KUNINGAN (MASS) – Aksi mahasiswa IMM Kuningan menggeruduk gedung legislatif pada Kamis (16/12/2021) siang, mengutarakan aspirasi dan kekecewaanya pada kenaikan tunjangan anggota DPRD disaat Kuningan miskin ekstrim.
Aksi yang sempat ricuh itu, dilanjutkan dengan dialog di ruang paripurna dewan. Perwakilan IMM, dari ketua Younggy Septhandika dan korlap Ahmad Irsyad, bergantian ‘menghakimi’ kebijakan yang dianggap ngaco itu.
Dengan kenaikan tunjangan itu, selain tidak pas secara etis dalam keadaan saat ini, juga dianggap pelemahan fungsi DPRD sebagai pengawas kinerja eksekutifz
Baik Younggy maupun Irsyad, menyebutkan legislatif hari ini hanya isi bukan internal. Itupun tidak selesai-selesai, seperti Pokir, pengajuan mundur anggota dewan, banyaknya ‘pemotongan dana’ di kalangan eksekutif, dan banyak lagi masalah lainnya yang dianggap, karena lemahnya fungsi kontroling dewan.
“Ya lemahnya pengawasan juga,” ujar Irsyad sembari menyebut contoh seperti dugaan porongan pkh, rutilahu dan kasus lainnya.
Menjawab tuntutan-tuntutan masa, Ketua DPRD Nuzul Rachdy (PDIP) ditemani Wakil Ketua H Dede Ismail (Gerindra) menjelaskan di depan hadapan mahasiswa di gedung dewan.
“Soal pengunduan diri, memang belum ada ke DPRD secara resmi, masih di taraf fraksi,” ujarnya menjawab tudingan.
Selanjutnya, Nuzul langsung menjabarkan pada hal yang sifatnya terbaru, kenaikan tunjangan DPRD. Menurut Zul, ada dua timbangan layak tidaknya kenaikan tunjangan.
“Pertama sesuai regulasi. Soal tunjangan itu, memang hak protokoler pimpinan dan anggota DPRD. Soal besarannya, merupakan hasil kajian apresial dari tim perguruan tinggi,” sebutnya.
Dikatakan Zul, legislatif berbeda dengan eksekutif. Legislatif punya ongkos politik yang panjang, punya konstituen yang harus dijaga dan terus dibantu selain disuarakan.
“Apakah dibenarkan, ya. Pemerintah, termasuk legislatif, harusnya disediakan rumah dinas, kendaraan dinas. Tapi karena tidak diberikan (belum sanggup), maka diberikan tunjangan,” sebut Zul.
Kemudian, soal etisc lanjut Zul, justru sudah seharusnya anggota DPRD tunjanganya dinaikan. Karena disaat masyarakat kesusahan, mereka datangnya ke anggota dewan.
Masyarakat, atau konstituen, saat datang berkeluh kesah entah untuk listrik, anak sakit, beras dan banyak kebutuhan datangnya ke anggota dewan. Dan itu, harua dibantu.
Karena bantuan itu tidak dianggarkan, maka dari tunjangan-tunjangan lain itulah (termasuk yang saat ini naik) bisa dialokasikan untuk ikut membantu masyarakat.
Selain yang terprogram, kata Zul, dibantu juga langsung dari legislatif ke konstituennya.
“Justru karena banyak keluh kesah, mereka datang ke anggota dewan, untuk listriklah, anak sakit, beras dan lain-lain,” imbuhnya.
Zul bahkan berkelakar serius, anggota dewan yang tidak ikut mensejahterakan masyarakat di dapilnya (kosntituen) tidak usah dipilih lagi di pemilu nanti.
Di akhir dialog, DPRD ‘dipaksa’ untuk komitment membantu masyarakat secara langsung.
Sebelum bubar, anggota legislatif ditodong penggalangan donasi secara langsung oleh mahasiswa. (eki)