KUNINGAN (MASS) – Jika membatik biasanya disematkan pada pelajaran seni budaya, maka hal berbeda dilakukan di Kampoeng Matematika Desa Garajati Kecamatan Ciwaru.
Batik yang saat ini telah menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia dan telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya ini, proses pembuatannya memang ada beberapa teknik.
Pembuatan batik, mulai dari batik tulis yang dilakukan secara tradisional, batik cap, batik printing yang menggunakan mesin dan peralatan canggih hingga batik jumputan.
Batik jumputan inilah yang menjadi pilihan Kampoeng Matematika menjadi pilihan untuk dipelajari anak-anak disana. Batik ini dibuat dengan cara melipat dan mengikat bahan yang akan dibatik, kemudian ditetesi bahan pewarna pakaian.
Kegiatan membatik sendiri diikuti oleh siswa kelas 5 dan kelas 6 SDN 3 Garajati. Dalam prosesnya, siswa dikelompokan terdiri dari 3 orang. Setelah memperhatikan instruksi yang diberikan, setiap kelompok diberikan bahan untuk membuat batik jumputan dan kemudian membuat mengikuti instruksi yang diberikan.
Koordinator kegiatan Lisa Santika yang merupakan mahasiswa semester 5 Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA mengatakan bahwa membatik, siswa SDN 3 diharapkan mendapat pembelajaran tentang literasi.
“Yaitu melalui proses merancang lipatan untuk mendapatkan pola yang diinginkan, memberikan warna, hinnga proses pengeringan, proses ini dikenal dengan istilah teks prosedur,” kata Lisa.
Selain itu, lanjutnya, proses numerasi belajar bangun-bangun atau pola-pola geometris yang nantinya akan terlihat setelah batik jadi. Hal-hal itulah yang jadi pembelajaran matematika.
Kepala SDN 3 Garajati, Tarmu, S.Pd menuturkan rasa senang dengan adanya kegiatan tersebut.
“Kami selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang ada di Kampoeng Matematika, ini sangat bagus untuk siswa kami, siswa kami sangat senang dengan adanya kegiatan ini,” ungkapnya.
Sementara, salah satu peserta, Annisa, mengaku sangat senang dengan kegiatan membatik tersebut. Siswi yang duduk di kelas 5 itu merasa bangga karena bisa membuat batik dan bisa mengikuti instruksi dari awal hingga akhir dan hasil batik yang sangat bagus.
Founder Kampoeng Matematika yang juga Dosen FKIP UHAMKA, Edi Supriadi M Pd, mengatakan bahwa kegiatan itu selain untuk belajar matematika, juga jadi cara melestarikan warisan budaya, Senin (20/11/2023).
“Ini adalah upaya kita untuk melestarikan salah satu warisan kebudayaan Indonesia, ke depan ini akan menjadi agenda tahunan” ungkapnya. (eki)