Connect with us

Hi, what are you looking for?

Netizen Mass

Cerpen: Sesak

Oleh : El-huda

Tak pernah aku sesesak ini. Melihat dua mempelai terpajang di singgasananya. Berdua menyalami tamu dengan ramah tamah. Banyak orang sengaja datang, lalu bergantian meminta foto pada raja dan ratu sehari.

Bukan. Bukan karena aku cemburu padamu. Itu hanya irisan kecil dari kekecewaanku padamu. Kekecewaan pada janji yang kita buat berdua. Kekecewaan pada kelemahan kita untuk saling mempertahankan diri di hadapan orang lain. Kecewa, karena janji yang kita rasakan begitu manis kala itu, seketika lebur di hadapan penghulu yang mengawinkanmu tadi pagi.

Aku yakin, soal kenangan kau lebih faham. Semua puisi yang kau bacakan setiap pagi padaku, adalah soal kenangan. Aku kira kamu lebih bisa merasakan itu daripada aku. Kau pasti lebih ingat. Saat cumbumu tak kubalas, saat pelukmu tak kuhiraukan. Itu menyiksamu bukan? Dan sekarang, kau yang mencium kening wanita berbalut kebaya putih di depanku. Aku memang kecewa. Tapi biarkanlah.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kuteteskan air mata bukan karena itu. Bukan karena cemburu yang sering membabi buta, bukan karena luka yang tak berdarah, dan bukan juga karena kecewa yang begitu dalam. Tapi karena aku kasihan padamu. Sungguh aku kasihan, melihat orang yang kucinta harus tersenyum manis meski dengan menahan siksa.

Bagaimana dengan mimpimu mengelilingi pegunungan Jawa, sayang? Bagaimana dengan mimpimu bermalam di tengah hutan belantaranya Flores? Bagaimana dengan rencanamu menemukan kehidupan baru di tanah Papua? Bagaimana dengan anganmu soal menaklukan pedalaman Sumatera? Bagaimana dengan penjelajahan pantai yang kau sebutkan di depan mataku saat kita bangun tidur bersama, di kamarku, dalam keadaan setengah telanjang? Dan kini, kau malah kawin.

Kita kan sudah sering berdebat soal kawin (baca: nikah). Kau sendiri yang selalu bilang padaku, menikah itu penjara. Penjara bagi kebebasanmu mengelana. Menikah adalah jeruji besi bagi mimpi-mimpi liarmu. Menikah adalah rantai yang akan mengikatmu dengan seseorang seumur hidup. Sayang, seumur hidup bukanlah waktu yang sebentar.

Aku yakin, sebentar lagi kau sudah tidak bisa sekedar mengobrol sampai malam hari karena istrimu yang kuno dan kolot itu. Sebentar lagi, kau akan dipaksa mengantar istrimu pulang pergi pada dokter kandungan. Belum lagi soal ngidam. Sebentar lagi, kau akan dikekang sedikit demi sedikit. Aku kasihan padamu.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Lalu soal kebosanan. Kau kan pernah bilang, tak terbayang hidup dengan seonggok daging yang sama. Itu-itu saja. Setiap pagi. Setiap malam. Terpaksa tak bisa jauh dari rumah. Kau kan tak bisa begitu?

Tak terasa air mataku mulai menetes. Sedikit demi sedikit terus mengucur lembut pada pipiku yang kasar. Tak bisa kusembunyikan.

“Kau kenapa?” ujar Andreas padaku yang masih mematung.

“Terharu saja,” ujarku.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Andreas menarikku ke arah pengantin. Dia mengajakku segera memberi selamat pada kedua mempelai. Andreas bilang, dia lapar dan ingin segera makan setelah bersalaman. Ingin cepat berfoto, dan cepat pulang. Ada pekerjaan lain di rumahnya.

Aku masih tak menyangka. Aku menyalami lelaki yang sudah meniduriku berkali-kali sebagai pengantin orang lain. Kuucapkan juga selamat dan basa-basi lainnya. Kuucapkan doa semoga langgeng pada kedua mempelai. Memberikan sedikit kado dan angpau merah yang sudah kusiapkan sejak semalam. Kemudian berfoto bersama. Aku merasakan betul, tangannya masih sedikit kasar. Persis sebulan kebelakang, saat dia masih nakal padaku. Meraba-raba tak tahu malu.

“Selamat, semoga hidup kalian bahagia,” ujarku padanya.

Sedikit pelukan kuberikan. Juga pada istrinya. Mereka berdua sangat hangat.

Advertisement. Scroll to continue reading.

___

Aku jadi teringat dua hari lalu. Tepat sebelum kau menikah. Kau menemuiku di apartemenku yang luas dan sepi. Kau tidak setegar ini. Kau menangis di pangkuanku semalaman. Sengaja gawaimu kau matikan. Agar tidak ada yang mengganggu.

Menangis memang tak menghilangkan luka. Tak menyelesaikan apapun. Tapi kau bilang, menangis di dekatku berbeda. Selalu ada rasa tenang dalam setiap larutan air matamu.

“Kau harus pergi,” ucapku setelah beberapa jam lamanya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Tak mau,” ucapmu.

“Kita tak mungkin terus begini, sayang,” kutatap matamu dalam-dalam.

Tapi aku ingin di dekatmu,” kau bersikukuh. Mengecup bibirku pelan-pelan. Bukan tanpa hasrat. Pikirku permainan seperti ini hanya akan menambah luka. Bagiku, juga bagi lelaki yang akan menikah. Ini tak baik.

“Kau akan menikah, calon istrimu menunggu,” ujarku tegas.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Maafkan aku, aku terpaksa menikah. Orang tuaku memaksa,” ucapmu tersedu.

Tak apa Ndre, aku tau kekuatanmu tidak pernah habis. Bukannya kamu sendiri yang berkata kalau kamu adalah laki-laki terkuat di dunia?,” ucapku.

Tapi kau..?”

“Aku juga kuat, kan kamu yang mengajariku. Aku juga tak bisa bersamamu. Tak ada yang bisa menerima kita. Heyy, Ndre. Aku kuat. Kalau kamu adalah lelaki terkuat di dunia, aku lelaki terkuat kedua di dunia; setelah kamu.”

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement
Exit mobile version