CIREBON (MASS) – Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon terus mendorong percepatan akses pendanaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayah Ciayumajakuning melalui penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet.
Dalam upaya mendukung pelaksanaan kebijakan ini, Senin (13/1/2025), OJK Cirebon bersama Anggota DPR RI Komisi XI, Dr. Shohibul Imam, CA., CPA., menggelar diskusi interaktif dan serap aspirasi dengan perwakilan perbankan serta lembaga keuangan dari wilayah Kuningan dan sekitarnya.
Shohibul Imam menegaskan pentingnya implementasi kebijakan ini sebagai bagian dari solusi strategis dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional, khususnya UMKM yang menjadi sektor andalan perekonomian daerah.
“Kami ingin memastikan PP No. 47 Tahun 2024 benar-benar berjalan efektif dan tepat sasaran, sehingga dapat memberikan manfaat langsung bagi pelaku UMKM yang menghadapi kesulitan finansial akibat piutang macet,” ujarnya.
Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib, menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan amanat Pasal 250 dan 251 Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta Pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Agus menyebutkan bahwa per November 2024, penyaluran kredit kepada UMKM oleh kantor cabang bank umum di Ciayumajakuning telah mencapai Rp21,9 triliun, dengan tingkat Non-Performing Loan (NPL) sebesar 2,64%.
“Dengan tingkat NPL yang relatif terjaga, kami optimis kebijakan penghapusan piutang macet akan memberikan stimulus baru bagi UMKM untuk kembali bangkit dan berkembang,” tambahnya.
Agus juga menguraikan syarat-syarat utama dalam penghapusan piutang macet. Diantaranya, Nilai pokok piutang macet yang dihapus paling banyak Rp500 juta per badan usaha dan Rp300 juta untuk perorangan.
Kemudian, piutang macet harus telah dihapus bukukan minimal lima tahun sejak PP No. 47 Tahun 2024 mulai berlaku. Syarat lainnya, piutang tersebut bukan kredit yang dijamin oleh asuransi atau penjaminan kredit/pembiayaan.
“Lalu, tidak terdapat agunan kredit, atau jika ada agunan, nilai agunan tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban debitur,” paparnya.
Dalam diskusi tersebut, Shohibul Imam juga mengimbau agar lembaga keuangan memberikan laporan perkembangan implementasi kebijakan secara berkala.
“Kami ingin memastikan seluruh tahapannya berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kejelasan prosedur dan sinergi antar-lembaga adalah kunci keberhasilan kebijakan ini,” tegasnya.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank BTN, Bank BJB, Bank BSI, Perumda BPR Kuningan, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Kuningan, serta Askrindo, Jamkrindo, Jasindo, dan Pegadaian.
Shohibul Imam menambahkan bahwa UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional, sehingga kebijakan ini diharapkan menjadi angin segar bagi mereka yang tengah menghadapi kendala finansial.
“Dengan penghapusan piutang macet, UMKM tidak hanya memiliki kesempatan untuk bangkit, tetapi juga dapat kembali berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional,” tandasnya optimis.
Tujuan utama kunjungan kerja ini meliputi serap aspirasi, evaluasi progres implementasi kebijakan, serta peningkatan koordinasi antara OJK, perbankan, lembaga keuangan, dan DPR RI. Diakhir acara, Shohibul Imam memberikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan OJK Cirebon dan seluruh stakeholders terkait.
“Sinergi yang terjalin ini harus terus diperkuat demi mencapai tujuan utama kebijakan, yaitu kesejahteraan masyarakat,” harap Shohibul Imam.
Dengan adanya langkah konkret ini, imbuhnya, diharapkan UMKM di wilayah Ciayumajakuning, khususnya Kuningan, dapat kembali produktif dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah.
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari agenda reses DPR RI yang bertujuan untuk memastikan implementasi kebijakan pemerintah berjalan baik di tingkat daerah. (deden)