KUNINGAN (MASS) – Berbicara politik memang susah ditebak. Karena politik begitu dinamis. Termasuk kondisi perpolitikan yang tengah terjadi di Kabupaten Kuningan sekarang ini. Setelah membaca beberapa berita yang diposting oleh kuningan mass saya tergerak untuk menulis ini. Semoga ini bisa menjadi nasihat bagi kita semua, khususnya untuk para anggota dewan yang terhomat.
Setahu saya sebagai mahasiswa yang awam, agar dalam organisasi itu berjalan dengan baik dan berimbang, maka dalam berorganisasi tersebut harus ada yang berperan sebagai pelaksana dan ada yang berperan sebagai pengawas. Misal ketika dulu saya SMA, saya jadi ketua OSIS maka ada MPS (Majelis Permusyawaratan Siswa/ perwakilan siswa dari setiap kelas) yang mengawasi saya. Begitupun ketika saya menjadi Presma (Presiden Mahasiswa) maka ada MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) yang menilai dan mengawasi kinerja saya selaku pelaksana di lapangan.
Begitulah cara kerja organisasi yang sehat. Artinya harus ada kontrol dalam setiap pelaksanaan program kerja. Jika tidak ada kontrol dan pengawasan maka dikhawatirkan terjadi penyelewengan kekuasaan atas nama program kerja.
Begitu pula yang saya pahami dari organisasi dalam skup daerah atau kabupaten. Bupati dan Pemerintah Daerah adalah sebagai pelaksana di lapangan, sedangkan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten adalah sebagai pengawas. Artinya, seharusnya DPRD tidak terjadi “Kubu-kubuan” seperti sekarang ini, yang saya tahu menjadi dua kubu; ada kubu Koalisi Pemerintah (KP) dan ada kubu Koalisi Kuningan Bersatu (KKB). Seharusnya DPRD bersatu menjadi satu kubu menjalankan fungsinya sebagaimana telah diatur dalam undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang susunan dan kedudukan MPR atau DPR serta DPD dan DPRD undang-undang, yaitu 1). Fungsi Legislasi, 2). Fungsi Anggaran, 3). Fungsi Pengawasan. Hal tersebut dalam rangka representasi rakyat di daerah.
Saya dan rekan-rekan mahasiswa sebetulnya ingin sekali turun ke jalan untuk mengingatkan Bapak-bapak dan Ibu-ibu anggota dewan perihal ini. Yaitu, DPRD harus kembali kepada khittahnya, menjadi lembaga yang mengawasi pemerintah kabupaten dalam melaksanakan tugasnya. DPRD sebagai wakil rakyat harus menjadi penyeimbang agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan. Namun kami urungkan niat kami untuk turun ke jalan, karena kami pasti akan dituduh “demo pesanan”, berbau politik dan stigma negatif lainnya.
Ketahuilah Bapak-bapak dan Ibu-ibu anggota dewan yang terhormat, dari apa yang kalian pertontonkan hari ini (blok-blokan) di parlemen, masyarakat menilai ini semacam perebutan kekuasaan semata. Tidak ada nilai kepentingan masyarakat yang diperjuangkan. Bahkan ekstrimnya, rekan saya menyebutnya “bagi-bagi kueh”.
DPRD harus kembali pada khittahnya. Masyarakat umum mengenal DPRD adalah perwakilan dari masyarakat dan penyambung lidah masyarakat terhadap setiap kebijakan para penguasa/ pemerintah daerah. Bukan malah sebaliknya, DPRD menjadi pelayan bagi para penguasa dengan tidak menjalankan 3 fungsinya sebagai DPRD. Hanya meng-iya-kan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh pemerintah.
DPRD harus kembali pada khittahnya. Jika memang “kubu-kubuan” itu tetap harus terjadi, maka ingatlah selalu bahwa kalian bapak dan ibu anggota dewan yang terhormat adalah rakyat, dipilih oleh rakyat dan digaji oleh rakyat, sehingga kembalilah kepada rakyat. Itulah khittah, garis perjuangan kalian.
Ketika saya menulis ini, rekan saya sedang berangkat ke Desa Cipinang-Maleber untuk menolong pasien terlantar yang lukanya sampai belatungan. Wahai kalian yang sebelum pemilihan umum anggota dewan sangat aktif melakukan aksi kemanusiaan dan bakti sosial, kemana kalian? Kalian menghilang. Kami menunggu kalian.***
Penulis: Ade Zezen/Kang Adez
Ketua KAMMI Kuningan