KUNINGAN (MASS) – Kangjeng Dalem Menak atau Kang Dedi Mulyadi (KDM) menghadirkan sebuah corak kepemimpinan yang unik, di mana nilai-nilai kebudayaan Sunda dan ajaran Islam berpadu dalam keselarasan yang mendalam. Gagasan ini tercermin dalam sabdanya, “Sunda dan Islam ibarat panon jeung awasna,” yang menegaskan bahwa kebudayaan dan agama bukan dua hal yang bertentangan, melainkan satu kesatuan yang saling melengkapi.
Dari perspektif fiqih, Islam tidak menolak budaya selama tidak bertentangan dengan syariat. Kaidah fiqih “Al-‘adah muhakkamah” menegaskan bahwa adat yang baik dapat menjadi bagian dari hukum Islam jika tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Pendekatan KDM ini selaras dengan metode dakwah Walisongo yang memanfaatkan budaya lokal sebagai sarana penyebaran Islam, sehingga ajaran agama dapat diterima dengan lembut dan tidak bersifat konfrontatif.
Lebih jauh, kepemimpinan KDM juga berorientasi pada mashlahah ‘ammah (kemaslahatan umum), sesuai dengan kaidah fiqih: “Tasarruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manuthun bi al-mashlahah”—bahwa kebijakan seorang pemimpin harus berorientasi pada kebaikan umat. Keintiman KDM dengan lingkungan serta kepeduliannya terhadap kaum dhuafa mencerminkan prinsip dasar kepemimpinan Islam yang amanah, adil, dan berpihak kepada yang lemah.
Dalam perspektif akhlak, pendekatan ini menggambarkan bagaimana akhlaq karimah menjadi landasan utama dalam kehidupan sosial dan pemerintahan. Islam menempatkan akhlak sebagai inti dari keberagamaan, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Al-Baihaqi).
Kepekaan sosial yang ditunjukkan oleh KDM menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan sekadar menjalankan administrasi, tetapi juga menampilkan kasih sayang (rahmah), kelembutan (rifq), dan keadilan (‘adl). Hal ini sejalan dengan prinsip rahmatan lil ‘alamin, di mana pemimpin harus membawa manfaat bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang status sosial atau latar belakang budaya.
Pendekatan kepemimpinan berbasis fiqih dan akhlak ini semakin menegaskan bahwa Islam dan budaya Sunda dapat berjalan berdampingan. Islam memberikan nilai spiritual dan hukum, sementara budaya menjadi wadah ekspresi yang memperkuat karakter sosial masyarakat. Dengan demikian, gagasan KDM bukan hanya menjadi warisan kultural, tetapi juga menjadi teladan kepemimpinan yang menyeimbangkan syariat dengan kearifan lokal dalam bingkai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Oleh: Dr KH Aminuddin S.HI MA(abah aam).ketua PCNU Kuningan