KUNINGAN (MASS) – Pernyataan Ketua DPRD Nuzul Rachdy SE soal “buntunya” parlemen mendapat bantahan dari Wakil Ketua DPRD H Dede Ismail SIP. Ia menyayangkan, obrolan antara staf DPRD Kuningan dengan staf Dirjen Otda Kemendagri, malah dijadikan fatwa hukum.
“Apalagi sekarang sudah diagendakan rapat paripurna nanti pada hari Senin. Kok paripurna tanpa rapat pimpinan atau rapat pimpinan dengan semua fraksi,” ketus Deis kepada kuninganmass.com, Sabtu (2/11/2019).
Ia menegaskan, surat resmi dari Dirjen Otda belum diterima. Adapun notulensi konsultasi staf dewan hanya sekadar obrolan biasa yang kemudian diketik.
“Kami ini tidak mempersulit. Balasan surat resmi dari Dirjen Otda kan belum diterima. Ya tunggu dulu. Obrolan biasa tidak resmi kan tidak bisa dijadikan dasar hukum. Sabar tunggu dulu balasan,” imbuhnya.
Politisi Gerindra ini mengatakan, dinamika yang terjadi merupakan sesuatu yang wajar dalam politik. Jangan sampai ada pemaksaan kehendak yang nanti berujung pada gagalnya paripurna.
“Mekanismenya paripurna itu hasil musyawarah pimpinan dewan, atau dengan pimpinan fraksi juga. Karena Badan Musyawarah (Banmus) kan belum terbentuk. Kalau memang mau ngotot paripurna silakan kalau kuorum, kita tak akan ikut ambil bagian,” tandas Deis.
Masalah pembahasan RAPBD 2020, menurut dia tidak masalah. Jika surat balasan dari Dirjen Otda Kemendagri diterima maka bisa dilaksanakan tepat waktu. Sebab kerangka APBD dalam nota pengantar bupati sudah dipegang masing-masing fraksi dan anggota.
“Sudah paham bagaimana membahas RAPBD. Apalagi banyak incumbent yang hafal gimana pembahasan yang tidak serumit yang dibayangkan. Tinggal dikritisi jika ada yang kurang tepat, kemudian diselaraskan. Kan berkasnya sudah dipegang masing-masing,” ungkapnya.
Untuk kekhawatiran waktu terpotong agenda orientasi atau bimtek anggota, Deis pun berkeyakinan dapat diatasi. Sebab orientasi dibagi 2 gelombang yang mana gelombang 1 diikuti oleh para pimpinan dewan dan fraksi yang masuk badan anggaran.
“Sepulang bimtek, bisa langsung membahasnya. Gak ada masalah saya kira,” ucapnya.
Ia melanjutkan, dinamika politik perlu adanya kompromi yang tidak saling menyandera, tidak merasa kuat dan besar. Sebaliknya mesti ada kebersamaan. Sebab tujuannya sama ingin berbuat yang terbaik untuk Kabupaten Kuningan dan menyejahterakan masarakat Kuningan.
“Temen-temen sebelah juga seperti itu. Jadi berpegang teguh pada hasil konsultasi resmi, bukan merujuk pada hasil obrolan tak resmi antara kasubag dewan kuningan dan kasubdit Dirjet Otda,” pintanya.
Dalam kesempatan itu, Deis juga ditanya soal keluarnya anggota dari NasDem dari F-PDIP lewat waktu satu bulan paska pelantikan, dan telah berjalannya Pansus Tata Tertib hingga sudah melaksanakan kunjungan kerja ke Pekalongan.
“Saya berpandangan, sebelum diumumkan oleh pimpinan DPRD dan Tata Tertib pun belum disahkan, itu belum resmi. Adapun soal pembahasan pansus yang merupakan utusan fraksi, kan sudah klir, cuma terkesan memaksakan,” tuturnya.
Yang mesti legal itu, jelas Deis, adalah tata tertib dewan. Sedangkan keberadan pansus itu merupakan utusan fraksi-fraksi, terlebih dari F-PDIP tidak mendudukkan anggota NasDem di pansus.
“Jadi apa korelasinya? Kalau memang dianggap sudah menggunakan uang rakyat, gak masalah kita siap mengembalikan kok demi integritas sebuah kebenaran. Saya tegaskan lagi, dinamika politik yang terjadi dapat selesai dengan kompromi yang sama-sama bijak. Kita harus hargai sikap politik,” tegasnya.
Adapun motif lain, Deis menandaskan tidak ada. Pihaknya pun tidak mau menyandera APBD yang penting proses berjalan sesuai regulasi. Jika obrolan tak resmi dijadikan fatwa hukum untuk merubah persepsi, menurut dia, tidak baik.
“Mudah-mudahan Senin besok juga ada surat balasannya dari Dirjen Otda. Beres kan. Jangan sampai menggelar paripurna tanpa musyawarah pimpinan dewan atau dengan pimpinan fraksi. Itu terkesan memaksakan,” pungkasnya. (deden)