KUNINGAN (MASS) – Hak Guna Bangunan (HGB) para pedagang di Pasar Kepuh itu sampai 2027. Namun masih jauh dari tahun tersebut, bangunan kios mereka akan dibongkar. Sisi hukum dari kasus ini dipertanyakan wakil rakyat dari PPP, H Uus Yusuf SE.
“Para pedagang punya sertifikat HGBnya sampai 2027. Kalau nanti mau direvitalisasi jadi 2 lantai, berarti sertifikatnya tidak berlaku dong. Ini secara hukum gimana,” ketus Uus usai dialog Rabu (13/9).
Dalam merealisasikan rencana itu, imbuh dia, mestinya memperhatikan pula aspek psikologis pedagang. Ketika mereka pindah sementara ke pasar darurat dan kembali ke bangunan baru, pelanggan pasti berkurang.
“Oke pasar daruratnya gratis, tapi pelanggan akan berkurang dan barang-barang juga bisa rusak. Untuk beberes, pindah barang juga kan pasti keluar biaya. Nah kalau bertujuan untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, pemda harus menjamin itu,” tandasnya.
Selain itu, rencana pemberian kompensasi jangan hanya memperhatikan pedagang aktif saja. Kios yang kosong pun tetap harus diperhatikan karena mereka pun memegang sertifikat HGB sampai 2027.
Uus mengatakan, para pedagang dulunya membeli secara benar HGB kiosnya. Ketika nanti dilakukan revitalisasi 2 lantai, maka akan masuk pembeli HGB baru.
“Berarti akan ada pedagang baru di atap hak guna yang lama meski posisinya gak berubah,” ucapnya.
Untuk itu, salah seorang anggota Komisi III DPRD ini memandang perlu dilakukannya pembahasan ulang terhadap rencana revitalisasi Pasar Kepuh. Bupati, Sekda, Bagian Hukum, Bagian Pembangunan, DPrPP dan masyarakat Pasar Kepuh mesti duduk bersama.
“Karena tadi juga para pedagang kan ditanya setuju gak revitalisasi, jawabnya tidak semua. Lalu regulasinya gimana, karena mereka pemegang HGB sampai 2027. Apalagi yang dibangunnya Cuma 3 blok yaitu blok E, F dan R. Ini menimbulkan kecemburan,” kata Uus.
Dengan kondisi sekarang, tambahnya, para pedagang merasa nyaman berjualan meski pemda beralasan untuk menata lebih baik. Ia mencontohkan, Pasar Baru yang juga sudah direvitalisasi tapi banyak penghuninya yang kolaps. Padahal rencana awal hendak dijadikan percontohan di Jabar. (deden)