KUNINGAN (MASS) – Pada Senin (19/9/2022) lalu, sejumlah ormas di Kabupaten Kuningan yang tergabung dalam GMM (Gerakan Masyarakat Melawan) mendatangi kantor DPRD Kabupaten Kuningan.
Ormas yang dimaksud, mulai dari FPI (Front Persaudaraan Islam), GRIB (Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu) dan APIK (Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan).
Baca : https://kuninganmass.com/bawa-motor-ke-gedung-dewan-tapi-malah-didorong/
Mereka, datang menyuarakan 3 point penting untuk diaspirasikan tentang kenaikan BBM. Salah satu tuntutanya, bahkan meminta pertanggung jawaban presiden untuk mengembalikan harga BBM, jika tidak mampu presiden mundur dari jabatan.
Poin lengkapnya adalah sebagai berikut :
Penyampaian aspirasi itu, diterima oleh DPRD Kabupaten Kuningan. Namun, hanya dua anggota legislatif, mewakili 2 fraksi yang menandatangi. Keduanya adalah Ikhsan Marzuki (F-PKS) dan Deki Zaenal Mutaqin (F-Gerindra).
Anggota DPRD yang lain, seperti Ketua DPRD Nuzul Rachdy (F-PDIP), Saw Tresna (F-Golkar) dan Saldiman (F-Demokrat) yang juga ikut menerima para demonstran, memilih untuk tidak ikut menandatangni.
“Saya mewakili fraksi, kebetulan ketua fraksi sedang tidak ada di tempat. Insya allah, untuk PKS dari pusat sampai daerah punya sikap yang sama,” jawab Ikhsan Marzuki setelah menandatangi tuntutan.
Sementara, Deki Zainal Mutaqin, saat ditanya meski Gerindra ada bersama pemerintah kenapa tetap ikut tanda tangan, Deki menjawab siap menerima konsekuensi.
“Saya kira, beliau bjaksana dan tau kondisi pemerintah,” jawabnya perihal ketua umumnya yang menjabat Mentri Pertahanan.
Sementara, di tempat terpisah, Nuzul Rachdy, Saw Tresna dan Saldiman yang tidak ikut menandatangi surat pernyataan itu mengatakan keberatannya satu persatu.
“Demo itu konstitusional, tuntutannya juga konstitusional. Tapi ada yang tidak kosntitusional, ada kata Preside wajib bertanggung jawab dengan mengundurkan diri. Meminta presiden mundur di tengah jalan itu inkonstitusional,” sebut Zul.
Dirinya mengatakan, narasi lainnya selain poin itu, dirinya sependapat. Namun kala membubuhkan tandatangan, artinya kenyetujui satu kesatuan utuh.
“Itu hak mereka,” jawab Zul soal dua lainnya tanda tangan.
Politisi Golkar Saw Tresna, juga mengatakan keberatannya soal poin tersebut. Kata wajib, menurutnya mengikat, sedangkan pengunduran presiden itu ada mekanismenya.
“Itu kan ada kata wajib, mengikat,” kata Saw Tresna sembari mengatakan, dirinya hanya wakil fraksi di Golkar.
Begitupun dengan Saldiman dari Fraksi Demokrat. Aldi, sapaanya, mengatakan kata wajib itu implikasinya besar, seperti sebuah dosa kalo tidak dilaksanakan. Dan itu seperti dipersiapkan ke neraka.
“Karena kan itu ada kata wajib, bahwa itu tidak bisa diartikan kata perkata, harus jadi satu kalimat. Nah ini takut menjadi jebakan dan jadi boomerang untuk kita berdemokrasi,” sebut Aldi, sembari mengatakan bahwa menyampaikan aspirasi boleh saja yang penting jangan memaksa. (eki)