KUNINGAN (MASS) – Mungkin tidak banyak yang tahu, hanya dari limbah-limbah kayu yang biasanya dibuang/dibakar begitu saja, bisa menghasilkan usaha dengan potensi omset bulanan sampai milyaran.
Hal itulah yang dalam waktu dekat kemarin, sudah hampir didapatkan salah satu UMKM pondok pesantren asal Kecamatan Hantara, Al-Furqon.
Pondok Pesantren Al furqon sendiri, memiliki usaha ‘Family Cuka Kayu Pupuk dan Pestisida Organik’. Baru-baru ini, pondok yang terletak di Desa Bunigeulis Kecamatan Hantara ini dinobatkan sebagai salah satu pemenang program OPOP (One Pesantren One Product) Provinsi Jawa Barat, dan dilibatkan dalam temu bisnis antara pesantren dan para pengusaha/calon pembeli.
Dari limbah kayu ini, selain diolah menjadi cuka kayu, juga diolah menjadi briket arang. Peluang itu juga dimanfaatkan Ponpes Al Furqon.
Pengolahan limbah kayu itu, hampir tak menyisakan limbah produksi. Asapnya terkondensasi jadi pupuk, dan arang pembakaran kayunya diolah jadi briket arang yang bernilai jual.
Pemaparan dan cerita tadi, disampaikan langsung Ketua Bidang Usaha pondok H Ero Laswara ST MM kepada kuninganmass.com dan Dinas UMKM Perdagangan dan Perindustrian Kuningan, saat datang ke tempat produksi usaha Ponpes Al Furqon Hantara, Jumat (24/12/2021) pagi.
“Pas temu bisnis itu, kita ditawarin permintaan barang yang kalo dihitung itu mencapai transaksi 1,864 M (Satu Milyar Delapan Ratus Enam Puluh Empat Juta). Tapi Karena kondisi produksi kita belum memungkinkan (belum mencapai target produksi) kita ambil yang 20 juta untuk produk pupuk, dan 1 ton untuk briket arang (perbulannya),” ujar Ero kala diwawancara.
Untuk cuka kayu yang diproduksi pondok, lanjut Ero, tersedia grade 2 dan grade 3. Fungsinya untuk pupuk dan pengawet bahan bangunan. Cuka kayu sendiri, ternyata dibuat dengan cara sederhana dan dari ide yang sangat dekat dari kebutuhan serta kebiasaan masyarakat.
Pembuatan cuka sendiri, ditunjukan prosesnya oleh Ero, mulai dari pembakaran limbah kayu dalam drum yang ditutup rapat dan hanya menyisakan lubang pipa besi untuk mengalirkan asap. Pipa tersebut, sengaja dilewatkan drum lainnya yang berisi air dengan tujuan pendinginan (kondensasi). Asap yang didinginkan itulah, yang kemudian merubah asap berubah menjadi cairan cuka kayu yang bisa digunakan sebagai pupuk. Untuk Pestisida Organik Cair, biasanya cuka ditambahkan lagi formula khusus.
“Idenya dari petani di kampung yang suka bakar sampah di dekat sawah, katanya untuk mengusir hama. Intinya itu kan asap yang lewat ke tanaman, hama jadi kabur. Kenapa gak disemprot aja sekalian? jadi kan asapnya (yang sudah jadi cairan) nempel ke tanaman dan hama gak balik lagi. Jadi awalnya ya kebutuhan petani” jelasnya.
Sedangkan untuk briket arang, lanjutnya, juga terbilang sederhana. Pembakaran sisa kayu atau batok untuk menghasilkan cuka itu tinggal diambil dan dibuat bubuk seperti tepung. Setelah itu, dicampur perekat khusus dan dipress lalu dicetak agar ukurannya sesuai dan rapih. Setelah dikeringkan, briket kayu bisa langsung dipakai atau di-pack untuk dijual. Briket arang, biasanya dipakai untuk pembakaran seperti sate atau pemanggangan lainnya.
“Awalnya cuman satu bangunan dengan dua alat pembakaran, setelah mengikuti OPOP, alhamdulillah jadi lebih luas dan alat juga nambah. Kita juga lagi bikin tempat pembakaran dengan kapasitas yang lebih luas, bisa 15 kali lipat dari drum yang kita pake sekarang,” ujarnya menceritakan usaha pondok yang berdiri sejak tahun 2018 itu.
Untuk saat ini, dari tiga drum alat pembakaran dan kondensasi itu, baru bisa mencapai produksi 60 liter perhari. Tingkat produksi itu, kata Ero, kadang membuat pihaknya keteteran saat permintaan sudah banyak, apalagi setelah temu bisnis OPOP bebebrapa waktu lalu. Karena itulah, hadiah dari juara OPOP kemarin, sudah dicanangkannya untuk pembuatan tempat pembakaran dan mesin press untuk briket.
Di Kuningan sendiri, pembuatan cuka kayu berbasis usaha pondok ini cukup baru. Selain untuk pondok, Ero juga mengatakan ada peranan untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Bahkan, ada juga warga yang memilih produksi sendiri di rumah, dan hasilnya dikumpulkan ke pondok untuk dijual.
Untuk bahan sendiri, di Kecamatan Hantara cukup banyak dan berlimpah. Ero mengaku, sekitar radius 5 km saja dari tempat produksi, ada 6 panglong kayu. Dan jika dihitung dalam satu hari saja, lanjutnya, dari limbah kayu panglong itu bisa memproduksi sampai 1000 liter cuka kayu.
“Jadi untuk pengembangan kedepan, bahan baku aman,” imbuhnya.
Saat ini, kata Ero, pihaknya belum memiliki tim marketing khusus. Meski begitu, karena penggunaanya yang ramah lingkungan, lalu kualitas dan khasiatnya terasa, banyak penyuluh pertanian yang menggunakan produknya untuk edukasi ke masyarakat. Tercatat ada 205 penyuluh pertanian yang menggunakan produknya untuk edukasi, dan turut jadi menjualkan produknya.
“Untuk POC kita jual Rp50ribu perbotolnya, kalo cuka murni Rp30ribu. Dibanding produk yang beredar, kita coba kasih harga seminimal mungkin untuk masyarakat,” ucapnya.
Hingga saat ini, penjualan produk dalam hitungan harinya memang tidak pasti persisnya. Tapi, lanjut Ero, pihaknya sampai tidak bisa stok, karena biasanya ada terus permintaan yang langsung dibuat dan langsung dikirim.
Saat ini pemasarannya pun bukan hanya lokal. Di Kuningan saja, selain Kecamatan Hantara, permintaan datang dari Darma dan Ciawigebang. Selain dari Kuningan, permintaan juga datang dari luar kota seperti Garut, Indramayu, Brebes dan bahkan Subang dari hasil temu bisnis OPOP beberapa waktu lalu.
Selain bisnis cuka kayu dan pestisida organik serta briket arang, di tempat produksi usaha yang berlokasi sekitar 500 meter dari pondok itu juga ada tempat pembibitan ikan mas. Itu juga jadi bagian usaha pondok yang biasanya disuplai ke Waduk Darma.
Selain itu, untuk menggenjot UMKM masyarakat sekitar, masih di lokasi yang sama, rencananya akan dibangun juga gallery UMKM se-kecamatan.
“Sempet ngobrol juga sama pak Kadiskopdagperin (U Kusmana S Sos M Si), disini pengen dibangun semacam Gallery UMKM se-Kecamatan Hantara. Jadi bisa sama-sama maju kan. Mungkin nanti ada perluasan bangunan,” ujarnya menyebut rencana kedepan. (eki/deden)