KUNINGAN (Mass) – Label cendikiawan dan muslim menjadi tantangan besar bagi jajaran pengurus ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia). Di tengah banyaknya persoalan yang dihadapi ummat sekarang ini, kehadiran ICMI khususnya di Kuningan harus bisa memberikan solusi.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Dewan Penasehat ICMI Orda Kuningan, KH Abdul Aziz AN MA, dalam pengarahan SILAKDA (Silaturahmi Kerja Daerah) di Aula Pascasarjana UNIKU, Minggu (23/7). Hadir puluhan pengurus ICMI Orda Kuningan yang saat itu hendak merumuskan program kerja tiap divisi.
“Sebagai salah satu komponen masyarakat, ICMI harus bisa berperan penting memberikan kontribusi nyata, bersinergis dengan pemerintah dan ummat dalam memecahkan persoalan. Visi MAS yang didalamnya Agamis perlu kita dorong agar mampu teraktualisasi dalam RPJMD maupun RPJPD pemerintah sehingga jadi program nyata,” pesan Aziz.
Ketua ICMI Orda Kuningan, Dr H Iskandar Hasan MM memberikan pengantar agenda SILAKDA tersebut. Ia mengawalinya dengan memaparkan makna cendikiawan, cendikiawan muslim, ICMI, sampai berbicara kemana harus melangkah.
Iskandar mengungkapkan, beranjak dari pemikiran pakar, posisi cendikiawan selalu bermuara pada penghargaan atas harkat manusia dan kemanusiaannya. Kadang untuk bertahan pada posisi tersebut seorang cendikiawan tidak segan untuk mengambil jalan sunyi, berseberangan dengan kekuasaan, atau memilih jalan berbahaya.
“Walaupun demikian mereka selalu menghindari cara kekerasan. Mereka juga enggan berpolitik praktis. Dalam menjalankan misinya mereka lebih suka lewat penyadaran bersama,” paparnya.
Dalam menjelaskan makna cendikiawan muslim, mantan rektor UNIKU ini menerangkan, cendikiawan yang memiliki atribut muslim dalam dirinya. Artinya, gagasan, sikap dan perilakunya sebagai cendikiawan selalu diwarnai dan tidak pernah lepas dari nilai-nilai Islam yang dianutnya.
Indonesia, sambung Iskandar, adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Ini modal besar luar biasa. Sayang sekali keunggulan kuantitatif ini belum diikuti oleh kualitas pribadi mereka. Mayoritas penduduk muslim Indonesia dewasa ini, kalah bersaing dan termarjinalkan dalam berbagai hal. Baik ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan sector lainnya. Hal itulah sebagai salah satu pemikiran yang melatarbelakangi lahirnya ICMI pada 7 Desember 1990.
“Namun sebagai otokritik harapan tersebut hingga saat ini masih jauh panggang dari api. Semangat besa pada 1990an, yang memang pada waktu itu ditopang oleh kekuasaan, pelan-pelan surut seiring dengan surutnya peran politisi Islam pada panggung kekuasaan. Kiprahnya hampir tidak kedengaran lagi, hanya sayup-sayup saja, seperti music pengantar tidur,” ungkapnya.
Menurut Iskandar, penyebabnya klasik. Para cendikiawan tak punya uang. Mungkin mereka kaya gagasan tapi untuk melaksanakannya memerlukan uang. Parahnya lagi mereka juga tidak pandai menjual gagasan sehingga yang memiliki uang rela membiayai proyek implementasi gagasan tersebut.
“Dalam kondisi ICMI seperti inilah ICMI Orda Kuningan lahir. Namun berbeda dengan kelahiran ICMI nasional, yang mau tidak mau harus diakui kelahirannya melalui suatu proses politik karena adanya keinginan elit untuk mendapat dukungan umat Islam, kelahiran ICMI Orda Kuningan tumbuh berdasarkan semangat dari bawah,” jelasnya.
Ia mengimbuhkan, para cendikiawan muda yang selama ini merasa gelisah menyaksikan kondisi yang terjadi rupanya tergerak untuk berbuat sesuatu.
Kemana kita akan melangkah? Iskandar menandaskan, eksistensi ICMI baru akan diakui masyarakat jika mampu melaksanakan program kerja yang dirasakan manfaatnya. Hal itu jadi tantangan terbesar, bagaimana melaksanakan program kerja, bukan hanya merumuskannya saja.
“Jadi mari kita rumuskan program kerja yang tingkat keterlaksanaannya terukur, bisa direalisasikan. Tidak perlu merumuskan program kerja muluk tapi tingkat keterlaksanaannya rendah,” ajak Iskandar.
Sekretaris Dewan Pakar ICMI Orda Kuningan, Eman Sulaeman MA turut memberikan pengarahan seirama. Begitu juga Wakil Ketua ICMI Orda Kuningan, Dr Ukas Suharfaputra SP MPd. Hingga akhirnya, sampai waktu ashar, tiap divisi masing-masing menyampaikan program kerja yang masuk skala prioritas. Penentuan skala prioritas dipimpin Dede Awaludin MPd (sekretaris), Asep Z Fauzi SPd (wakil sekretaris) dan Dadang solihat MPd (bendahara). (deden)