Connect with us

Hi, what are you looking for?

Netizen Mass

Desa Wisata Indonesia Bangkitkan Ekonomi Nasional, Mampukah?


KUNINGAN (MASS) – Sektor pariwisata di masa pandemi Covid 19 ini kian diandalkan pemerintah dalam mengatasi perekonomian masyarakat. Seolah tidak ada lagi solusi lain, ditengah pandemi masih mewabah, sektor pariwisata mulai dibuka kembali. Hal ini direalisasikan salah satunya dalam bentuk pembukaan dan penganugrahan Desa Wisata. Pada Jum’at 30 April 2021, pemerintah melalui Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) atau Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) meluncurkan ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia. Ajang yang mengusung tema “Indonesia Bangkit” ini, diharapkan mampu mendorong semangat para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di desa wisata untuk kembali bangkit di masa pandemi. Hal ini diklaimnya akan mampu memutar roda ekonomi masyarakat lokal hingga nasional.

Kuningan, Kota kecil yang sudah lama digadang-gadang menjadi Kota tujuan wisata nasional, bahkan internasional pun turut mendaftarkan lima desanya, yaitu Desa Cikaso, Cibuntu, Manis Kidul, Paniis, dan Sukarapih dalam Ajang Desa Wisata Indonesia (ADWI) ini. Desa Cikaso sempat lulus dalam tahapan seleksi awal, membuat bangga pemerintahan setempat dan pemerintahan kabupaten. Meski terbilang pendatang baru, Desa Cikaso menjadi satu-satunya desa di Kabupaten Kuningan yang lolos terpilih dalam babak seleksi 300 besar. Bangga karena bisa bersaing secara nasional. “Tentu saja hal ini sejatinya menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Kuningan, khususnya masyarakat Desa Cikaso yang telah mengukir nama desanya di tingkat nasional,” demikian kata H. Ma’ruf sebagai salah satu pegiat wisata (Kuninganmass.com, 24/8/2021).

Menarik untuk diperhatikan, isu pariwisata yang terus diaruskan ini sangat efektif membius dan memberi harapan kepada masyarakat di tengah terpuruknya perekonomian akibat wabah pandemi. Adanya Ajang Desa Wisata Indonesia ini membuat masyarakat semangat memenuhi persyaratan ADWI. H. Ma’ruf pegiat pariwisata Desa Cikaso, termasuk kepala desa dan masyarakat Desa Cikaso sangat berharap pemerintah daerah mendukung pembangunan untuk kelengkapan fasilitas infrastuktur. H. Ma’ruf memandang bahwa sektor ini selain mampu menarik wisatawan, juga mampu membuka lapangan pekerjaan dan usaha ekonomi kreatif.

Aktivitas paling nampak di Kabupaten Kuningan menyambut ajang ini adalah masyarakat berbenah menata desanya, mengeksplor potensi alam yang diharapkan memiliki daya tarik, mengeksplorasi budaya, adat istiadat, makanan lokal, dan lain-lain. Pemerintah Kabupaten Kuningan juga meresmikan lembaga budaya, demi membangkitkan lagi budaya dan adat istiadat lama yang sudah dilupakan. Bahkan mendukung dan menghidupkan kembali budaya-budaya yang notabene bertentangan dengan aqidah Islam, dengan alasan melestarikan budaya.

Muncul pertanyaan, mampukah Ajang Desa Wisata indonesia ini membangkitkan perekonomian masyarakat, bahkan nasional?

Sepintas, Ajang Desa Wisata Indonesia ini memang bisa memutar roda ekonomi masyarakat. Beberapa UMKM bisa tercipta. Hanya dengan menjual kebiasaan atau adat istiadat lokal, masyarakat bisa mendapatkan uang, menjual makanan lokal, menyewakan home stay, menjual berbagai hasil kerajinan khas desa, jasa menyewakan tranportasi, dan lain-lain. Namun mampukah Desa Wisata di Kabupaten Kuningan ini bersaing dengan destinasi wisata nasional dan internasional di Indonesia? Bagaiman minat wisatawan sendiri?

Berdasarkan hasil riset internal Traveloka (9/3/2021), terkumpul data tentang kecenderungan para wisatawan di triwulan pertama di tahun 2021 hanya pada 3 destinasi yang paling diminati, yaitu Jakarta (30℅), Jogja (37℅), dan Bali (52℅). Destinasi yang diminati diantaranya, di Jakarta: Jakarta Aquarium dan Dunia Fantasi; di Yogyakarta: Kidzoona Hartono Mall, Candi Borobudur, dan Jogja Bay Waterpark. Adapun di Bali, berbagai hotel, villa, resort, hingga home stay di area Kuta, Seminyak, Nusa Dua, dan Ubud banyak dikunjungi. Sedangkan destinasi alam dan rekreasi yang diminati adalah Bali Zoo, Garuda Wisnu Kencana, Cultural Park, Waterboom Bali, Toya Devasya Hot Spring Waterpark, dan Reborn Signature Wellness Spa Dewi Sri Bali Massage Treatments.

Hal ini menunjukkan bahwa destinasi wisata yang paling diburu adalah destinasi berkelas internasional, baik itu alam ataupun buatan hasil tangan-tangan profesional yang berbiaya tinggi. Destinasi wisata yang hanya mampu dikelola oleh para pengusaha dan pemilik modal kelas atas, ataupun perusahaan-perusahaan besar. Dan ini mengundang investasi dari para pemilik modal besar untuk menanamkan modalnya di sektor pariwisata ini, bukan masyarakat kelas menengah, apalagi masyarakat kelas bawah. Selanjutnya keuntungan di sektor pariwisata pun dikeruk oleh para pengusaha/pemilik modal dan perusahaan2 besar ini. Sedangkan rakyat hanya gigit jari, tak mampu bersaing.Jika demikian bisakah desa wisata mampu bersaing apalagi hingga ke tingkat dunia.

Alih-alih mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat kelas bawah, yang terjadi dampak munculnya berbagai pariwisata yang negatif dan berbahaya, seperti masuknya budaya asing yang hedon dan bebas, suburnya kemaksiatan, budaya minum-minuman keras, bahkan subutnya kesyirikan, dan lain-lain.

Isu wisata sejatinya adalah pengalihan tumpuan ekonomi masyarakat dari distribusi merata kekayaan alam atau barang dan jasa beralih ke kemandirian masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhannya untuk mewujudkan kesejahteraan nya. Artinya masyarakat dibiarkan mandiri di dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Negara lepas tangan darinya. Aspek distribusi sumber daya alam ditiadakan. Senyatanya sumberdaya alam diserahkan pada para pemilik modal.

Hal ini semakin mengkonfirmasi bahwa sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem kapitalis sekuler. Sistem yang berjalan di atas paradigma kebebasan. Sistem ini melahirkan sistem ekonomi kapitalis liberal.

Sistem ekonomi kapitalis menetapkan bahwa kemajuan ekonomi adalah bertambahnya barang dan jasa. Sehingga orientasinya hanya pada pertambahan barang dan jasa, melalui aspek produksi. Sumber daya alam yang melimpah hanya dieksplorasi demi menambah barang dan jasa. Sementara produksinya berbiaya tinggi, maka yang bemodalkan besar saja lah yang akan menagani berbagai proyeknya.

Semua barang dan jasa yang dihasilkan akan menjadi barang konsumsi masyarakat melalui aktivitas pembelian. Pembelian tentu saja terhadap semua barang yang dibutuhkan, tidak membedakan apakah barang tersebut sejatinya milik masyarakat, seperti air, gas, bahan bakar minyak, listrik, dan lain-lain, maupun barang yang sifatnya termasuk kepemilikian individu, seperti makanan, pakaian, dan lain-lain. Termasuk juga jasa, masyarakat harus membelinya meski jasa tersebut adalah hak masyarakat, seperti jasa kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lain-lain.

Akibatnya akan dihadapkan pada persoalan daya beli masyarakat. Disinilah pelaku ekonomi kapitalis akan membahas dan menempuh cara bagaimana bisa mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat. Kemandirian ekonomi, ekonomi berbasis desa, sampai isu pariwisata, adalah solusi yang ditempuh mereka. Walhasil bisa disimpulkan bahwa masyarakat dalam sistem pemerintahan kapitalis sekuler adalah konsumen, bukan pihak yang harus dilayani.

Hal ini sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Islam menetapkan bahwa rakyat adalah tanggung jawab negara. Rakyat harus mendapat pengayoman dan perlindungan dari negara.

Negara dalam menjalankan amanahnya dalam mengayomi rakyat, akan terus berupaya mengurusinya. Negara akan mengelola sumberdaya alam yang sejatinya milik umat untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat. Negara akan mengelola berbagai tambang, air, bahan bakar minyak, listrik, hanya semata untuk kemaslahatan masyarakat. Negara tidak akan memberikannya kepada pihak swasta. Negara akan memenuhi jasa pelayanan yang menjadi hak umat, seperti jasa kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lain-lain.

Dalam hal berkegiatan ekonominya, rakyat akan diberi berbagai kemudahan dan disupport. Masyarakat akan diberi kemudahan untuk mengakses kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya. Nafkah yang dicarinya hanya untuk pembelajaran kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya pribadi. Nafkah yang dicarinya tidak dibebankan untuk pemhiayaan kesehatan, keamanan, penerapan, dan lain-lain, yang sifatnya kebutuhan kolektif masyarakat.
Walhasil kesejahteraan masyarakat secara riil bisa mewujud.

Wallahu a’lam bishshawab.

Penulis : Fathimah Salma
(Pengelola Home Schooling Mandiri)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement
Exit mobile version