KUNINGAN (MASS) – Tidak banyak yang menyangka bahwa konsep wisata bisa aplikasikan tidak di tempat yang strategis dan ramai. Hal tersebut hanya perlu untuk mengaktifkan perpaduan antara potensi lokal dengan konsep pengembangan masyarakat berbasis aset (Asset Based Community Development) yang bertema wisata. Salah satu hal yang sangat penting dalam pengembangan masyarakat berbasis aset adalah bagaimana kolaborasi itu bisa terbangun. Berlokasi di Desa Linggaindah, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, salah satu warga bernama Ade Iman yang menginisiasikan pembentukan Taman Edukasi AlamQu. Sebuah paket wisata yang menawarkan edukasi tentang ekonomi sirkuler serta ketahanan pangan. Awalnya Ade Iman hanya memiliki semangat untuk membantu ayahnya yang merupakan anggota kelompok tani agar limbah peternakan bisa bermanfaat sebagai pupuk untuk pertanian anggota kelompok lain. Harapannya agar limbah peternakan tidak dibuang begitu saja, tapi justru bisa membantu anggota kelompok tani melakukan efisiensi biaya produksi. Namun ternyata tidak mudah juga untuk membangun kesadaran para petani untuk bisa memanfaatkan limbah yang dengan sentuhan ilmu dapat dimanfaatkan kembali. Situasi tersebut namun tidak mengendurkan tekad dari Ade Iman untuk terus mencoba mencari cara bagaimana meningkatkan kesadaran akan penggunaan limbah peternakan untuk pertanian. Dengan uji coba yang sudah dilakukan serta banyak diskusi yang dibangun bersama dengan teman maupun pemangku kepentingan lain, ide tersebut tidak berhenti sampai penggunaan limbah menjadi pupuk pertanian. Akan tetapi juga berkembang menjadi sebuah wisata edukasi yang ditargetkan untuk para generasi muda mengenai pentingnya ekonomi sirkuler dan ketahanan pangan.
Kolaborasi Menjadi Kunci
Dengan luasan lahan yang tidak terlalu luas, Ade Iman sadar bahwa ide tersebut tidak bisa dijalankan sendiri. Bahwa suatu ide akan lebih memungkinkan dan mudah dijalankan apabila dilakukan bersama-sama. Ade Iman mencoba mengkoneksikan aset-aset yang ada di sekitar rumahnya dan mengembangkan satu paket wisata. Aset yang dimiliki olehnya dan beberapa temannya tersebut diramu sedemikian rupa untuk dapat menjadi daya tarik untuk memberikan anak-anak edukasi mengenai ekonomi sirkuler dan ketahanan pangan. Taman dengan luas 250 m2 ini mengajak pengunjung untuk kegiatan tamasya, mengenalkan cara-cara bertani yang berkelanjutan, membuat pupuk kompos, serta belajar mengenai pentingnya budi daya ikan dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Taman ini memiliki beberapa tanaman pertanian dan peternakan yang tidak jarang hanya ditemui oleh anak-anak ketika sudah disajikan di piring. Pertaniannya terdiri dari tanaman herbal dan sayuran. Sedangkan ada juga peternakan domba serta lebah trigona (madu klanceng). Taman ini juga memiliki beberapa kolam ikan yang diisi oleh ikan lele dan nila. Terbaru ini, Ade Iman mengikuti program pendampingan yang dilakukan oleh Universitas Prasetiya Mulya. Program bernama Community Development ini menugaskan 8 orang mahasiswa untuk mendampingi satu mitra baik UMKM, Bumdes atau Desa Wisata. Kolaborasi ini yang menurut Ade Iman penting untuk membahas lebih banyak mengenai ilmu maupun praktik manajemen pada wisata Taman Edukasi AlamQu ini. Inovasi yang kecil sekalipun, tanpa ada manajemen yang baik, akan memiliki resiko terhadap keberlanjutan dan daya saing.
Pentingnya Manajemen dalam Keberlanjutan Inovasi
Tekad pantang menyerah dan inovatif yang ditunjukkan oleh Ade Iman untuk mewujudkan idenya membangun wisata edukasi menjadi modal berharga. Saat ini tantangan yang sedang dihadapi oleh taman edukasi AlamQu adalah bagaimana bisa beroperasi secara rutin pasca di resmikan pada 15 Desember 2024 lalu. Hal tersebut yang kemudian memunculkan pentingnya manajemen untuk terus menjaga inovasi. Bersama dengan kelompok mahasiswa, Ade Iman mencoba membangun manajemen yang lebih rapih mulai dari operasional, pemasaran, sumberdaya manusia hingga keuangan. Taman Edukasi AlamQu ini memang ada di pedalaman desa Linggaindah, tetapi dengan strategi yang tepat akan sangat memungkinkan menggaet pangsa pasar spesifik yang sudah ditetapkan. Adalah anak-anak sekolah yang dianggap ke depan mampu menjadi generasi penerus bangsa untuk menghadapi isu keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan.
Melalui riset yang dilakukan, wisata ini kemudian mengembangkan beberapa fitur-fitur dan atraksi yang tidak hanya mencerdaskan generasi muda, tetapi juga kegembiraan untuk menikmati nuansa pedesaan dan alam pegunungan yang indah. Rute pertama, pengunjung diajak untuk berjalan kaki melewati areal persawahan yang sangat indah dan juga view pegunungan. Atraksi pertama yang dilewati setelah berjalan kaki adalah melihat dan edukasi tentang tanaman herbal. Setelah itu diajak untuk melewati dan edukasi mengenai peternakan domba. Atraksi selanjutnya adalah melewati beberapa kolam ikan dan edukasi mengenai perikanan air tawar. Lebih seru lagi, pengunjung diajak untuk melihat dan diedukasi mengenai lebah trigona dan apabila beruntung bisa merasakan atraksi sedot madu langsung dari sarang lebahnya. Sebelum mencapai akhir perjalanan, pengunjung diajak untuk melihat dan diedukasi mengenai cara membuat tepung mocaf dari hasil pertanian singkong. Terakhir, pengunjung diajak untuk merasakan makanan rebusan khas pedesaan yang dihasilkan langsung dari perkebunan AlamQu.
Paket wisata yang menarik ini dipasarkan melalui kerjasama dengan sekolah SD serta SMP di wilayah Kecamatan Cilimus. Untuk menambah daya tarik, Taman Edukasi AlamQu membuat media sosial yang rencana dipergunakan untuk mengabadikan momen-momen keseruan kunjungan. Menurut Ade Iman, kelompok mahasiswa sudah membantu dengan beberapa strategi dan membuat profil perusahaan. Ke depan diperlukan kolaborasi dengan para UMKM lokal unggulan untuk menciptakan lebih banyak lagi daya tarik. Adanya Taman Edukasi AlamQu dapat dijadikan inspirasi dan peluang bagi pihak desa Linggaindah untuk mempromosikan potensi alam dari desa mereka. Lebih menarik lagi, adanya Taman Edukasi AlamQu memberi harapan bagi para generasi muda untuk terjun ke pertanian dan menciptakan ketahanan pangan dan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Oleh: Faizal Ahmad, Pusat Pengembangan Usaha Kecil