KUNINGAN (MASS) – Kemajuan teknologi telah mengubah kehidupan manusia abad ini. Efeknya ada yang berdampak positif, ada yang negatif. Salah satu produk tenologi yang ternyata banyak orang gunakan, adalah bermain judi online (judol). Mirisnya, permainan judol bisa menjadi kecanduan bagi pemainnya, sehingga menimbulkan dampak negatif finansial, psikologis, sosiologis, dan hukum pidana.
Kejadian berulang takkan pernah surut, karena impitan ekonomi yang begitu berat, kebutuhan yang selalu meningkat, sedangkan hidup harus terus dilalui. Sehingga, banyak orang mencari hal-hal berbau spekulatif demi mencoba keluar dari labirin kesulitan itu. Judi online salah satunya.
Tak heran judol masih menjadi masalah besar di negara ini yang sulit diberantas. Pasalnya, melibatkan orang-orang biasa dengan status ekonomi menengah ke bawah, melainkan juga bisa melibatkan orang-orang berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara). Sebagaimana fakta yang dilansir dari salah satu kanal berita bahwa Polda Metro Jaya telah menetapkan 16 orang tersangka perlindungan judi online yang diantaranya merupakan pegawai dan staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi). (www.metrotvnews.com, 3 November 2024)
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) adalah kementerian yang bertugas untuk memberantas situs perjudian online dengan memiliki wewenang untuk memblokir situs-situs judi online. Mirisnya, oknum pegawai dan staf ahli didalamnya justru menyalahi wewenang. Mereka menjadi salah satu tersangka yang melindungi situs judol tersebut hanya untuk meraup untung. Pengakuan salah satu tersangka mengatakan bahwa dari 5.000 situs web judol mereka hanya memblokir 4.000 situs dan membina 1.000 situs web lainnya supaya tidak terblokir. Keuntungan yang mereka dapatkan dari satu web yang tidak diblokir yaitu Rp. 8,5 juta per bulan. (www.kompas.com,1 November 2024)
Angka yang sangat fantastis, jika dikalkulasikan maka oknum ASN tersebut mendapatkan Rp. 8,5 Milyar dalam satu bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberantasan judol tidak akan terealisasi, karena menterinya sendiri pun memanfaatkan wewenangnya hanya untuk memperkaya dirinya sendiri atau kelompok. Walhasil, judol bukanlah masalah oknum belaka yang selesai dengan menangkap para tersangka. Namun, lebih dari itu, yaitu permasalahan sistemik.
Akar Masalah
Jika ditelurusi, adanya judol tak lain karena dukungan dari aturan yang mengintai manusia saat ini. Itu adalah demokrasi, yang sejatinya berasal dari sistem sekularisme. Dimana sistem yang memisahkan kehidupan manusia dengan aturan agama. Artinya, manusia dibolehkan menghalalkan segala cara demi memenuhi kehidupannya. Seperti yang terjadi pada oknum ASN tidak mengindahkan konsep harta yang berkah, melainkan hanya berpacu pada nilai materi dan keuntungan yang didapat.
Individu materialistik yang terbentuk dalam sistem sekuler-kapitalisme suatu hal yang niscaya. Pasalnya, dalam sistem ini menjadikan asas manfaat dan keuntungan sebagai landasan dalam perbuatannya. Juga sistem hukum yang ada pun tidak membuat jera para pelaku kejahatan termasuk pelaku judol.
Pandangan Islam
Kondisi diatas akan jauh berbeda tatkala Islam menjadi sistem peraturan dalam kehidupan. Pasalnya, Islam menetapkan segala bentuk perjudian adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Ma’idah: 90, yang artinya: “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Selain menetapkan hukum tersebut, Islam juga menutup celah perjudian dengan mekanisme tiga pilar, yaitu pertama ketaqwaan individu, kedua kontrol masyarakat, dan ketiga penerapan hukum yang tegas serta menjerakan oleh negara.
Ketaqwaan individu akan menjadi benteng bagi dirinya untuk tidak melakukan kemaksiatan sebagaimana yang disyariatkan dalam QS. Al-Ma’idah: 90, sehingga tidak akan tertarik dan terjerumus dalam perjudian.
Begitu pula kontrol masyarakat dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, dimana masyarakat memiliki pemahaman, standar, dan penerimaan yang dipengaruhi oleh syariat islam. Sehingga masyarakat tidak akan berdiam diri apabila kemaksiatan mulai bermunculan, dan tidak akan ada yang merasa dirugikan dengan adanya amar ma’ruf nahi munkar ini. Dengan demikian, perjudian atau kemaksiatan lainnya tidak akan marak atau dimanfaatkan oleh para oknum karena memiliki pemahaman yang sama akan keharaman judi dan kemaksiatan lainnya adalah haram.
Tindak pidana perjudian dalam islam disertakan dengan tindak pidana khamar berupa 40 kali cambuk bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk. Tegasnya sanksi Islam (uqubat) ini akan mampu memberantas perjudian termasuk judol. Sanksi uqubat ini akan menimbulkan efek zawabir (pencegah) dan jawazir (penebus dosa pelaku), sehingga jika diterapkan oleh negara akan sangat efektif dalam mengendalikan kejahatan dan kemaksiatan, termasuk judol.
Lahirnya individu yang bertaqwa hanya bisa terwujud dengan sistem pendidikan Islam. Dimana yang menjadi landasan dalam pendidikan Islam yaitu menghadirkan kesadaran akan hubungan hamba dengan Allah, sehingga bisa dipastikan generasi yang dididik dengan sistem pendidikan Islam akan menjadikan SDM yang amanah, taat, dan tidak mungkin akan menyalahi wewenang yang diamanahkannya. Serta, dari sistem pendidikan Islam ini akan membentuk masyarakat yang berbudaya amar ma’ruf nahi munkar. Begitu pula sanksi uqubat yang menjerakan hanya bisa diterapkan oleh negara yang menjadikan sistem Islam sebagai landasan kehidupan dan bernegara.
Wallahu’alaam.
Penulis : Lia Marselia
Aktivis Muslimah