KUNINGAN (MASS) – Pernahkah Anda membayangkan betapa beratnya tanggung jawab seorang pemimpin? Dalam Islam, jabatan bukanlah sekadar titel, melainkan amanah besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Lantas, apa saja nilai-nilai etika yang harus dimiliki seorang pemimpin agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik? Simak pemaparan menarik dari Ardhian Syahrul Romadhon, seorang mahasiswa Pendidikan Agama Islam dari Unisa Kuningan, yang akan mengupas hal ini dengan perspektif islami.
“Seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Dalam Islam, tugas ini bukan sekadar jabatan, tetapi amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT,” ujar Ardhian, Sabtu (25/1/2025).
Menurutnya, etika seorang pemimpin tidak hanya diukur dari keberhasilan menjalankan tugas administratif, tetapi juga dari kesungguhan dalam memenuhi hak-hak masyarakat yang dipimpinnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 58, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,”.
Ardhian juga mengutip sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Nu’aim). Menurutnya, hadist ini menegaskan bahwa seorang pemimpin harus menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Lebih lanjut, Ardhian menambahkan kepemimpinan yang baik harus dilandasi rasa takut kepada Allah dan niat tulus untuk menciptakan keadilan sosial. Ia mengacu pada riwayat Umar bin Khattab RA, yang pernah berkata, “Jika seekor keledai saja terperosok di jalanan Irak, aku khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadaku mengapa aku tidak memperbaiki jalan tersebut,”.
Ia menerangkan, kisah tersebut menjadi teladan bahwa seorang pemimpin harus peduli bahkan pada hal-hal kecil yang mungkin terabaikan, karena setiap tindakan memiliki konsekuensi moral dan spiritual.
Ardhian juga mengingatkan bahwa pemimpin yang tidak menjalankan amanah akan mendapat konsekuensi berat, sebagaimana disebutkan dalam hadist lain: “Tidaklah seorang hamba yang diserahi oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagai penutup, Ardhian menyerukan kepada seluruh pejabat publik untuk introspeksi diri dan mengedepankan nilai-nilai etika dalam setiap keputusan yang diambil.
“Jabatan adalah amanah, bukan kesempatan untuk memperkaya diri. Jika kita mengutamakan kepentingan rakyat, insya Allah kita akan dimuliakan di dunia dan akhirat,” pungkasnya. (argi)