KUNINGAN (MASS) – Salah satu tantangan bagi Indonesia memberantas narkoba di Indonesia adalah minimnya minat para penyalahguna/pecandu narkoba untuk berhenti dari kecanduannya.
Hal ini tentu disebabkan oleh banyak alasan mengapa mereka tidak berminat untuk melakukan rehabilitasi.
Beberapa diantaranya adalah karena lingkungan, perasaan tidak rela atau yakin mampu hidup tanpa narkoba, dan takutnya kehidupan dalam penjara.
Faktor-faktor ini akhirnya membuat para pecandu suka tidak suka menerima kenyataan yang dihadapinya sekarang yaitu tetap menjadi pecandu. Hidup segan mati tak mau . Berkejaran dengan kenikmatan semu sembari menunggu malaikat menjemput.
Namun sampai kapan terus begitu? Terlebih jika usia masih muda. Masih punya mimpi dan ambisi untuk diwujudkan?
Sebegitu lemahnya pemuda-pemuda Indonesia kalah oleh narkoba? Mengingkari rehabilitasi sama saja dikalahkan oleh narkoba sebanyak dua kali. Bagaimana bisa dua kali?
Begini penyalahguna narkoba mengalami kekalahan pertama saat dia tidak mampu mengatakan “TIDAK” ketika pertama kali ditawari narkoba sehingga membuatnya rutin mencoba sampai menyebabkannya kecanduan.
Kekalahan kedua adalah ketika dia membiarkan dirinya sengsara karena terjerat oleh narkoba dan tidak ingin berubah serta berhijrah kepada kehidupan yang lebih baik.
Hal yang penting untuk diketahui bersama adalah memang tidak mudah lepas dari jeratan narkoba, namun bukan berarti tidak mungkin.
Karena sudah banyak contohnya orang-orang sukses yang dulu pernah terjerat narkoba namun kemudia bisa sembuh. Kita bisa lihat tokoh seperti mantan Presiden Barack Obama yang memecahkan rekor menjadi presiden Amerika pertama keturunan Afrika.
Kemudian, almarhum Ustadz Jefri yang dapat kita lihat melalui film berdasarkan kisahnya berjudul “Hijrah Cinta” adalah perjuangan seorang pecandu untuk lepas dari narkoba.
Meski kasus seperti ini sangat langka karena perbandingannya lebih banyak yang kalah terhadap narkoba yaitu 1:9. Artinya dari 10 orang yang melakukan rehabilitasi narkoba hanya satu yang 100% bisa pulih seperti sedia kala.
Lalu bagaimana dengan sisanya? Sebagian besar tidak berdaya tetap menjadi pecandu dengan berbagai cara seperti mencuri, menjual diri, dan menjadi pengedar. Sedang sebagian yang lain telah meninggal dunia.
Pada dasarnya, pemerintah telah berusaha untuk membantu rakyatnya yang kecanduan narkoba. Namun bagaimanapun pemerintah merupakan faktor eksternal sedangkan faktor internal atau dari dalam diri sendiri adalah yang lebih penting.
Faktor eksternal adalah faktor pendukung namun faktor internal adalah yang utama. Untuk itu menumbuhkan kesadaran dari dalam diri setiap individu menjaga kesehatan perlu dimiliki oleh segenap rakyat Indonesia.
Rakyat tidak hanya sekedar bergantung pemerintah namun juga perlu kerjasama dengan mengandalkan kekuatan kemauan dirinya sendiri.
Memanfaatkan Rehabilitasi Sukarela (Voluntary)
Tidak semua pecandu mampu menang perang melawan kecanduannya terkecuali dengan tekad yang bulat. Kemenangan melawan kecanduan narkoba biasanya perlu juga dengan dukungan orang-orang terdekat dan tercinta.
Jika tidak, maka akan menjadi kendala yang berat. Untuk itu baik pecandu maupun keluarga pecandu perlu mengetahui akses rehabilitasi narkoba yang dapat membantunya. Salah satunya adalah rehabilitasi secara sukarela/voluntary.
Terdapat dua jenis rehabilitasi narkoba yaitu pertama, rehabilitasi voluntary atau sukarela. Sedangkan yang kedua adalah rehabilitasi compulsary.
Penanganannya pun berbeda, pada pasien voluntary merupakan kategori pengguna narkoba yang secara sengaja meminta layanan rehabilitasi kepada BNN maupun petugas kesehatan.
Sedangkan pasien compulsary yaitu kategori penyalahguna narkoba yang direhabilitasi karena terjaring razia oleh pihak berwajib.
Dengan mengetahui tentang rehabilitasi voluntary dan compulsory, secara tidak langsung calon pasien ditawari untuk memilih secara sukarela atau wajib alias ditangkap aparat.
Tentunya keduanya memberikan konsekuensi yang berbeda jika tidak bersedia secara sukarela maka cepat atau lambat akan direhabilitasi wajib karena ditangkap atau proses hukum terlebih dahulu.***
Penulis Novy Khusnul Khitumah
Penyuluh BNNK Kuningan