KUNINGAN (MASS) – Biasanya dimusim penghujan begini, pagi-pagi pun kumpulan awan mendung sudah mengepung seluruh penjuru desa dengan gelapnya. Namun pagi ini langit terlihat begitu cerah berwarna biru tanpa awan sedikitpun. Suara burung di atas ranting-ranting pepohonan mulai saut menyaut beriringan menciptakan harmonisasi lagu yang membuat suasana kedamaian di pagi ini.
Matahari yang mulai muncul dari sela-sela daun-daun dan batang pepohonan mulai menyoroti seluruh penjuru desa. Segera ku hirup udara yang sangat segar pagi ini, kutarik dengan hidung dalam-dalam “hhhhppppp” lalu ku keluarkan dengan mulut secara perlahan “haaaaaaa, sejuk betul udara pagi ini” kataku. Oh iya, namaku Doni seorang siswa SMA kelas 11.
Pagi ini aku bersiap berangkat ke sekolah seperti biasa, segera ku bergegas berpamitan kepada ibuku yang kebetulan berada di depan rumah sedang menyapu halaman.
“Aku berangkat sekolah dulu bu”. kataku pamit.
“hati-hati nak” ibuku menyautnya.
Aku berangkat menggunakan sepeda lusuh peninggalan kakekku, sepeda ini telah ku poles sedikit agar tak terlihat kuno termakan usia. Sepeda ini sangat berharga bagiku, aku sangat menyayanginya. Diperjalanan aku menikmati suasana pedesaan yang sangat sejuk, sambil mengkayuh sedikit demi sedikit sepedaku.
Seperti biasa sebelum berangkat, tak lupa aku mampir ke warung Bu Mimin sekedar membeli gorengan untuk sarapan pagi. Ada beberapa tukang ojeg juga yang sedang mangkal didepan warung Bi Mimin.
“Selamat pagi, mang” sapaku pada ojeg-ojeg yang sedang mangkal.
“Selamat pagi juga Don, kamu belum berangkat sekolah?” Tanya mang Jon, salah satu ojeg tersebut.
“Iya mang, biasa mau beli sarapan dulu !”.
“oh iya don”.
Tak lama setelah selesai sarapan, segera ku kayuhkan kakiku kembali pada sepedah tua itu, melanjutkan perjalanan ke sekolah. Sekolahku memang agak jauh dari desa, sekitar 30 menitan untuk menempuhnya.
30 menit berlalu, akhirnya sepedaku mendarat persis di depan pintu gerbang yang sebentar lagi mulai tertutup, tanda pelajaran pertama dimulai.
Hari ini dimulai dengan pelajaran pertama, kebetulan pelajaran ini adalah pelajaran favoritku, yaitu sejarah. Karna sesuai cita-citaku ingin menjadi sejarawan terkenal yang bisa melestarikan peninggalan-peninggalan masa lalu di Negeri tercintaku ini. Memang banyak juga siswa yang tidak menyukai pelajaran ini, karna terkenal membosankan dan membuat ngantuk saat pelajaran berlangsung. Ya, karna setiap selera orang itu berbeda-beda, aku tidak bisa menyalahkan mereka juga.
Setelah pelajaran pertama selesai, ditengah-tengah pergantian pelajaran kelas mulai berisik dan gaduh, sudah biasa disekolah saat pergantian pelajaran suasana seperti ini. namun, tak lama kemudian tiba-tiba kepala sekolah masuk ke kelas tak seperti biasanya, saat itu juga kelas menjadi terhenyak, para siswa kembali ketempat duduknya masing-masing dan diam seribu bahasa. Mata kami bergantian saling menyoroti satu sama lain. Memperiapkan diri memasang telinga baik-baik, ada berita apa gerangan yang menyebabkan kepala sekolah masuk kelas tidak seperti biasanya.
“Apakah ada pemeriksaan?” kataku dalam hati. “kalau iya, pemeriksaan apa itu?” lagi-lagi aku bertanya pada diriku sendiri.
Tak lama kemudian kepala sekolah mendehem, “ehmmm” tanda bahwa segera ia akan bicara.
“Gimana kabarnya anak-anak?” tanya kepala sekolah memulai pembicaraan.
“Alhamdulillah, baik pak” jawab serentak semua siswa kelas.
“Langsung saja, kali ini bapak akan mengumumkan sesuatu kepada kalian. Untuk sementara waktu, kalian belajar dirumah dulu kira-kira dua minggu lamanya” kepala sekolah menyampaikan.
“Emangnya kenapa pak? Sampai diliburkan?” tanya siswa dipojokan kelas, dia salah satu teman kelasku.
“Bukan libur, tapi kalian belajar dirumah. Kalian tau berita yang sedang menjadi hits sekarang ini? ya, penyebaran virus corona atau Covid-19 sekarang sudah mulai menyebar di Indonesia, sudah ada 2 orang yang di nyatakan positif terkena virus tersebut. Maka dari itu pemerintah pusat membuat kebijakan untuk membatasi pergaulan sosial masyarakat dengan menunda pembelajaran sekolah di rumah, bekerja dirumah, sampai beribadah dirumah. Itu semua dilakukan agar virus tersebut tidak cepat menyebar karena kontak fisik satu sama lain, anak-anak virus tersebut sangat berbahaya karena bisa menular dengan cepat sekali. Maka dari itu mulai besok kalian belajar dirumah bersama wali kelas masing-masing, adapun sistem pembelajarannya nanti wali kelas kalian yang menjelaskan. Mungkin cukup sekian anak-anak. Terima kasih bapak sampaikan”. Kepala sekolah menjelaskan dengan begitu panjangnya.
Kamipun memperhatikan apa yang di ucapkan kepala sekolah.
“Kalian paham anak-anak?” tanya beliau lagi.
“Paham pak” semua siswa menjawabnya serentak.
Selesai berbicara kepala sekolah pun pergi mengeluarkan kelas, bola mata kami mengikuti langkah kakinya, setelah langkah kakinya tak terlihat lagi terhalang oleh dinding kelas, semua siswa bersorak, “yeeyyy libur” semua suara tersebut terdengar serentak dan membuat gaduh seluruh isi kelas.
Kemudian wali kelas kami Bu Siska masuk untuk menenangkan kelas.
“Sudah-sudah jangan berisik anak-anak! Kembali duduk ke tempat masing-masing!” Bu siska memerintah.
“Kalian sudah dengar apa yang di sampaikan kepala sekolah tadi?, jadi mulai besok kalian belajar di rumah ya”. “Jaga kesehatan kalian, kalian belum tau virus ini sangat berbahaya, dan belakangan ini sedang hits beritanya di berbagai negara”.
“Baik bu” jawab kami serentak.
“Lalu metode apa yang akan kita lakukan untuk belajar dirumah bu, apakah ibu akan memberi kami berbagai tugas 2 minggu ini?” tanyaku pada bu guru.
“Sebenarnya 2 minggu ini hanya ancang-ancang pemerintah saja, sepertinya sekolah akan berhenti cukup agak lama, tapi ini hanya sementara saja sampai kondisi membaik” jelas Bu Siska. “Jadi, nanti ibu akan memberikan informasi terkait pembelajaran setiap harinya melalui metode daring” sambung Bu Siska.
“Hah, daring?” seseorang bertanya kebingungan. Akupun bingung apa itu daring. Semua siswa kelas pun saling memandang satu sama lain bergantian, karna kami tak tahu apa itu daring.
“Iya, Daring itu Dalam Jaringan. Jadi nanti kita akan belajar kelas dalam jaringan menggunakan Hp/Smartphone dengan perantaranya”. “semuanya punya Hp kan?” tanya kembali bu siska meyakinkan.
“Punya bu”. semua menjawab. Kecuali aku seorang diri.
Aku tak menjawabnya, karna mungkin hanya aku seorang diri yang tak mempunyai barang tersebut, jika teman-temanku mempunyainya itu hal yang wajar. Mereka dari kalangan orang-orang berada pasti semuanya punya. Sedangkan aku hanya seorang anak petani desa.
Bisa sekolah di sinipun sudah Alhamdulillah, kebetulan Bibiku yang membayari uang sekolahku. Bibiku tak punya anak, suaminya pun pamanku sudah meninggal sekitar 3 tahun yang lalu, jadi aku pun sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
“Kau kenapa diam saja Don?” Bisik Aji teman sebangkuku. “Kau punya HP kan?” tanya dia menyambungnya.
Aku hanya menggelengkan kepala. Karna aku tak punya barang itu.
“Kau bisa pinjam punya bibimu kan? Kau ingat dulu pernah menghubungi keluargamu lewat bibimu saat kau menginap dirumahku?” seketika Aji mengingatkan.
Aku langsung menatapnya. “Oh, iya Bibi May kan punya Hp, mungkin aku bisa meminjamnya untuk pembelajaran Daring nanti”. Kataku dalam hati.
“Iya Ji, bibiku punya Hp. Nanti aku coba meminjamnya. Kau jangan lupa mengabariku jika ada tugas ya!” pinta ku pada Aji.
“Iya don, tenang saja. Nanti aku kabari kau”
“Baiklah kalau semuanya punya Hp, nanti Ibu akan berikan cara pembelajarannya ya. Besok Ibu hubungi kalian” Tegas Ibu Siska menjelaskan.
“Baik Bu” serentak semua siswa.
“Yasudah kalau begitu kalian boleh pulang sekarang!” Ibu Siska mempersilahkan kami pulang.
Kamipun menyalaminya.
Aku langsung pulang setelah itu, kukayuh sepedaku sedikit agak lambat tidak seperti berangkat sekolah. Karna memang tak tergesa-gesa karna takut pintu gerbang segera tertutup seperti berangkat sekolah.
Sampai dirumah ku salami ibuku, lalu ku simpan tas di atas kasur yang lapuk terkapar dibawah lantai, punyaku sendiri.
“Kau pulang pagi sangat don, ada apa?” tanya ibuku terheran karna aku pulang tak seperti jam biasanya.
“Sekolah di liburkan bu selama kurang lebih 2 minggu kedepan, karna pemerintah sedang membatasi penularan virus Corona yang sekarang sedang hits di di negara-negara lain, virus itu sudah sampai di Indonesia” Aku menjelaskan. “Anak-anak disuruh belajar dirumah menggunakan Hp sebagai alatnya bu.”
“Hp? Kita kan tak punya Hp. Bagaimana kau belajar Don?” tanya ibu.
“Tak apa bu, sekarang aku mau ke rumah Bibi May. Dia kan punya Hp, siapa tau dia bisa membantuku bu” sambil bersiap-siap aku bergegas keluar menuju rumah Bibi May.
“Yasudah hati-hati, kau tak makan dulu Don?”
“Tidak Bu, nanti saja” jawabku sambil menaiki sepeda kesayanganku.
Kukayuh sepadaku kembali menuju rumah Bibi May, memang rumahnya tak jauh dari rumahku. Paling hanya terhalang sekitar enam rumah dari rumahku. Tapi sekakan akan aku tak bisa lepas dari sepeda kesayanganku, kemanapun itu, jauh atau dekat aku selalu bersamanya.
Sesampainya dirumah Bibi, aku langsung menemuinya. Kebetulan dia sedang duduk di dikursi pelataran rumahnya yang terbuat dari kayu, tanaman bunga-bunga hias yang indah warnanya, membuat tamu siapapun termanjakan olehnya.
“Ada apa Don?” “Kau tak bersekolah hari ini?” tanya Bibi May menyambutku.
“Aku sekolah bi, Cuma kurang lebih 2 minggu kedepan sekolahku diliburkan Bi”
“Kenapa diliburkan? Apa karna virus Corona itu”
“Iya bi, virus itu sudah sampai di Indonesia. Sudah ada 2 orang yang terinfeksi. Virus itu menular dengan cepat bi, mangkanya sekolah dan semua kegiatan diliburkan, itu kata kepala sekolah bi”.
“Oooh begitu, semoga pemerintah dengan tanggap segera menanganinya ya Don, biar kamu bisa sekolah lagi”. “Oh, iya ada perlu kah kau kesini?” tanya Bibi May.
“Iya bi, sekolah ku memang libur, tapi pembelajaran tetap di lakukan. Dengan metode Daring bi. Menggunakan Hp” Jelasku.
“Ooh, bagus kalau begitu. Kau bisa tetap belajar Don.”
“Iya Bi, tapi aku tak punya Hp untuk belajar Bi, mangkanya aku datang kesini untuk meminta bantuanmu”
“Ooh begitu, kau bisa setiap hari kemari. Kau bisa pakai Hp Bibi, Don”. “Jangan sungkan, kau sudah ku anggap sebagai anakku sendiri Don”
Mendengar perkataan bibi rasanya air mata ini ingin menetes keluar, dengan segala kebaikan yang Bibi May berikan padaku. Aku sudah banyak menyusahkannya. Mangkanya aku bertekad tak ingin mebuatnya kecewa. Ia sudah ku anggap sebagai Ibuku sendiri.
“Terima Kasih Bi, aku sudah banyak sekali merepotkanmu” Jawabku sambil terisak.
“Iya don, yang penting kamu belajar dengan rajin. Jangan kau kecewakan Bibimu ini Don” pesan Bibi.
Pesan ini akan ku ingat baik-baik, suatu saat kelak. Jika aku sudah berhasil, aku akan membahagiakan kedua rang tuaku begitupun Bibi May yang sudah ku anggap sebagai Ibuku sendiri.
– Selesai –
Iwan Setiawan
Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon