KUNINGAN (MASS) – Kabar temuan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atas pinalty penarikan dana antar bank, dibantah oleh Dirut PD BPR Kuningan, Litawati SE. Namun dirinya membenarkan adanya pinalty tersebut. Hanya saja besarannya bukan Rp360 juta melainkan hanya Rp239 juta.
“Kapan OJK ada temuan? Temuan darimana dan yang diperiksa siapa? Pemeriksaan juga belum kok. Kalau pun ada pemeriksaan, itu sifatnya rahasia,” ujar Litawati bernada tanya kala dikonfirmasi kuninganmass, Senin (12/2/2018).
Kendati demikian, ia mengiyakan adanya pembayaran pinalty. Kebijakan yang diambil tersebut berdasarkan koordinasi dengan Dewan Pengawas yang notabene kepanjangan tangan pemilik. Menurut Litawati, itu dilakukan untuk menyelamatkan aset BPR. Nominalnya pun bukan Rp360 juta, melainkan hanya Rp239 juta.
Kenapa disebut langkah penyelamatan aset BPR, Litawati menjelaskan, itu karena bank yang sebelumnya dijadikan tempat penempatan dana hendak diakuisisi perusahaan lain. Berdasarkan Peraturan BI, terdapat risiko kehilangan 100 persen aset BPR jika tidak segera dipindahkan ke bank lain.
“Ada Peraturan BI No 8/19/PBI/2006 tentang kualitas aktiva produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif BPR. Kita lihat pada pasal 8 yang menyebutkan, kualitas aktiva produktif dalam bentuk penempatan dana antar bank ditetapkan dalam 3 golongan,” ungkapnya.
Tiga golongan itu diantaranya lancar, kurang lancar dan macet. Pada golongan lancar, tetap ada biaya 0,5 persen dengan istilah biaya PPAP (penyisihan penghapusan aktiva produktif). Kemudian pada golongan kurang lancar, maka ada biaya PPAP sebesar 10 persen. Sedangkan pada golongan macet, biayanya 100 persen yang berarti akan kehilangan aset.
“Bank yang dijadikan tempat penempatan dana oleh kita itu masuk golongan macet. Karena pada pasal 8 huruf c itu disebutkan, bank yang menerima penempatan dana antar bank telah ditetapkan dalam status pengawasan khusus OJK. Khawatir aset kita hilang 100 persen maka kita alihkan ke bank lain pada akhir Desember 2017 dengan konsekuensi pinalty Rp239 juta,” jelas Litawati tanpa menyebutkan total dana yang ditempatkan.
Dari situ ia menegaskan, penarikan dana tersebut sebagai bentuk penyelamatan aset BPR. Dirinya membantah jika langkah itu bertujuan untuk kepentingan pribadi. Kebijakan itu pun, menurutnya, berdasarkan hasil koordinasi antara direksi, manajemen dan dewan pengawas.
Penentuan bank A, bank B atau bank C sebagai bank penempatan dana antar bank, tambah Litawati, itu sesuai dengan RKAT (Rencana Kerja Anggaran Tahunan). “Seluruh kegiatan operasional bank tercantum dalam RKAT yang disusun direksi, disetujui dewan pengawas dan disahkan bupati. Jadi direksi tidak sepihak mengambil kebijakan. Dan untuk cabang, itu kan sifatnya operasional,” tegasnya. (deden)