KUNINGAN (MASS) – Mantan ketua pansus DPRD Kuningan perihal Evaluasi Taman Nasional Gunung Ciremai, Dede Sembada mempertanyakan tindaklanjut dari rekomendasi yang telah dikeluarkannya dulu.
Menurut mantan wakil Bupati itu, dirinya merasa punya tanggung jawab moral sebagai orang yang terlibat dalam penyusunan rekomendasi pansus yang sudah disampaikan akhir tahun lalu.
Pertama, Desem sapaan akrab Dede Sembada, menerangkan perihal harus adanya Zona Tradisional di wilayah enclave (hamparan) TNGC.
“Untuk apa ? Agar memberikan akses kepada masyarakat ke sekitar hutan yang telah beraktivitas dan menanam pohon MPTS, bahkan jauh sebelum TNGC ada,” tuturnya, Kamis (10/2/2022) malam.
Tanaman MPTS sendiri, meliputi tanaman penghasil kayu dan non kayu (buah, getah dll yang bisa dimanfaatkan) seperti kopi, alpukat, pinus dan sebagainya. Dengan Zona Tradisional ini, memberikan akses legal kepada aktivitas masyarakat di kawasan sekitar.
Harus adanya zona tradisional ini, lanjut Desem, merupakan hal yang patut sebagai bentuk pelibatan pemda Kuningan dan masyarakat dalam pengelolaan TNGC kolaboratif.
Pengelolaan kolaboratif ini, jelas Desem, berdasarnya surat Dirjen s56 tanggal 26 Januari 2005, dimana pengelolaan TNGC itu kolaboratif.
“Karena TNGC itu beda dari taman nasional lainnya. Yang lain habitatnya asli, sedangkan di Kuningan itu ekosistemnya tidak asli, tadinya bekas hutan produksi terbatas dan hutan lindung,” paparnya membedakan pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai dan Taman Nasional lainjya.
Adapun perihal 14 titik yang berada di luar hamparan, exlave, diusulkan statusnya untuk keluar dari Taman Nasional. Ke-14 titik itulah, yang diusulkan sebagai Taman Hutan Raya (Tahura).
“Kaitan dengan zona tradisional, kami sebagai mantan anggota pansus, kami bertanya sudah sejauh mana progresnya ke TNGC, kan yang menyampaikannya TNGC,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kalaupun ada zona tradisional, tidak mengganggu ODTWA yang sudah ada. Pihaknya juga meminta pada Bupati, segera membentuk tim–tim untuk tindaklanjut rekomendasi pansus dalam rangka melakukan pengkajian-pengkajian.
“Kami akan mengawal terus masalah rekom pansus ini. Kami akan terus kawal, karena ini merupakan aspirasi masyarakat yang disampaikan 22 desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Taman Nasional,” tegasnya.
Di akhir, Desem juga menjawab kritik Perjanjian Kerjasama (PKS) yang dilontarkan pemerhati kebijakan sekaligus praktisi pariwisata, Abidin.
“Kami juga ingin meluruskan, steatment pak Abidin, berkaitan dengan PKS yang tidak ditandatangani dengan Bupati itu, karena PKS yang ada itu adalah tindaklanjut dari rekom pansus di poin pelibatan pemda dalam pengelolaan TNGC kolaboratif,” sanggahnya.
Substansi PKS sendiri, lanjut Desem, sedang dikaji oleh komisi 1, apakah diperlukan addendum (perubahan) atau tidak. Dan sampai sekarang masih dalam kajian. Jadi, bukan melangkahi bupati dan sebagainya seperti tuduhan yang dilayangkan.
“Adapun 14 titik yang di wilayah exlave kan belum ada keputusan. Lalu kepada TNGC juga, kami meminta sejauh mana usulan ini bisa dilakukan. Kan yang bisa mengusulkn adalah TNGC sendiri,” sebut Desem. (eki/deden)