KUNINGAN (MASS) – Viralnya Jodi, bocah kelas 1 SDN Margabakti Kecamatan Kadugede, ternyata berefek kemana-mana. Selain nyentil ke program rutilahu, kasus itu pun merembet kepada dana CSR yang disalurkan selama ini.
“Di Kuningan ini sudah ada regulasi yang mengatur CSR atau TSP (Tanggungjawab Sosial Perusahaan). Tujuannya untuk warga yang kayak Jodi ini, atau bahkan mungkin banyak Jodi-Jodi lainnya,” kata H Mulyana Latif, sekretaris Pekat IB Kuningan, Rabu (31/7/2019).
Sebagai orang yang mengikuti proses pembentukan Perda CSR, Nana mengetahui ada Tim TSP yang menghimpun dana dari tiap perusahaan. Salah satunya Bank BJB. BJB, sambung dia, yang menyalurkan dananya atas keputusan Tim TSP.
“Kalau dari pemdanya, ada Asda 2 yang bertanggungjawab atas penyaluran dana TSP tersebut,” sebut dia yang juga duduk sebagai ketua Majelis Jalsatul Khairat 7 Kabupaten Kuningan itu.
Sejauh pengamatannya, Nana melihat dana TSP lebih digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang tidak urgen alias tidak bermanfaat untuk masyarakat. Terbukti dengan mencuatnya kasus Jodi.
“Ada laporan berkala gak sih, dari setiap pendapatan dan pengeluaran dana TSP? Yang saya baca dimedia justru dana CSR digunakan untuk membangun Tugu Kuningan Bangkit. Masyarakat yang lapar kan tidak kenyang dengan melihat tugu,” rungutnya.
Nana juga mendengar sebagian dana TDL (Tour De Linggarjati) bersumber dari dana CSR. Menurut dia, tidak begitu bermanfaat bagi masyarakat. Sebab tujuan dana CSR tersebut seharusnya menyentuh masyarakat secara langsung.
Dirinya belum melihat ledakan wisatawan luar negeri bahkan jarang melihat pula dari luar pulau. Yang terlihat hanya wisatawan lokal dari wilayah III Cirebon saja. Padahal TDL sudah digelar empat kali dengan biaya yang tidak sedikit.
“Jadi mestinya dana CSR bukan untuk euphoria atau kepentingan seremonial saja. Kalau memang mau begitu, sudah saja regulasinya dicabut. Kembalikan lagi kewenangan penyaluran dana CSR ke setiap perusahaan, tinggal pemerintah ngasih masukan lokasi atau siapa saja yang harus dibantu,” sarannya.
Kalau perda dipertahankan, Nana memastikan, yang namanya regulasi itu berkonsekuensi hukum. Tentu aparat penegak hukum, baik tipidsus maupun tipikor dapat bergerak menanyakan dan memeriksa penyaluran dana tersebut. (deden)