KUNINGAN (MASS) – Kepala Diskopdagperin Kabupaten Kuningan U Kusama M Si menjelaskan pakaian bekas impor, thrifting, mulai marak di Indonesia.
Meski ada bea cukai masuk, lanjutnya, namun sesuai keputusan dan pertimbangan pemerintah, triftinh dianggap mengganggu produksi dalam negeri dan industri UMKM.
“Seperti yang diungkapkan oleh Pak Presiden Indonesia telah memperhatikan masalah ini dan menginstruksikan kepada seluruh jajaran untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal,” ujarnya.
Hal itu, kata U Kusmana, sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah sejak 2006 melalui undang-undang nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan. Bahkan, ada sanksi pidana soal hal tersebut sesuai dengan Pasal 102, Pasal 102A, dan Pasal 102B dari undang-undang tersebut.
“Selain itu, undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan juga mengatur tentang meningkatnya produksi dalam negeri dan pengembangan ekonomi rakyat, termasuk koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagai pilar utama,”sambungnya.
Selain aturan yang berlaku dan pasar lokal, impor pakaian bekas ilegal juga dianggap memiliki sisi negative bidang kesehatan dan ekologi. Ditemukan, bakteri E. coli, jamur kapang, dan khamir pada pakaian bekas.
“Limbah tekstil dari produk pakaian bekas impor yang tidak terjual mencapai 20-40% sehingga berdampak negatif pada lingkungan,” ujarnya.
Ia mengimbau kepada para pelaku usaha untuk tidak menjual pakaian bekas impor yang sudah dilarang oleh pemerintah. Meskipun, menurutnya keberadaan usaha tersebut di Kabupaten Kuningan sendiri tidak terlalu banyak.
“Himbauan ini dilakukan secara humanis terlebih dahulu sambil menunggu surat arahan dari Pemprov Jawa Barat soal tindakan tegas kepada para penjual baju bekas,” sebut Uu. (eki)