KUNINGAN (MASS) – Hari Raya Idul fitri atau lebaran identik dengan mudik. Antara lebaran dan mudik seakan bagaikan dua sisi mata uang. Apabila mudik ini dijadikan sebagai ajang mengokohkan tali silaturrahmi maka akan dapat mengantarkan indahnya persahabatan.
Agenda mudik utamanya adalah untuk bertemu kedua orang tua sebagai bentuk birrul walidain dan keluarga. Selain itu, mudik juga sebagai ajang untuk menyambung persahabatan dengan teman-teman sekolah yang dikemas dengan reuni angkatan.
Dengan demikian, maka mudik akan menjadi tradisi yang selalu dirindukan oleh setiap kita. Berkaitan dengan hal itu, penulis akan memulai dalam artikel ini dengan sebuah kisah yang menginspirasi.
Suatu hari, seorang laki-laki pergi mengunjungi saudaranya di suatu daerah. Kemudian, Allah mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanan. Ketika mendatanginya, Malaikat bertanya, “Engkau mau ke mana? Ia menjawab, “Aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini.”
Malaikat bertanya, “Apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?” Laki-laki tersebut mengatakan, “Tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.”
Maka Malaikat mengatakan, “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya.” (H.r. Muslim).
Kisah di atas telah memberikan pelajaran (ibrah) kepada kita kaum Muslimin tentang indahnya persahabatan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah. Orang yang mencintai sahabatnya karena Allah maka ia berhak mendapatkan cinta dari-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Berhak mendapatkan kecintaan-Ku orang yang saling mencintai karena Aku. Berhak mendapatkan kecintaan-Ku orang yang saling menasihati karena Aku. Berhak mendapatkan kecintaan-Ku orang yang saling mengunjungi karena Aku. Berhak mendapatkan kecintaan-Ku orang yang saling memberi karena Aku. Mereka akan berada di mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat iri para Nabi dan orang-orang saleh terhadap tempat mereka itu.” (H.r. Ibnu Hibban).
Dalam Al-Quran telah dijelaskan tentang penyesalan mendalam seseorang yang salah dalam memilih sahabat.
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Q.s. al-Furqan [25]: 27-29).
Allah telah menggambarkan dengan gamblangnya sosok-sosok yang patut kita dekati sebagai teman dekat. Allah juga telah menjamin, bahwa hanya merekalah orang-orang yang baik untuk dijadikan teman.
Firman-Nya, “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Q.s. an-Nisa [4]: 69).
Seseorang akan dibangkitkan bersama orang yang dicintainya. Dari Abu Musa RA, ia berkata, “Ada yang berkata pada Nabi SAW, ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tidak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi SAW lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah mempertemukan kita dengan para sahabat yang senantiasa mengajak kepada jalan-Nya, sehingga persahabatan itu dinaungi rahmat-Nya, dan mengantarkan kepada naungan pada hari yang tidak ada naungan, selain naungan-Nya. Amin.
H. Imam Nur Suharno dan Hj Siti Mahmudah
(Penceramah)