Connect with us

Hi, what are you looking for?

Netizen Mass

Childfree, Mengikis Fitrah Muslimah

KUNINGAN (MASS) – Fenomena childfree di Indonesia semakin menarik perhatian, khususnya keputusan perempuan untuk tidak memiliki anak. Berdasarkan data BPS terbaru, ada sekitar 72 ribu atau 8,2% perempuan Indonesia usia 15-49 tahun memilih tidak memiliki anak. Alasan mereka memilih childfree dipengaruhi berbagai penyebab, salah satunya faktor ekonomi. (www.rri.co.id/17-Nov-24)

Secara ide, childfree lahir dari ide feminisme yang berasal dari barat untuk penyetaraan gender. Barat menarasikan bahwa ide kesetaraan gender adalah ide yang sangat penting bagi kaum perempuan. Perempuan muda diharuskan untuk menjadi produktif dan tidak terkurung dalam tugas domestik yang tidak berbayar.

Produktif yang dimaksud yaitu ketika perempuan bekerja sehingga mampu menambah pendapatan dan mengurangi kemiskinan, bahkan meningkatkan pendapatan negara. Narasi ini digunakan oleh barat untuk menggiring perempuan, termasuk muslimah untuk berlomba-lomba berjuang memperdayakan diri dalam dunia kerja. Tujuannya, agar perempuan bisa mandiri secara finansial tanpa adanya ketergantungan kepada laki-laki.

Narasi ini bisa memicu seorang perempuan untuk memilih childfree karena menganggap anak sebagai hambatan dalam berkarir. Atas nama kesetaraan gender pula, hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) muncul. Implikasi dari hal ini ialah kendali perempuan atas tubuhnya. Dengan adanya gagasan HKSR ini membuat perempuan menjadi bebas secara mandiri untuk menentukan dengan siapa ia melakukan aktivitas seksual, kapan ia memutuskan untuk mau menikah, juga menentukan pilihannya untuk memiliki anak atau childfree.

Akar Masalah

Ide childfree ini semakin terasa seolah-olah telah menjadi solusi karena masyarakat sedang dihadapkan langsung dengan pedihnya kehidupan yang diatur oleh sistem Kapitalisme. Sistem Kapitalisme juga berasal dari barat. Sistem ini membuat kehidupan masyarakat diliputi ketidakpastian, terutama ekonomi. Pasalnya, sistem kapitalisme melegalkan kebebasan kepemilikan. Kebebasan ini membuat kesenjangan sosial semakin mengerikan, hingga kemiskinan struktural.

Akhirnya, kesulitan hidup yang ada dalan sistem kapitalisme ini semakin mendorong perempuan memilih childfree karena tidak ada jaminan hidup. Apalagi kehidupan yang dibentuk oleh sistem Kapitalisme adalah kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sebagaimana aqidah yang diemban oleh Kapitalisme itu sendiri.

Akibatnya, masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat liberal yang melepaskan diri dari hukum syariat. Sehingga suasana khawatir atas rezeki, tidak percaya pada konsep rezeki, tidak mau direpotkan dengan mengurus anak, serta menganggap anak sebagai beban menjadi suatu hal yang wajar dijadikan alasan untuk mengambil ide childfree bagi masyarakat liberal ini.

Umat islam, khususnya muslimah seharusnya menolak ide childfree ini. Pasalnya, ide ini muncul dari feminisme yang dengan jelas dipelihara oleh sistem kehidupan Sekularisme Kapitalisme. Childfree jelas bertentangan dengan akidah Islam juga fitrah muslimah. Oleh karena itu, tidak layak seorang muslimah ikut mengkampanyekan ide childfree.

Pandangan Islam

Islam memandang perempuan sebagai makhluk mulia dan memiliki peran strategis. Dari rahim merekalah lahir generasi dan mendidiknya agar menjadi orang-orang yang bertaqwa. Tugas ini sangat berat, karena itu ada syariat khusus yang diberikan kepada perempuan agar mereka bisa optimal dalam mengerjakan kewajiban yang telah Allah SWT terangkan, yaitu sebagai al-Umm Wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula. Islam memberi motivasi bahwa dalam setiap kepayahan selama proses mengandung dan melahirkan, serta proses hadhanah (pengasuhan) generasi terdapat pahala terbaik dari Allah SWT.

Anak bukanlah beban, melainkan dianggap sebagai amanah yang bisa menjadi ladang pahala bagi orang tua. Motivasi ini akan membuat para ibu ikhlas, ridho, dan bersabar dalam mendidik anak-anak mereka.

Dalam Islam, perempuan terbebas dari tanggung jawab nafkah. Justru, syariah menetapkan nafkah perempuan ditanggung oleh suaminya, ayahnya, atau walinya. Ketentuan ini dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 233, QS. At-Talaq: 7, dan QS. Saba’: 39. Agar syariat ini berjalan dengan optimal, negara Islam akan menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi setiap laki-laki.

Dengan demikian, laki-laki bisa memenuhi nafkah istri dan anak-anaknya dengan cara yang ma’ruf. Disisi lain, kebutuhan publik yang mendasar seperti pendidikan juga kesehatan, akan difasilitasi oleh negara secara gratis dan berkualitas bagi warga negaranya.

Pelaksanaan syariat ini akan mampu menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga para ibu tidak perlu khawatir terhadap kondisi ekonomi keluarga.

Dengan demikian, hanya dalam sistem Islam yang mampu memberikan solusi hakiki yang dibutuhkan kaum perempuan saat ini, dimana fitrah perempuan sebagai ibu peradaban tetap terjaga.

Wallaahu’alaam.

Lia Marselia
Aktivis Muslimah

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement
Exit mobile version