KUNINGAN (MASS) – Sebanyak 360 desa dan 15 kelurahan yang terdapat di Kabupaten Kuningan memiliki sejarah yang berbeda-beda. Namun, dari jumlah tersebut, terdapat beberapa desa, yang sejarahnya saling berkaitan satu sama lain yakni Desa Cikadu Kecamatan Nusaherang dengan Desa Kadugede Kecamatan Kadugede.
Alkisah pada zaman dahulu disuatu tempat, terdapat seorang tokoh yang bernama Abah Kiyai Mukhoyim. Tempat itu sekarang dikenal dengan sebutan Kampung Cimenut.
Abah Kiyai Mukhoyim adalah penyebar ajaran Agama Islam. Banyak pula santri yang menuntut ilmu keislaman, bahkan mencapai ratusan santri.
“Berawal dari Abah Kiyai yang mempunyai pohon durian yang belum pernah berbuah dan pohon tersebut, tumbuh di suatu tempat yang sekarang bernama Pereng. Dahulu Pereng adalah hutan lebat,” ujar Kepala Desa Cikadu Aan Seniaga , Jum’at (5/10/2018).
Pada suatu waktu, pohon tersebut ditakdirkan oleh yang maha kuasa berbuah. Namun, buahnya hanya satu dan sangat besar. Karena alasan tersebutlah, Abah Kiyai Mukhoyim menugaskan para santrinya untuk menjaga buah durian tersebut secara bergiliran.
“Ketika buah durian tersebut hampir matang, tiba – tiba turun hujan yang sangat lebat, sehingga mengakibatkan banjir dan para santri yang sedang menunggu durian itu pun bubar.Setelah hujan reda dan banjir telah surut, para santri pun kembali ke pohon durian itu untuk menungguinya kembali sesuai tugas dari guru mereka,” lanjutnya.
Namun, siapa sangka usai sampai ditempat tersebut, mereka terkejut ketika melihat buah tersebut telah hilang. Mungkin karena hujan yang sangat lebat, buah durian yang hampir matang itu pun jatuh dan hanyut.
“Mengetahui hal tersebut, maka Abah Kiyai Mukhoyim segera menugaskan para santrinya untuk mencari buah durian itu. Buah tersebut ditemukan oleh penduduk setempat yang pada waktu itu tempat tersebut belum mempunyai nama,” tambahnya.
Kemudian, Abah Kiyai Mukhoyim mendatangi orang yang menemukan buah durian miliknya. Usai melakukan musyawarah dengan orang yang menemukan buah durian tersebut, maka semua sepakat untuk membelah buah durian itu sehingga tempat itu menjadi ramai (dalam bahasa sunda ramai = seah). Maka tempat itu dinamakan Gara Seah.
“Setelah dibuka ternyata isi buah durian tersebut hanya ada 6 biji. Dari kejadian buah durian yang terbawa hanyut oleh air(cai)-lah tempat itu dinamakan Cakadu, tempat durian ditemukan dan dibelah dinamakan Gara Séah, sedangkan tempat akhir durian hanyut dinamakan Kadugede,” pungkasnya.(argi)