JAKARTA (MASS) – Indonesia terus berupaya memperkuat stabilitas ekonominya di tengah tantangan global. Salah satu langkah strategis yang kini diambil pemerintah adalah penerapan kebijakan wajib simpan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri. Dengan aturan baru ini, Indonesia berusaha mengoptimalkan manfaat ekonomi dari ekspor komoditas unggulannya, memperkuat cadangan devisa, serta meningkatkan ketahanan sektor keuangan nasional. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan dana hasil ekspor dapat lebih berkontribusi bagi pembangunan ekonomi dalam negeri.
Berdasarkan lansiran dari laman resmi Komdigi yang diakses pada Jum’at (21/2/2025), Presiden Prabowo Subianto menetapkan kebijakan baru guna memperkuat ketahanan ekonomi nasional dengan mewajibkan penyimpanan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, yang diumumkan dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (17/02/2025).
“Untuk meningkatkan manfaat devisa hasil ekspor sumber daya alam bagi perekonomian nasional, pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025,” kata Presiden Prabowo.
Kebijakan tersebut mengharuskan eksportir dari sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk menyimpan 100 persen DHE SDA dalam sistem perbankan nasional selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional. Sementara itu, untuk sektor minyak dan gas bumi, regulasi ini tetap mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2023.
Presiden Prabowo memprediksi bahwa kebijakan ini akan menambah cadangan devisa sebesar 80 miliar dolar Amerika pada tahun 2025. Jika diterapkan secara penuh dalam satu tahun, potensi perolehan bisa melebihi 100 miliar dolar.
Pemerintah tetap memberikan keleluasaan kepada eksportir dalam penggunaan DHE SDA yang disimpan di dalam negeri. Beberapa ketentuan penggunaan yang diperbolehkan meliputi:
- Konversi ke rupiah di bank yang sama untuk keperluan bisnis.
- Pembayaran pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan kewajiban lain dalam valuta asing.
- Pembayaran dividen dalam bentuk valuta asing.
- Pembelian bahan baku, bahan penolong, atau barang modal yang tidak tersedia atau tidak memenuhi spesifikasi di dalam negeri.
- Pelunasan pinjaman untuk pengadaan barang modal dalam valuta asing.
“Dengan langkah ini, di tahun 2025 devisa hasil ekspor kita diperkirakan bertambah sebanyak 80 miliar dolar Amerika. Karena ini akan berlaku mulai 1 Maret, kalau lengkap 12 bulan hasilnya diperkirakan akan lebih dari 100 miliar dolar,” ungkap Presiden.
Untuk menjamin kepatuhan terhadap kebijakan tersebut, pemerintah akan memberlakukan sanksi berupa penangguhan layanan ekspor bagi eksportir yang tidak memenuhi ketentuan. Aturan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2025, dengan evaluasi berkala guna menilai dampaknya terhadap perekonomian nasional. (argi)