KUNINGAN (MASS) – Kenakalan remaja yang banyak ditemukan dikalangan pelajar jadi bahan kajian sejumlah kelompok masyarakat. Salah satunya jadi perhatian para alumni Al-Ihya Kuningan yang menggabungkan diri dalam Forum Alumni Al-Ihya.
Forum yang beranggotakan para sarjana pendidikan ini menilai, salah satu penyebab penting kenakalan remaja itu terjadi akibat disorientasi tenaga pendidik.
Kordinator Forum Alumni Al-Ihya, Sopandi menerangkan, disorientasi atau kesamaran arah tenaga pendidik banyak terjadi karena banyak faktor. Salah satunya adalah tuntutan zaman dan gaya hidup guru yang semakin tinggi sementara pembinaan mentalnya masih kurang diperhatikan.
“Banyak guru atau tenaga pendidik yang mengabaikan fungsinya sebagai pendidik. Artinya guru hanya fokus bagaimana menjadi pengajar serta mengejar pemenuhan administrasi saja,” kata Pandi, Minggu (12/8) usai menggelar silaturahmi dan bedah buku, Adabul ‘Alim Walmuta’alim karya KH. Hasyim Asy’ari, di Vila Gunung, Gunungkeling Kuningan.
Dia mengaku disorientasi itu tidak terjadi pada semua guru, tetapi untuk sebagian besar guru. Terutama yang masih muda atau honorer, hal itu mudah ditemukan. Salah satu indikatornya, banyak guru yang mendapat sertifikasi lebih cenderung digunakan untuk pemenuhan kebutuhan gaya hidup, daripada kebutuhan hidup. Mulai dari menyicil mobil dan kebutuhan gaya hidup lainnya.
“Gaya-gaya hidup seperti ini kalau dinilai dari kacamata pendidik menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam buku yang kami bedah, sangat tidak baik. Ini berdampak buruk pada output pendidikan,” tuturnya.
Menurutnya, gaya hidup yang berorientasi duniawi sangat berdampak besar pada minimnya ketakziman siswa terhadap guru. Hilangnya takzim atau penghormatan terhadap guru inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal melonjaknya kenakalan siswa akibat tidak patuh terhadap apa-apa yang disampaikan guru di dalam kelas.
Dia bahkan menerangkan, pribahasa guru kecing berdiri siswa kencing berlari sudah tidak berlaku. Yang terjadi saat ini adalah guru kencing berdiri siswa megencingi guru.
“Persoalan akut pendidikan ini harus diperbaiki tidak hanya bagaimana membina siswa, tapi harus berawal dari guru-gurunya,” kata dia.
Panitia bedah buku yang bertema “Bercermin Kepada Kiai” itu menerangkan, pola kiai dalam melaksanakan proses pendidikan di pesantren harus mulai diadopsi oleh para guru, khususnya di Kuningan. Alasannya, para kiai di pesantren sejak awal berdirinya mampu melahirkan generasi bangsa yang berkarakter dan berkepribadian mulia jika dibandingkan dengan pendidikan umum pada umumnya.
“Para guru harus mulai bercermin kepada kiai. Bagaimana kiai mengajar di pesantren sehingga menghasilkan lulusan yang selain berkarakter juga sukses dalam arti dunia. Alasan inilah kenapa kami membedah buku kiai besar di Indonesia supaya bisa menjadi tauladan para guru,” kata Pandi.
Menurutnya, pendidikan karakter yang selama ini digaungkan pemerintah sudah tepat. Tetapi, alangkah lebih baiknya jika upaya itu diberlakukan juga kepada guru-gurunya. Karena yang nampak saat ini, pola pendidikan karakter hanya diberlakukan kepada siswa, sementara para gurunya masih banyak yang ditemukan kurang berkarakter.
“Kalau pesantren kan kiai menjadi tauladan betul dalam segala aktivitasnya. Nah ini yang harus mulai dicontoh oleh dunia pendidikan umum, supaya pendidikan kita mendapat berkah. Karena sekarang ini nampaknya keberkahan tersebut sudah luntur bahkan hilang,” ucap dia.
Salah satu naramsuber bedah buku, Amin Suparmin yang juga Wakasek Kesiswaan SMK Swasta di Kuningan membenarkan tentang ketakziman siswa kepada guru yang sudah mulai luntur.
“Output pendidikan belum bisa melahirkan lulusan-lulusan sebagaimana pesantren, dimana selain tercipta hubungan batin yang baik, juga lulusan yang mahir dalam intelektual, emosional, juga spiritual,” ungkap Amin.
Hal itu diaminkan oleh narasumber lainnya, salah satunya Ketua Pemuda Muhammadiyah Kuningan, Maman Sulaeman. (deden)