KUNINGAN (MASS) – Sekertaris DPMD, H Ahmad Faruk S Sos M Si mengatakan ada tiga skema yang jadi kemungkinan untuk menyelesaikan persoalan yang kini menerpa Kades Cibinuang Kecamatan Kuningan. Persoalan yang belakangan digugat warga.
Sekdis, didampingi Camat Kuningan, pada hari Selasa (6/9/2022) kemarin sudah berdialog dengan lembaga-lembaga desa, bahkan kemudian meminta keterangan Kades.
“Tokoh masyarakat yang hadir disini masih berfikir “sehat”, tidak tendensius,” ujar Faruk, di sela-sela pemanggilan sesi pertama.
Baca : https://kuninganmass.com/muncul-postingan-bersama-istri-siri-kades-cibinuang-digugat-warga/
Pihaknya menyampaikan pada tokoh masyarakat yang hadir, termasuk BPD dan LPM, bahwa segala sesuatu harus ada prosesnya. Dan ada beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi.
“Pertama, sesuai dengan keinginan masyarakat, pak kuwu mengundurkan diri. Kalo itu terjadi, clear, ini semua kita abaikan,” ujarnya sembari menunjukan catatan-catatan hasil pertemuan.
Kemungkinan kedua, lanjutnya, antara masyarakat desa dan masyarakat ada islah. Sekdis mengiyakan bahwa apa yang dilakukan kades memang salah, tapi salahnya bukan masuk kategori kejahatan luar biasa seperti korupsi makar teroris
“Dari kesalahan tersebut, masyarakat islah, memberikan kesempatan kepada kades untuk memperbaiki diri, silahkan dibuatkan komitment antara kades dan masyarakat, untuk itu kan diberi waktu (misalnya) entah 3 – 6 bulan. Ketika pak kuwu bisa merubah bisa kembali ke tataran semula masyarakat menerima, clear, bisa dilanjutkan (jabatannya, red),” imbuhnya.
Kemudian, Ahmad Faruk juga menerangkan kemungkinan yang ketiga. Dimana, ketika tidak ada titik temu antara kades dan masyarakat, maka bituh proses lanjutan.
Tidak bisa serta merta dijatuhkan, butuh audit, proses, dan investigasi untuk menentukan kadar kesalahan dan kadar hukumnan yang akan diberikan.
“Sebab kan ada larangan yang tidak boleh dilakukan kades. Larangan itu bisa (mengharuskan adanya, red) sanksi. Dan pemberhentian itu yang terberat, ada (juga sanksi, red) administratif,” tuturnya.
Dijelaskan Faruk, sesuai ketentuan Undang-Undang, bahwa Kades yang melanggar, bisa lisan atau tulisan, memang sanksinya bisa saja sampai pemberhentian, baik sementara atapun permanent. Tergantung tingkat kesalahanya.
“Tidak ada larangan tidak boleh nikah lagi. Tapi memang ada klausul kades tidak boleh melakukan hal yang meresahkan masyarakat. Nah kan ini harus diuji,” jawabnya.
Namun, adanya gerakan masyarakat misal tentang petisi, Faruk menyebut hal itu adalah aspirasi dan itu hak warga sebagaimana mereka memilih dalam pilkades.
“Seperti (ibaratnya) dulu cinta, kini meminta cerai, kan tidak harus selalu dikabulkan, makanya (perlu terlebih dahulu) mediasi,” terangnya. (eki)