KUNINGAN (MASS) – Melihat realitas saat ini secara global bangsa kita dilanda keprihatian yang berkepanjangan. Terkait persoalan-persoalan sosial yang tidak kalah merajalelanya adalah kasus-kasus perempuan, seperti masalahnya ekonomi dan kesejahteraan, seringkali perempuan menjadi korbannya.
Salah satu kasusnya saat ini adalah tidak stabilnya perekonomian negara, menjadikan perempuan harus mampu menghadapi agar tetap bisa bertahan hidup.
Dalam penelitian Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada akhir tahun 2019 dengan berbasis survei pemuda Indonesia berusia antara 17-29 tahun sepakat bahwa globalisasi menyebabkan adanya seks bebas.
Kemudian pada kasus lain melemahnya peran agama di akui oleh 68,8 % pemuda. Dan disadari hal itulah penyebab angka kriminalitas pada kalangan pemuda meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Dari beberapa contoh yang tampak oleh indra penglihatan, salah satu faktor penyebabnya adalah masih minimnya kualitas SDM yang dimiliki oleh para perempuan.
Sehingga terkadang sulit untuk di ajak bangkit di saat kondisi tidak stabil, sikap apatis yang masih ada di sebagian masyarakat kita membawa dampak yang tidak baik bagi perkembangan kaum perempuan khususnya, sehingga diharapkan ada satu pencerahan yang mampu membangkitkan ghirah berintelektual dan mamperbaiki diri.
Jika menginginkan negara ini baik sudah selayaknya para perempuannya juga baik, karena merupakan tiang negara.
Sebagai generasi penerus bangsa sudah menjadi komitmen kita untuk merespon persoalan-persoalan sosial dan segala ketimpangan yang ada agar mampu mengangkat martabat bangsa ini kembali dari keterpurukan.
Dan Kohati yang juga merupakan badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacan dan dinamika gerakan intelektualisme keperempuanan.
Secara umum suprastruktur masyarakat kita nampaknya masih menempatkan organisasi sebagai alat yang efektif untuk menyahuti berbagai persoalan dalam upaya pencapaian tujuannya.
Sejalan dengan tujuan Kohati adalah “Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita” Dengan spesialisasinya di bidang perempuan maka sudah seharusnya Kohati mampu merespon perkembangan permasalahan keperempuanan di masyarakat dewasa ini.
Peran dan fungsi Kohati
Kohati berperan sebagai pencetak dan pembina Muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, sedangkan fungsinya sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader Hmi dalam wacana dan dinamika keperempuanan. Dari uraian diatas tafsir dari peran dan fungsi Kohati adalah sebagai akselerator perkaderan bagi HMI-Wati, terutama diarahkan pada pembinaan akhlak, intelektual, ketrampilan, kepemimpinan, keorganisasian, keluarga yang sejahtera serta beberapa kualitas lain yang menjadi kebutuhan anggota (sebagai aplikasi tujuan Kohati).
Elaborasi Padan Gerak Kesatuan dan Intelektualisme
Sebagai wadah, tentunya KOHATI merupakan alat pencapaian tujuan HMI terbentuknya masyarakat cita atau madani (meminjam istilah Cak nur).
Oleh karenanya, keberhasilan Kohati sangat ditentukan oleh anggotanya, dengan didukung perangkat dan mekanisme organisasi HMI.
Hal yang pertama yang harus di galakkan adalah pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan, perempuan berpendidikan bukan untuk menyaingi laki-laki tapi untuk menciptakan generasi cerdas.
Di sini Kohati perlu merapikan sistem pembinaan terhadap kader-HMI wati dengan peningkatan wawasan, soft skill and knowledge serta daya analisis kritis kader HMI wati melalui training formal maupun informal.
Hal kedua, dalam hal ketegasan untuk memanajerial organisasi adalah mewujudkan tertib administrasi organisasi dan pengelolaan keuangan organisasi yang transparan serta akuntabel.
Perbaikan manajerial organisasi juga diharapkan berdampak kepada sikap kader yang lugas dalam menghadapi persoalan keperempuanan, kerakyatan dan kebangsaan.
Hal ketiga, setelah kita temukan sintesisnya dari upaya mencerdaskan kader HMI Wati serta perbaikan manajerial organisasi dari tingkat internal, maka perlu juga ikut serta dalam membentuk kerjasama dengan organisasi lintas mahasiswa dan masyarakat.
Dari hal tersebut di harapkan dapat mengelaborasikan gerak kesatuan dari banyaknya perbedaan (Unity in Diversity) serta terbentuknya profil intelektualisme kader HMI wati sebagai representasi perempuan harapan Indonesia.***
Penulis: Umiroh Fauziah