KUNINGAN (MASS) – Warga masyarakat Desa Cilayung, Kecamatan Ciwaru nampak mendatangi gedung DPRD Kuningan, Jumat (16/5/2025) siang. Mereka meminta kejelasan soal lahan yang mereka tempati saat ini. Yang mana, awalnya tanah milik warga berada di Blok Cimeong dan direlokasi ke tanah Perhutani yang sekarang bernama Dusun Mekarmulya, dan ternyata secara geografis justru masuk Desa Citikur.
Dadang Dani Iskandar, selaku tokoh masyarakat Dusun Mekarmulya mengakui bahwa secara kewilayahan lahan itu memang masuk ke wilayah Desa Citikur. Namun kata Dadang, melihat asal usulnya warga Dusun Mekarmulya itu, adalah masyarakat yang tanahnya direlokasi ke tanah Perhutani.
“Sebenarnya saya juga emang sudah faham lah. Wilayah itu masuk ke wilayah Citikur. Cuma kita itu mempertahankan karena asal usul awal mulanya kita pindah ke Dusun Mekarmulya itu awalnya dari bencana alam. Terus dipindahkan pada tahun 1980 itu dengan dasar tukar guling. Yang ditempati itu kan kehutanan sementara tanah kita yang di Blok Cimeong itu adalah tanah hak milik. Pertukaran itu dari 9 hektar dari warga dan dapat dari Perhutani itu dapet 6 hektar. Jadi 1 berbanding 1,5,” ujarnya.
Ia menjelaskan, datangnya masyarakat ke gedung dewan itu lantaran ingin ada kejelasan dari pemerintah. Karena dulunya mempunyai tanah hak milik tapi sekarang masyarakat berada di tanah yang belum jelas statusnya.
“Sampai saat ini kami masyarakat itu menuntut supaya ada kejelasan supaya maunya tanah itu disertifikatkan. Karena saya kasian ke anak cucu generasi yang akan datang bagaimana status tanah. Kita diam disitu bagaikan istilahnya kalau kendaraan mah kendaraan bodong, karena punya tanah yang tidak bersertifikat,” lanjutnya.
Yang sangat disayangkan oleh Dadang, tanah yang ditempati oleh warga dusun Mekarmulya itu masih bersertifikat Perhutani. Jadi, aku Dadang, tidak bisa disertifikatkan. Saat ini, lanjutnya, masyarakat berharap wilayah tersebut harus tetap di wilayah Cilayung dan tanah yang ditempatinya bisa disertifikatkan menjadi hak milik masyarakat.
“Harapan kita masyarakat, pertama merubah perda, kedua supaya tanah bisa disertifikatkan dan ketiga kami mengatas namakan masyarakat pengen tetap tinggal di Desa Cilayung,” pungkasnya.
Wilayah tersebut ditempati sekitar sebanyak 100 KK yang hidup di wilayah tersebut. Warga dusun Mekarmulya keukeuh ingin wilayah itu masuk ke Desa Cilayung. Sedang audiesi belum ada keputusan yang jelas.
Di sisi lain, Kepala Desa Citikur R Asep Saputra, menjelaskan bahwa adanya aksi masyarakat ke gedung dewan itu adalah hal yang wajar karena berangkat dari aspirasi masyarakat.
“Kalo menurut saya itu wajar-wajar saja karena aspirasi masyarakat. Tapi dengan adanya hasil dari audiensi tadi yang berpatokan pada aturan Perda yang sudah ditentukan, ya itu kami merasa senang dan merasa puas. Cuma ketika audiensi merubah tentang masalah perda ataupun perbup. Ya kami pun dari pihak Citikur sebaliknya ingin mengadakan audien balik,” ucapnya.
Secara di lapangan, kata Asep, kondisinya itu aman dan nyaman saja. Namun ia mengakui, masyarakat sering mempertanyakan tanah yang ditempati itu masuk wilayah mana.
“Sebenarnya kalo di lapangan aman dan nyaman tidak ada apa-apa, cuma yang menjadikan satu kendala di mata masyarakat itu, ini tanah milik siapa milik siapa? Nah sekarang sudah dijelaskan bahwa itu milik Citikur. Ya otomatis harus berbalik ke Citikur geografis di Citikur. Walaupun KTP-nya di Cilayung,” paparnya.
R Asep berharap permasalahan tersebut bisa perlahan dipahami oleh masyarakat. Ia yakin kalaupun sampai ada gejolak, hanya karena ada provokasi di dalamnya. Ia mempersilahkan, mau masuk ke wilayah manapun sama saja.
“Mungkin itu nanti, dengan perlahan masyarakat harus memahami aturan, karena ini provokasi lah masyarakat itu. Karena saya juga sudah sering di lapangan. Yang penting kata saya mah siapa aja yang menyertifikatkan, kesana sama dan kesini juga sama itu aja,” tutupnya. (rzl/mgg)