KUNINGAN (MASS) – Setelah menyaksikan langsung Debat Publik Paslon Bupati dan Wakil Bupati yang diselenggarakan KPU Kab. Kuningan pada Hari Minggu tanggal 3 Nopember 2024 di Hotel Horison Tirtasanita Sangkanurip Cigandamekar. Dalam debat tersebut terdapat 5 panelis dari luar daerah kab. Kuningan yang ditunjuk oleh KPUD Kuningan untuk mengajukan pertanyaan kepada tiga kandidat calon bupati dan wakil bupati kuningan untuk periode 2024-2029 yang bersifat teknis dan subtantif.
Keberadaan panelis adalah hal yang umum dalam sebuah forum diskusi atau debat. Dalam debat publik paslon bupati dan wakil bupati panelis punya peran dan fungsi yang sangat penting. Berbeda dengan moderator yang bertugas memimpin jalannya debat sedangkan panelis berperan dalam merumuskan pertanyaan yang akan diajukan kepada peserta debat dalam konteks pilbup yakni kandidat calon bupati dan wakil bupati dengan tujuan untuk mengukur kemampuan dan kapabilitas kandidat dari segi logika, pemikiran kritis hingga strategis.
Kaitannya dengan hal tersebut perlu menjadi bahan evaluasi, menurut hemat kami bahwa dalam debat tersebut tidak perlu ada sesi saling bertanya antar pasangan calon. Pasalnya masing masing memiliki subjektifitas dan berpotensi perseteruan atau gesekan politik. Maka dari itu, sesi saling bertanya itu perlu dihilangkan. Pertanyaan untuk pendalaman visi misi bisa dilakukan oleh panelis yang secara status lebih independen. Panelis kan independen dan rata rata orang terdidik dari kampus atau intelektual. Saya sangat menyayangkan kehadiran panelis di lokasi debat hanya sebatas mengambil amplop undian saja.
Seharusnya KPUD menggunakan model yang lebih bebas dan terbuka, sehingga terjadi interaksi yang lebih baik antara panelis dengan kandidat. Debat dengan model moderator memiliki kelemahan. Menurut saya, model yang tidak komunikatif. Karena tidak ada respon, atau umpan balik antara panelis dengan kandidat. Jadi debat seperti kaku. Panelis hanya menjadi pajangan karena pertanyaan dibuat lalu diserahkan ke moderator. Namanya juga debat, harus lebih bebas dan terbuka. Harus ada respon, umpan balik, dan klarifikasi panelis. Oleh karena itu kami sangat menyayangkan kehadiran panelis di lokasi debat sebatas untuk mencabut pisball tema dan daftar. Akhirnya kehadiran panelispun seakan akan hanya menjadi “BUMBU PENYEDAP RASA”.
Menurut hemat kami sebaiknya panelis yang dihadirkan merupakan tokoh atau figur lokal daerah yang mengetahui isu dan masalah yang terjadi di Kab. Kuningan. Bukan panelis impor dari luar kab. Kuningan yang pada akhirnya hanya mengajukan pertanyaan melalui moderator pertanyaan normatif, karena tidak mengetahui fakta empiris yang terjadi di kab. Kuningan. Akan berbeda jika panelis lokal yang sudah memahami dan mengamati isu-isu krusial yang terjadi selama 5 tahun terakhir, sehingga pertanyaan panelis bisa mengarah kepada visi misi paslon sekaligus menanyakan strategi penyelesaian masalah berdasarkan data faktual yang sudah dianalisis oleh panelis. Dengan begitu publik bisa melihat kemampuan setiap paslon dalam memberikan jawaban yang solutif atau justru paslon tidak memahami pertanyaan panelis.
Perlu diketahui juga bahwa keberadaan para para panelis debat merupakan perwakilan dari masyarakat yang diberi titipan untuk menemukan jawaban yang relevan dengan kondisi terkini dikalangan masyarakat.***
Penulis : T. UMAR SAID (Ketua koordinator bidang hukum dan perundang undangan DPC Apdesi Kabupaten Kuningan)