KUNINGAN (Mass) – Penjelasan Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bapemda), Dr A Taufik Rohman soal iklan politik, terbantahkan. Ternyata Kuningan telah memiliki regulasi yang mengatur hal itu.
Regulasinya, Perda 15/2010 tentang pajak daerah. Cantolan hukum dari perda tersebut yaitu UU 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
“Pada pasal 22 disebutkan, dengan nama pajak reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Dan objek pajak salah satunya meliputi billboard,” papar Abdul Haris SH, pengamat politik dan hukum Kuningan, Kamis (16/3/2017).
Selanjutnya, Haris juga menyebutkan bunyi pasal 24 perda tersebut. Subjek pajak reklame, imbuh dia, adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Kemudian, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
“Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh badan orang pribadi atau badan, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut wajib pajak reklame,” bebernya.
Untuk besaran pajak, Haris menyebutkan bunyi pasal 26. Disitu dijelaskan, tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25 persen dari nilai sewa reklame.
“Dari situ jelas bahwa billboard yang digunakan sekarang oleh saudara M Ridho Suganda wajib membayar pajak tersebut. Karena sudah ada aturan yang mengikat berupa perda,” tandas dia.
Haris meminta kepada semua pihak agar menaati dan menjunjung tinggi aturan yang telah mengikat. Pasalnya, perda merupakan produk hukum yang dibuat dengan pembiayaan yang cukup mahal serta menyita banyak waktu dan pikiran. (deden)