KUNINGAN (MASS) – Di balik hamparan hijau pegunungan Kuningan, Desa Windusari Kecamatan Nusaherang, Kamis (25/9/2025), menyimpan cerita tentang semangat kebersamaan. Di tanah bengkok desa, kerja keras petani, dukungan pemerintah, dan gagasan kreatif BUMDes berpadu menjadi sebuah kisah nyata. Panen perdana jagung. Bukan sekadar hasil bumi, panen itu merupakan simbol harapan baru tentang ketahanan pangan, kemandirian desa, dan cita-cita untuk menjadikan pertanian sebagai sumber kesejahteraan yang berkelanjutan.
Acara sederhana namun sarat makna tersebut mempertemukan pemerintah daerah, akademisi, komunitas, hingga para petani yang menjadi ujung tombak keberhasilan program ketahanan pangan desa.
Sejumlah tokoh hadir memberikan dukungan, di antaranya Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kuningan Sri Lailasari, Pj Sekda Kuningan Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., Kapolsek Nusaherang W. Rukwili, Camat Nusaherang Neneng Nurlaela Sari, S.STP., M.Si., hingga perwakilan UPTD dan BRMP. Tak ketinggalan mahasiswa PPL, komunitas Jabar Hejo, serta masyarakat desa yang turut meramaikan suasana.
Kepala Desa Windusari, Kodiman, menyampaikan rasa syukurnya atas kerja sama berbagai pihak. Menurutnya, program B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang kini hadir di Windusari merupakan bukti nyata bahwa desa mampu menjadi motor penggerak ekonomi lokal.
“Panen ini adalah bentuk keterbukaan BUMDes kepada masyarakat. Kami ingin BUMDes menjadi sumber penghasilan sekaligus wadah untuk menggerakkan ekonomi desa,” ujar Kodiman penuh optimisme.
Lebih jauh, ia mengungkapkan rencana pengembangan lahan jagung menjadi destinasi agrowisata berbasis tumpang sari, yakni mengombinasikan jagung dengan tanaman buah naga.
“Alhamdulillah, hasil panen kali ini sangat memuaskan. Kami hanya berharap infrastruktur jalan usaha tani bisa diperhatikan pemerintah, supaya hasil panen ke depan lebih mudah terdistribusi,” tambahnya.
Pj Sekda Kuningan Dr. Wahyu Hidayah
Pada kesempatan itu, Pj Sekda Kuningan Dr. Wahyu Hidayah menekankan, sektor pertanian merupakan pilar penting dalam pembangunan nasional. Ia mengingatkan, ketahanan pangan bukan sekadar program, melainkan fondasi kemandirian bangsa.
“Sektor pertanian adalah sektor unggulan dan prioritas nasional. Ketahanan pangan adalah tulang punggung kemerdekaan sesungguhnya,” tegas Wahyu dalam sambutannya.
Wahyu juga memaparkan strategi pembangunan berbasis heptahelix, yang melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, komunitas, pelaku usaha, investor, hingga diaspora Kuningan di perantauan. Konsep itu, menurutnya, menjadi kunci agar desa-desa seperti Windusari terus tumbuh dan berdaya.
“BUMDes bukan hanya lembaga ekonomi, melainkan motor penggerak pembangunan desa. Panen hari ini adalah bukti bahwa kolaborasi lintas sektor bisa melahirkan ketahanan pangan yang kokoh,” ujarnya.
Panen perdana jagung di Windusari bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju desa mandiri. Ia menutup sambutannya dengan sebuah pesan penuh makna, “Menanam adalah doa, panen adalah berkah. Siapa yang menanam dengan cinta, akan menuai kesejahteraan.” (argi)