KUNINGAN (MASS) – Pada hari Selasa tanggal 26 Maret 2024, DPRD Kuningan telah mengagendakan Rapat Paripurna tentang pembentukan Panitia Khusus (Pansus) proyek kontroversial Pengadaan dan Pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) Kuningan Caang dengan nilai anggaran sebesar Rp. 117,5 miliar dari sumber dana Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat TA 2023.
Pansus DPRD dibentuk sebagai antitesa program tersebut pada saat proses penentuan jasa konsultan perencanaan dan perusahaan pemenang melanggar Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah karena lelangnya penuh dengan rekayasa pengkondisian (benturan kepentingan).
Adanya indikasi kuat perbuatan tindak pidana korupsi karena pelaksanaan pengerjaannya tidak sesuai dengan isi spek dalam SPK dan RAB. Sehingga apabila dicairkan sekarang (sedang proses di BPKAD) tanpa adanya prinsip kehati-hatian dari Pj. Bupati Kuningan Iip Hidajat, proyek itu bisa merugikan keuangan negara yang sangat besar dan ditaksir mencapai Rp. 60 miliar dari nilai kontrak.
Menyangkut anggaran besar, bukan kali ini saja sorotan luas masyarakat Kuningan tertuju pada kasus seperti di atas. Sebelumnya pada tahun 2020, publik dikejutkan dengan besarnya anggaran yang dipakai dalam APBD Kuningan untuk penanganan pandemi Covid-19. Dari semula yang dialokasikan dalam pos anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp. 41 miliar berubah fantastis menjadi Rp. 72 miliar.
Ada beberapa poin yang menjadi sorotan tajam di kalangan masyarakat. Diantaranya proses pembelian dan renovasi bekas Rumah Sakit Citra Ibu (RSCI), pengadaan obat dan perlengkapan alat kesehatan (Alkes), pihak penerima bantuan alat penanganan Covid-19, pos belanja bantuan hibah dan pengadaan bantuan sosial (Bansos) sembako yang melibatkan anggota DPRD Kuningan.
Saat awal pandemi merebak, Pemkab Kuningan bergerak cepat dengan membeli sebuah rumah sakit yang rencananya khusus dipakai untuk pasien yang terpapar Covid-19. Bekas Bupati Kuningan Acep Purnama saat itu memutuskan membeli eks bangunan RS Citra Ibu (RSCI) untuk dijadikan Rumah Sakit penanganan pasien corona.
Pada prakteknya ternyata pasien yang terpapar Covid-19 dirawat di banyak rumah sakit. Meski dikhususkan untuk pasien terpapar covid, dan ada tenaga kesehatannya, tetapi selama beroperasi tidak ada pasien yang dirawat disana. Kalau diperhatikan posisi rumah sakit yang sekarang menjadi lokasi Klinik Sajati ’45 juga tidak strategis. Berada di jalur utama dengan kondisi tanjakan tajam serta lalu-lintas yang padat 24 jam membuat fasilitasnya tidak ideal dan berbahaya bagi keamanan keluar masuk kendaraan pasien maupun petugas klinik.
Keinginan Bupati Kuningan Acep Purnama untuk memfungsikan eks RS Citra Ibu menjadi rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 sebenarnya mendapatkan penolakan dan protes keras dari warga yang tinggal dekat sekitar rumah sakit tersebut karena berada di wilayah padat penduduk.
Untuk harga pembelian eks RS Citra Ibu (RSCI) ditambah dengan biaya perbaikannya tergolong mahal karena mencapai Rp. 9,7 miliar. Apalagi didapatkan informasi dalam proses pembeliannya waktu itu ternyata tidak mendapatkan persetujuan dari Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy, sehingga membuat Sekda Kuningan Dian Rachmat Yanuar mengambil sikap tegas tidak mau menandatangani berkas yang berhubungan dengan dokumen pembelian dan tim appraisal.Kuningan. Kondisi tersebut sempat membuat “repot” dan mengganggu kinerja Bidang Aset BPKAD Kuningan.
Sudah seharusnya aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kajari dan Kapolres Kuningan bergerak untuk mengusut dan mengejar kejanggalan-kejanggalan dalam pengalokasian dan penggunaan anggaran dana penanganan Covid-19 yang nilai totalnya luar biasa mencapai Rp. 72.370.881.146 miliar.
Sehingga apabila ada tindak pidana korupsi dalam kegiatan dan proyek yang menggunakan anggaran Covid-19 tersebut, dapat ditelusuri siapa saja yang terlibat mulai dari proses administrasi perencanaan maupun sampai pelaksanaan kegiatan dan pengerjaannya.
Yang menjadi sorotan tentu terkait penggunaan dan pengalokasian dana anggaran percepatan penanganan Covid-19 yang nominalnya sangat besar mencapai puluhan miliar rupiah tetapi sampai saat ini pertanggungjawabannya tidak jelas sehingga mengundang berbagai pertanyaan besar di tengah masyarakat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat terhadap belanja APBD Kuningan tahun 2020 untuk sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Covid-19, ditemukan banyak masalah dugaan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berjamaah.
Anehnya permasalahan tersebut sampai saat ini tidak pernah ditelusuri oleh aparat penegak hukum (APH) di Kabupaten Kuningan. Sehingga pada akhirnya menimbulkan prasangka negatif di masyarakat, ada apa dengan Kejaksaan Negeri dan Polres Kuningan? Seharusnya tidak usah segan (jadi mandul) meskipun masing-masing saat ini telah mendapatkan bantuan hibah rehab kantor dari Pemda Kuningan. Mereka lupa jabatannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Padahal di Indonesia tidak ada yang kebal hukum. Sehingga apabila ada pihak yang diduga melakukan penyalahgunaan anggaran dana penanganan Covid-19 harus segera diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Apalagi hukuman untuk pelaku yang nekat melakukan korupsi pada saat pandemi Covid-19 terjadi sangat berat yaitu dimiskinkan dan divonis pidana mati.
Berdasarkan surat dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) tentang penjelasan atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka penanganan Covid-19 salah satu klausulnya tidak dilakukan lelang atau tender tapi penunjukkan langsung. Celah ini menjadi pintu masuk “permainan” oleh oknum pejabat pemilik kewenangan untuk mencari keuntungan sesaat dengan perbuatan keji yang merugikan keuangan negara.
Seperti dalam hal untuk biaya pembelian eks RS Citra Ibu, pejabat Pengguna Anggaran (PA) nya dari Dinas Kesehatan Kuningan, termasuk pembayaran kepada rekanan juga dilakukan oleh dinas tersebut.
Media online detikNews ketika itu sempat menyoroti harta kekayaan dari Bupati Kuningan Acep Purnama karena mengalami lonjakan kenaikan yang signifikan mencapai Rp. 6,4 miliar. Kondisi tersebut serupa dengan sejumlah pejabat lain di Indonesia yang hartanya naik di tengah masa pandemi Covid-19. Dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di laman e-lhkpn.kpk.go.id, harta milik Acep Purnama bertambah Rp. 16.847.940.000. Jumlah itu naik hingga Rp. 6,4 miliar dalam kurun waktu 2019-2020.
Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang jahat. Tapi karena diamnya orang-orang baik.
Kuningan, 25 Maret 2024
Uha Juhana
Ketua GMNI Kuningan
Periode 2003-2006