya bicara. Semua bentuk yang berkaitan dengan kondisi, kebutuhan dan lain sebagainya terkait prosesi perjalanan kerakyatan khususnya, kami sebagai wakil rakyat, tentu harus bicara,” tandas mantan demonstran itu, Selasa (21/2020).
Apa pun masalahnya dan konteks pembicaraannya, sambung Deki, harus mau menyampaikan. Karena, anggota DPRD menurutnya adalah kepanjangan dari lidah rakyat.
“Kalau kami dibungkam, lalu tugas kami di sini apa? Kami malu pada rakyat, jika ada pertanyaan yang muncul dari ruang publik, tentu kami harus menjelaskan itu,” ucapnya.
Ia menilai, bahwa posisi seluruh anggota DPRD di parlemen itu sama. “Ini kan bukan perusahaan. Mungkin ini bisa dimafhumi ya,” sindirnya.
Ia melihat sebuah instruksi itu bersifat linear. Terkait siapa yang mengeluarkan dan kepada siapa ditujukan, harus dilihat dulu konteksnya.
“Boleh kan saya tafsirkan intruksi yang dikeluarkan itu. Saya pribadi menangkap, ini seolah-olah ruang domain kita berbicara, dibatasi. Dan ini sudah keluar dari marwah kami sebagai anggota DPRD,” geramnya.
Semboyan kerja-kerja-kerja saja, lanjutnya, tidak cukup, sebab terkadang ada miss (salah faham) ketika melaksanakan sebuah program. Artinya, harus ada literasi, pembicaraan yang jelas terkait program kerja yang akan dilaksanakan.
“Contohnya, sebuah program besar pemerintah yang semula bertujuan baik untuk masyarakat, bisa ditangkap buruk oleh warga jika tidak ada pemaparan yang jelas,” terang Deki.
Maka, jika ada pelarangan atau pembatasan memberikan keterangan di ruang publik, sekali lagi, itu dipandangnya kurang tepat.
“Kecuali seperti ada instruksi di partai atau fraksi, misalnya, itu kan sifatnya internal tidak meluas. Ini (instruksi Ketua DPRD) kan meluas ke ruang publik, ini kan lembaga, institusi,” rungutnya.
Sementara itu, info awal diduga dewan meminjam uang ke perorangan untuk menalangi pembiayaan kelembagaan. Angkanya mencapai miliaran rupiah. Bahkan kabarnya meminjam ke salah seorang anggota dewan berinisial CS.
Keterangan meminjam dilontarkan Aa Subagja, internal kesekretariatan DPRD di koran Fajar Cirebon edisi Selasa (21/1/2020). Hingga akhirnya Nuzul Rachdy mengeluarkan imbauan via WA. (deden)