KUNINGAN (MASS) – Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa banyak desa yang terkuras anggaran dana desa-nya untuk kegiatan yang kurang produktif, yaitu berupa pelaksanaan bimbingan teknis (Bimtek) ke luar daerah. Apalagi pelatihan peningkatan kapasitas SDM desa hanyalah kegiatan seremonial belaka. Karena, sebelumnya, setiap tahun desa juga mengalokasikan dana untuk bimbingan teknis (Bimtek) dan Studi Tiru, namun hasilnya tak memuaskan.
Kegiatan semacam itu belum tentu bisa dipertanggungjawabkan efektivitas hasil maupun efisiensi anggarannya. Kegiatan Bimtek yang dinilai tidak efektif dan tidak efisien nyatanya diadakan terus berulang setiap tahun dengan memakan biaya yang besar.
Seperti juga yang terjadi di Kabupaten Kuningan. Pada tanggal 6 s/d 12 September 2023 kemarin telah dilaksanakan Bimbingan Teknis dan Studi Tiru para Kepala Desa se- Kabupaten Kuningan selama 7 hari di Pulau Bali dengan pihak penyelenggara dari PT. Hawwa Buana Wisata dengan biaya sebesar Rp. 6.000.000,- (Enam Juta Rupiah) per orang.
Yang luar biasanya lagi, seperti lomba lari maraton, masih pada bulan yang sama dan hebatnya dengan waktu yang bersamaan pula, dari tanggal 15 s/d 17 September 2023 dilaksanakan kegiatan serupa yaitu Bimtek dan Studi Tiru untuk para Sekretaris Desa se- Kabupaten Kuningan yang mengambil tempat di Kabupaten Pangandaran dengan penyelenggara CV. Nutita Nukita dan satunya lagi Bimtek dan Studi Tiru bagi Kasi Pelayanan Desa se-Kabupaten Kuningan yang mengambil tempat di Kota Bandung dengan penyelenggaranya yaitu CV. Murenzza dengan biaya masing-masing per orangnya yaitu Rp. 3.950.000,- (Tiga Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Tentu mudah ditebak semua bisa terlaksana karena adanya pengkondisian dan kerjasama dari pihak desa, pemerintah daerah dan penyelenggara acara yang saling menguntungkan satu sama lain. Motif utama keberangkatan serta keikutsertaan para kepala desa beserta perangkat adalah studi wisata dengan menggunakan uang milik Pemerintahan Desa dengan dalil mengikuti Bimtek atau Studi Tiru. Jumlah biaya yang dikeluarkan jika dikali dengan total desa yang ada di Kabupaten Kuningan sebanyak 361 desa nilainya per tahun menjadi miliaran rupiah. Sebuah pemborosan anggaran yang sangat besar.
Tentu ini menjadi keprihatinan kita semua, para kepala desa dan pejabat penyelenggara negara dengan leluasa tanpa ada rasa takut berhura-hura memainkan dana desa yang seharusnya diperuntukan untuk kepentingan rakyat.
Seharusnya Kepala Desa berperan penting dalam menyelamatkan anggaran negara dari aksi pencurian. Begitu pula sebaliknya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki 851 kasus korupsi yang terjadi di pemerintahan desa sepanjang tahun 2015 – 2022. Dari jumlah tersebut 50% pelaku korupsinya adalah Kepala Desa. Modus umum yang dipakai oleh para pelaku korupsi di desa adalah markup anggaran, pemalsuan tanda tangan atau stempel, manipulasi belanja kegiatan dan sebagainya.
Sasaran korupsi kebanyakan adalah dana desa. Kepala Desa selaku pihak yang paling berwenang mengelola Dana Desa, sering memanfaatkan itu untuk memperkaya diri. Pemerintah melalui Kementerian Desa telah memberikan aturan yang jelas tentang pemakaian Dana Desa. Pengguna dana wajib mengikuti aturan itu. Kalau menyimpang, bisa dijerat pidana. Apalagi korupsi Dana Desa. Kementerian di tingkat pusat perlu melakukan pembinaan secara maksimal kepada setiap perangkat pemerintahan hingga ke tingkat desa. Seharusnya pihak Kementerian Desa membina Kepala Desa dan para perangkatnya dengan lebih keras. Karena pada dasarnya Dana Desa merupakan mandat pemerintah pusat kepada daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Implementasi program dana desa dimulai pada tahun 2015. Dana desa menjadi salah satu instrumen APBN untuk membantu unit pemerintahan dan wilyah terkecil yaitu desa, agar dapat merancang dan melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik desa masing-masing.
Pemanfaatan Dana Desa Berdasarkan Regulasi
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021 menyatakan, dana desa diprioritaskan untuk beragam kegiatan:
- Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa (penanggulangan kemiskinan; pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDes; serta pengembangan usaha ekonomi produktif);
- Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa (pendataan desa, pemetaan potensi dan sumber daya, dan pengelolaan TIK; pengembangan desa wisata; penguatan ketahanan pangan; pencegahan stunting; serta pengembangan desa inklusif);
- Mitigasi dan penanganan bencana alam dan non-alam sesuai kewenangan desa (termasuk mewujudkan desa tanpa kemiskinan melalui BLT Dana Desa).
Berdasarkan regulasi di atas, kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan dana desa seharusnya adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya produktif serta dapat mengoptimalkan peran serta masyarakat desa setempat dalam pembangunannya.
Program-program padat karya, misalnya pembangunan fisik seperti jalan, irigasi, saluran air, jembatan, rumah singgah, rumah sewa, dan sebagainya semestinya lebih diutamakan oleh aparatur desa.
Selain itu, usaha-usaha produktif lain seperti pinjaman modal berupa bibit dan pupuk kepada petani, penyertaan modal di usaha penggemukan sapi, atau pipanisasi air bersih ala PDAM juga dapat dilaksanakan oleh pihak desa dengan memanfaatkan dana desa.
Jika pihak desa memerlukan pengembangan pengetahuan masyarakat terkait cara mengolah hasil kebun, misalnya, tentu tidak ada salahnya diselenggarakan Bimtek dengan mengundang pihak-pihak yang memang kompeten dan tidak perlu keluar daerah seperti sedang piknik tamasya bersama. Jika kegiatan dirancang sebaik-baiknya serta tidak ada niat “macam-macam” dari penyelenggara, seharusnya tidak terjadi inefektivitas dan inefisiensi anggaran dana desa.
Keterbatasan kompetensi dan kapasitas SDM desa seharusnya tidak menjadi area eksploitasi atau menjadi “arena bermain” bagi pihak-pihak tertentu seperti dari bekas oknum Tim Sukses, pejabat DPMD Kuningan yang cawe-cawe merangkap menjadi pengelola Event Organizer (EO), sehingga memunculkan kegiatan Bimtek yang tidak efektif, tidak efisien, pemborosan anggaran dan perbuatan korupsi berjamaah.
Kuningan, 14 September 2023
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal
Uba Jubaedi
15 September 2023 at 13:29
Tulisan bagus, untuk aplikasinya diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh steakholder… berat, berat, berat untuk mewujudkannya… 😁🤭
Mang Bohay
16 September 2023 at 13:20
ADD beak teu puguh nya