Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Government

Sejarah Hari Jadi Kuningan dan Kisah Ong Tien

KUNINGAN (MASS)- Tanggal I September adalah Hari Jadi Kuningan dan untuk tahun 2020 tidak ada peringatan karena adanya pendemi.

Meski begitu para generasi muda yang ada di Kabupaten Kuningan harus mengenal sejarah Kuningan. Kuninganmass.com akan menyajikan sejarahHari Jadi berdasarkan sambutan yang dibacakan Sekda Kuningan Dr Dian Rachmat Yanuar MSi.

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kuningan telah menetapkan peraturan daerah nomor: 21/dp.003/xii/1978 tanggal 14 Desember 1978 tentang sejarah dan Hari Jadi Kuningan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Berdasarkan peraturan daerah tersebut, sejarah Kuningan disusun sejak mulai ada tanda-tanda pemukiman atau perkampungan yang telah mempunyai pemerintahan hingga perkembangannya sampai sekarang.

Sejarah Hari Jadi Kuningan ini adalah merupakan ringkasan peraturan daerah tersebut dengan lampirannya yang secara garis besar adalah sebagai berikut.

Kira-kira 3500 tahun sebelum masehi, tanda-tanda yang memberitahukan bahwa di Kuningan sudah ada pemukiman masyarakat yang sudah mencapai tingkat kebudayaan yang relatif sudah maju. Hal ini berdasarkan atas hasil peninggalannya yang ditemukan di wilayah kuningan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Suatu pemukiman masyarakat dimaksud, baru terwujud dalam bentuk suatu kekuatan politik seperti negara sebagaimana dituturkan dalam cerita Parahiyangan dengan nama “Kuningan” pada tanggal 11 april 732 M.

Negara/kerajaan kuningan tersebut terjadi sesudah penobatan Aeuweukarma sebagai raja/kepala pemerintahan, yang kemudian bergelar Rahiangtang Kuku atau disebut juga Sang Kuku yang bersemayam di Arile dan saunggalah.

Ia menganut ajaran “dangiang kuning” yang berpegang kepada “sanghiang darma” dan “sanghiang siksa”, yang memberikan 10 pedoman hidup, yaitu :  tidak membunuh mahluk hidup, tidak mencuri,  tidak berzinah, tidak berdusta, tidak mabuk, tidak makan bukan pada waktunya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Lalu,  tidak menonton, menari, menyanyi dan bermain musik, tidak mewah dalam berbusana,  tidak tidur ditempat yang empuk, tidak menerima emas dan perak.

Seuweukarma bertahta sampai dengan usia yang cukup panjang. Kemudian timbul persaingan antara pemerintahan seuweukarma dengan sanjaya yang memegang kekuasaan daerah kerajaan galuh sebelah timur.

Setelah Sanjaya memerintah Kuningan selama 9 (sembilan) tahun, kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Rahiang Tamperan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Rahiang Tamperan mempunyai 2 (dua) orang putra yaitu Sang Manarah dan Rahiang Banga. Setelah dewasa Sang Manarah menjadi raja di sebelah timur. Sedangkan rahiang banga menguasai daerah Kuningan yang dahulu dibawah kekuasaan Rahiangtang Kuku.

Pada Tanggal 22 Juli 1175 Masehi Kuningan Dijadikan Pusat Pemerintahan Kerajaan Sunda dibawah Rakean Darmasiksa Putra Ke-12 Rahiang Banga. Setelah bertahta selama 12 Tahun di Saunggalah, kemudian keraton dipindahkan oleh Rakean Darmasiksa ke Pakuan Pajajaran.

Selanjutnya Kuningan merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran dan namanya berganti menjadi Kajene yang ada dibawah Kekuasaan Aria Kamuning. Kajene artinya “Kuning” Atau “Emas”.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam rangka penyebaran agama Islam, seorang ulama besar dari Caruban (Cirebon) yang benama syekh maulana akbar pernah singgah di Buni Haji daerah Luragung.

Kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Kajene yang pada waktu itu penduduknya masih menganut agama hindu. Syekh Maulana Akbar mendirikan Pesantren di Sidapurna yang berkembang pesat dan karena pengikutnya bertambah banya.

Maka beliau membuat pemukiman baru dengan dasar Islam yang diberi nama Purwawinangun (artinya: mula-mula dibangun). Syekh maulana akbar meninggal dan dimakamkan di astana gede.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Pada tahun 1481 M, syarif hidayatullah yang dikenal dengan julukan sunan gunung jati datang di luragung. pada waktu itu ki gedeng luragung sebagai kepala pemerintahan yang kemudian masuk agama islam.

Pada waktu yang bersamaan datanglah Putri Ong Tien dari Cina menyusul ke Luragung. Kemudian melangsungkan pernikahan dengan Syarif Hidayatullah. Putri Ong Tien berganti nama menjadi Ratu Mas Rara Sumanding.

Syarif Hidayatullah dan istrinya Ong Tien pada waktu itu sepakat untuk mengangkat putra Ki Gedeng Luragung yang masih bayi menjadi putranya yang diberi nama Sang Adipati.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Ayarif Hidayatullah bersama Ong Tien dan putra angkatnya kemudian berangkat menuju Kajene. Pada saat itu yang menjalankan pemerintahan Kajene adalah Pangeran Aria Kamuning yang menganut agama hindu dan kemudian masuk agama Islam.

Sang Adipati dipercayakan kepada Pangeran Aria Kamuning untuk dididik dengan baik. Selama Sang Adipati belum dewasa, maka Pangeran Aria Kamuning ditunjuk oleh Sunan Gunung Jati sebagai Kepala Pemerintahan Perwalian di Kajene dibawah Kerajaan Cirebon.

Setelah Sang Adipati dewasa, tepatnya pada tanggal 1 September 1498 M ia dinobatkan menjadi kepala pemerintahan Kajene yang bergelar Sang Adipati Kuningan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dengan berdirinya negara /kerajaan kuningan di bawah Sang Adipati Kuningan, maka sejak tanggal penobatannya daerah yang semula bernama Kajene dikembalikan lagi ke nama aslinya yaitu ‘’Kuningan”. Dan sejak saat itulah tanggal 1 September ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan.

Selain dibantu oleh Aria Kamuning dalam mengatur jalannya pemerintahan, Sang Adipati Kuningan juga dibantu oleh Dipati Ewangga atau disebut Dipati cangkuang dan Rama Jaksa.

Dipati Ewangga memiliki kuda tunggangan yang diberi nama Si Windu. Untuk lebih meresapkan agama Islam di kalangan penduduk Kuningan, Sunan gunung Jati mengirim Syekh Rama Haji Irengan dan beliau memilih tempat kediamannya di Darma.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dengan bantuan para wali beliau membuat kolam (balong) yang sekarang dikenal dengan nama Balong Kancra atau Balong Kramat atau Darma Loka.

Sang Adipati Kuningan bersama pasukan Kuningan dibawah pemerintahan Cirebon telah turut serta bertempur untuk menundukan Galuh dan membantu mendirikan pemerintahan Wiralodra di Indramayu dibawah pimpinan Fatahillah Cirebon.

Pasukan Kuningan juga ikut menggempur Sunda Kelapa dan turut serta mendirikan pemerintahan Jayakarta sehingga pasukan dari Kuningan ada yang menetap di Jayakarta dan sekarang nama Kuningan terukir menjadi nama salah satu kelurahan di wilayah jakarta selatan yaitu Kelurahan Kuningan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Berkat nilai-nilai luhur jiwa juang para leluhur Kuningan yang diwariskan kepada anak cucunya, pada zaman Hindia Belanda karena perlawanannya seorang ulama besar dari lengkong yaitu Eyang Hasan Maolani oleh pemerintah Hindia Belanda telah dibuang/diasingkan ke Gorontalo Sulawesi Utara dan meninggal di Gorontalo.

Di dalam usaha mempertahankan kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengadakan serangkaian perundingan dengan Belanda.

Salah satu perundingan dilakukan di Linggarjati, yang pada saat itu belum dikuasai Belanda. Pemilihan Linggarjati sebagai tempat perundingan merupakan sesuatu pilihan yang tepat, baik dilihat dari segi politis maupun dari segi keindahan alamnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dengan adanya Perundingan tersebut maka nama Linggarjati tidak hanya dikenal di Indonesia, melainkan juga dikenal di seluruh dunia.

Setelah Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia diserang oleh tentara Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.

Panglima Besar Jenderal Soedirman menginstruksikan untuk membentuk 4(empat) markas besar komando djawa (MBKD), yang meliputi MBKD Jawa Timur, MBKD Jawa Tengah, MBKD Jawa Barat dan MBKD luar jawa.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Untuk MBKD Jawa Barat dipimpin oleh Letkol RK Sukanda Bratamanggala yang berkedudukan di Desa Subang dan dijadikan basis gerilya melawan Belanda.

Sesuai dengan keputusan dewan pertahanan Daerah Keresidenan Cirebon dan Brigade V, maka Ciwaru dijadikan basis pertahanan dan pusat pemerintahan keresidenan Cirebon.

Rakyat Ciwaru dengan ikhlas menyerahkan rumah mereka untuk dipergunakan sebagai kantor-kantor, staf militer, pemondokan dan lain-lain. Ciwaru menjadi pusat daerah perjuangan perang kemerdekaan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sesudah lewat masa revolusi fisik dan memasuki tahun lima puluhan terdapat masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial, termasuk di dalamnya masalah keamanan yaitu gangguan DII/TII di Kuningan.

Hal itu yang menyebabkan situasi dan kondisi tidak mungkin untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana mestinya. Rakyat Kuningan beserta TNI  bahu membahu untuk memadamkan pemberontakan DII/TII.

Dalam rangka mengisi kemerdekaan, masyarakat Kabupaten Kuningan dengan semangat juang yang tinggi yang dilandasi nilai gotong royong selalu berkiprah melaksanakan pembangunan menuju masyarakat adil, makmur, sejahtera lahir dan batin berdasarkan pancasila.(agus)

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kepala Pemerintahan Kuningan Dari Dulu Sampai Sekarang

I.Zaman Hindu.

1.Seuweukarma.

Advertisement. Scroll to continue reading.

2.Sanjaya.

3.Rahiang Tamperan.

4.Rahiang Banga.

Advertisement. Scroll to continue reading.

5.Rakean Darmasiksa.

6.Aria Kamuning.

II. Zaman Islam.

Advertisement. Scroll to continue reading.

1.Aria Kamuning.

2.Sang Adipati Kuningan.

3.Geusan Ulun.

Advertisement. Scroll to continue reading.

4.Dalem Mangkubumi.

III. Zaman Penjajahan Belanda.

1.R. Brata Adiningrat.

Advertisement. Scroll to continue reading.

2.Doejeh Brataamidjaja.

3.R. Dali Soerjanataatmadja.

4.R. Moch. Achmad.

Advertisement. Scroll to continue reading.

5.R. Umar Said.

IV. Zaman Jepang.

1.R. Umar Said.

Advertisement. Scroll to continue reading.

V.Zaman Ri 1945.

1.R. Asikin Niti Admadja.

VI.Zaman Pendudukan Nica ( Recomba ).

Advertisement. Scroll to continue reading.

1.R. Asikin Joedadibrata.

2.R. Hollan Soekmadiningrat.

3.R. Abdoel Rifai.

Advertisement. Scroll to continue reading.

VII.Zaman RI 1950 Sampai Sekarang.

1.R. Noer Armadibrata.

2.R. Moch. Hafil.

Advertisement. Scroll to continue reading.

3.R. Tikok Moch. Ichlas.

4.R. Soemitra.

5.Tb. Amin Abdulah.

Advertisement. Scroll to continue reading.

6.Saleh Alibasah.

7.Usman Djatikusumah.

8.Rd. Komar Suryaatmadja.

Advertisement. Scroll to continue reading.

9.S. Soemintaatmadja.

10.Aruman Wirananggapathi.

11.Karli Akbar.

Advertisement. Scroll to continue reading.

12.R.H. Unang Sunardjo,Sh.

13.Drs. H. Moch. Djufri Pringadi.

14.Drs. H. Subandi.

Advertisement. Scroll to continue reading.

15.H. Yeng Ds. Partawinata, Sh.

16.Drs. H. Arifin Setiamihardja, MM.

17.H. Aang Hamid Suganda, S.Sos (Bupati);

Advertisement. Scroll to continue reading.

– Drs. H. Aan Suharso, Msi. (Wakil Bupati).

18.- H. Aang Hamid Suganda, S.Sos (Bupati);

– Drs.H. Momon Rochmana,Mm (Wakil Bupati).

Advertisement. Scroll to continue reading.

19.- Hj.Utje Choeriah Hamid Suganda,S.Sos,.M.Ap (Bupati).

– H. Acep Purnama,Sh,.Mh (Wakil Bupati).

20. H. Acep Purnama,SH MH (Bupati).

Advertisement. Scroll to continue reading.

– Dede Sembada, ST (Wakil Bupati).

21. – H Acep Purnama, SH, MH (Bupati).

– H M Ridho Suganda, Sh,. Msi (Wakil Bupati)

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement

You May Also Like

Advertisement