KUNINGAN (MASS) – Sebagai perempuan muda, kamu merasa ini bukan hal yang bisa dibiarkan begitu saja. Beberapa hari terakhir, dunia maya diramaikan oleh temuan grup fantasi sedarah yang isinya bukan hanya candaan serta gurauan apalagi tempat silaturahmi, yang justru menjadi tempat yang menjijikan. Di dalamnya, banyak sekali konten soal kekerasan seksual, incest, sampai eksploitasi anak. Dan semua itu dibungkus seolah hanya cerita belaka, seolah olah ini tidak akan berdampak apa-apa.
Yang membuat miris, hal semacam ini dianggap hiburan. Padahal, imajinasi dapat mempengaruhi cara berpikir. Dan dari cara berpikir itu, bisa saja sewaktu waktu berkembang menjadi tindakan. Kalau dari sekarang kita sudah terbiasa menerima kekerasan sebagai bagian dari cerita, maka lambat laun dikhawatirkan hal ini akan menjadi habit dan ajang untuk melampiaskan semua nafsu dan hasrat buruk.
Saya percaya grup seperti itu tidak muncul tiba-tiba. Ini tumbuh karena selama ini kita kurang mempunyai ruang aman untuk membicarakan soal seksualitas dengan sehat dan manusiawi. Kita juga masih hidup di budaya yang menempatkan perempuan sebagai objek, bukan sebagai manusia utuh yang punya hak atas tubuh dan martabatnya. Dan sistem hukum pun masih sering telat atau bahkan abai dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Sayangnya, tiap kali kasus seperti muncul, fokusnya hanya kepada moral personal, bukan ke struktur sosial yang selama ini menormalisasikan semua ini berkembang. Kadang hanya dianggap lelucon. Padahal ini bahaya, bukan hanya untuk perempuan, tapi siapa saja bisa mendapatkan dampaknya.
Menurutku, pencegahannya harus dimulai dari hal kecil. Dari rumah, sekolah, lingkungan terdekat. Kita perlu ruang yang aman dan terbuka membicarakan hal seksual tentunya dengan standar edukasi yang tepat. Tidak semua orang mempunyai keberanian untuk bercerita, alhasil ruang ruang seperti ini yang justru menjadi ajang pelampiasannya. Maka dari itu kita yang ada di sekitar harus lebih peka terhadap situasi yang keluar dari batasan batasan norma kehidupan.
Kita semua harus mulai berani mengatakan bahwa ini salah. Kita butuh lebih dari sekadar viral, kita butuh edukasi yang membuat orang sadar bahwa seksual orang lain itu bukan bahan cerita. Kita juga butuh lingkungan yang lebih sehat, di mana kekerasan seksual tidak lagi dianggap wajar walau cuma dalam bentuk cerita.
Tolong, jangan anggap ini sekadar drama di media sosial. Ini wajah kekerasan yang disamarkan sebagai imajinasi. Dan kita semua punya peran untuk berhenti membiarkan itu terus terjadi.
Diharapkan pula, pemerintah dapat lebih masif dalam memantau situasi sosial media saat ini yang makin hari makin tidak bisa di tebak alurnya. Edukasi seksual pun agaknya memang harus betul betul di terapkan pada sistem pendidikan yang berlaku demi memberikan batasan batasan kepada yang belum mengetahui, agar dapat menghindari hal hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Karna ini bukan perkara mudah, banyak di luaran sana yang belum peduli. Orang tua sebagai pendidik utama dalam kehidupan putra putri nya harus lebih waspada terhadap apa yang putra putrinya lakukan.
Oleh : Elsa Fitri Nurfajri
Ketua Kopri PMII STAI Kuningan