KUNINGAN (MASS) – Di Jalan Siliwangi Kuningan, bisa dibilang sebagai pusat perdagangan. Karena, pada siang harinya pertokoan, sedangkan pada malam hari, bisa dibilang surganya jajanan dan makanan.
Orang-orang yang berdagang disana sangat beragam, mulai dari pemula hingga yang sudah puluhan tahun, bisa dibilang melegenda.
Salah satu yang bisa dikatakan legenda, adalah sate ayamnya Mas Edi. Usaha yang digeluti Edi Supandi sejak tahun 1975 di Jalan Siliwangi tersebut, sudah sangat terkenal di Kuningan.
“Mulai berdagang tahun 61, diajar daganglah, di Cirebon,” ujar lelaki kelahiran 49 tersebut pada kuninganmass.com, Kamis (3/8/2020) malam.
Untuk seorang lelaki dengan usianya yang sudah lebih dari 70 tahun, Mas Edi ini masih sangat cekatan dan segar bugar. Dirinya masih sangat apik dan terampil ketika memanggang sate ayam.
Mas Edi juga orangnya sangat ramah dan senang diajak ngobrol. Hal itulah mungkin nilai plus dari penjual pinggir jalanan yang satu ini.
“Bedanya, disini itu yang dipakenya ayam kampung. Kalo yang lain kan kadang pakenya ayam sayur,” jawabnya saat ditanya apa kelebihan usahanya hingga bisa bertahan puluhan tahun.
Kuninganmass.com sendiri mendapat kesempatan mencoba sate ayamnya secara langsung. Tak tanggung-tanggung, kuninganmass.com disuguhi hidangan terbaik, sate ayam bagian dada, tanpa lemak.
Potongan dagingnya sangat rapih. Itu membuktikan tangannya yang terampil. Rasanya pun segar dan renyah.
Bumbunya juga lezat, kental dan meresap. Sangat enak disantap ketika hangat bersama lontong ataupun nasi.
“Dulu pas tahun 67 itu ke Sumedang, balik lagi ke Cirebon tahun 70an dan mulai ke Kuningan, surveylah,” ujarnya bercerita bagaimana awalnya bisa berdagang di Kuningan, padahal dirinya mengaku besar di Cirebon.
Dirinya bahkan sempat bercerita bagaimana kondisi Kuningan saat dirinya pertama kali datang.
Dulu, kawasan Taman Kota adalah sebuah terminal dan pertokoan Siliwangi pun, belum semegah seperti sekarang. Yang berdagangpun, masih sangat sedikit.
“Dulu masih PP (pulang pergi, red), terus tahun 75 mulai menetap, tahun 78 menikah dan sampai sekarang alhamdulillah di sini,” tuturnya.
Edi sendiri berjualan di Jalan Siliwangi depan pertokoan, tepatnya pasar barat di depan toko gaya.
Edi, bersama. Pedagang lainnya, mulai membuka lapak sejak sore, hingga malam hari.
Edi mengaku sudah cukup dikenal, apalagi ketika zaman Mang Jaya masih aktif mendongeng.
Dirinya bersyukur, hingga kini masih dipercaya. Malahan, pejabat seperti Bupati dan para anggota dewan pun, masih sering berkunjung dan membeli sate ayamnya.
“Mayenglah di Kuningan mah. Henteu angger sih, tapi aya bae. Kadang tereh abis, kadang sampe malem pisan can abis,” tuturnya menceritakan kondisi bisnisnya.
Edi mengaku, selama puluhan tahun berdagang di Kuningan, bisa terbilang cukup baik. Karena, meskipun tidak terlalu ramai, pembeli tetap ada.
Bahkan, pada tahun-tahun revolusi sekalipun, di Kuningan terbilang cukup kondusif.
“Ngan kamari bae ieu ku Pandemi, karaos pisan 2 sasih,” jelasnya dalam bahasa Sunda.
Hidangan sate ayam Mas Edi sendiri, selain memiliki bumbu yang khas, potongan yang rapih, dan daging yang segar, juga memiliki harga yang bersahabat.
Untuk satu porsi misalnya, hanya dijual Rp. 30.000,- jika dikonsumsi tanpa lontong. Tambah Rp5.000,- untuk porsi lontong, serta tambah lagi Rp. 5000,- untuk mendapati daging spesial. Sate bagian daging dada. (eki)