KUNINGAN (MASS) – Data partisipasi masyarakat dalam pemilu di Indonesia, dari pemilu ke pemilu menunjukan tren menurun. Ini diungkapkan Dekan Fakultas Hukum Uniku, Haris Budiman SH MH MM saat jadi pembicara sosialisasi pengawasan dan penindakan pelanggaran pilkada di Hotel Montana, Kamis (23/8/2018).
Dalam mengawali materinya ia menunjukan tabel angka partisipasi masyarakat sejak pemilu 1955 silam di Indonesia. Ternyata dulu, persentase partisipasi masyarakat mencapai lebih dari 90 persen. Angka ini mulai merosot sejak pemilu 2004 hingga 2014.
Pada Pilkada 2018 baik pilihan gubernur maupun pilihan bupati, meski lebih tinggi dari pilkada sebelumnya, namun masih diangka 71 persen. Pilgub Jabar sebesar 71,43 persen sedangkan Pilbup Kuningan 71,40 persen.
Cenderung turunnya partisipasi masyarakat, Haris menyebutkan, setidaknya ada 4 alasan. Diantaranya, kejenuhan masyarakat terhadap Pemilu, kepercayaan rendah atau ada kekecewaan terhadap penyelenggara atau peserta pemilu, tingkat kesadaran masyarakat rendah, serta kurang informasi dan sosialisasi.
“Faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat itu, saya kelompokan jadi 2. Faktor pendukung dan penghambat,” sebut mantan panwaslu tempo dulu itu.
Faktor pendukung, imbuhnya, mencakup pendidikan politik, kesadaran politik dan sosialisasi. Sedangkan factor penghambat, meliputi sikap apatis atau masa bodoh, sinisme atau perasan negative thinking, alienasi atau perasaan terasing dan anomie (perasaan bahwa nagara tidak adil, sehingga tidak ada kepentingan untuk bertindak).
“Upaya yang bisa dilakukan antara lain, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya pemilu, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang program, tahapan, jadwal, serta hasil pemilu,” serunya.
Upaya lainnya, tambah Haris, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan dalam tahapan pemilu dan penggunaan hak pilihnya. Satu lagi peningkatan kinerja penyelenggara pemilu. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan strategi publikasi, komunikasi dan mobilisasi. (deden)