KUNINGAN (MASS) – Dihadapan aktivis organisasi, mahasiswa, wartawan dan beragam profesi lain, Komisioner Bawaslu Jabar, Yusuf Kurnia mengungkap potensi beserta modus operandi kecurangan pemilu. Ini dikemukakannya dalam Raker Pengawasan Pemilu Partisipatif dengan Pemantau, di Wisma Pepabri Linggajati, selama dua hari, Kamis (28/3/2019) dan Jumat (29/3/2019).
“Pertama, praktik money politics. Suburnya praktik ini tergantung dari sosioekonomi masyarakat,” sebut Yusuf usai Ketua Bawaslu Kuningan, Ondin Sutarman membuka secara resmi kegiatan itu.
Potensi kecurangan lain, lanjutnya, yaitu distorsi atau manipulasi suara. Salah satunya dengan cara memindahkan suara parpol ke suara orang atau caleg. Kasus ini pernah terjadi pada pemilu 2014 silam.
“Kemudian, operator bisa mengubah suara pada saat saksi-saksi penghitungan suara menandatangani. Para saksi tidak ngeuh kalau angkanya dimanipulasi,” kata kordiv Hukum Data dan Informasi Bawaslu Jabar tersebut.
Praktik money politics, terang dia, titik rawannya dilakukan pada masa tenang. Sedangkan pada tahapan pemungutan suara, form C6 mesti bisa dipertanggungjawabkan. “Apakah C6 terbagikan enggak? Itu harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Titik rawan berikutnya, pada saat penghitungan dan perekapan suara. Khusus untuk ini, Yusuf menegaskan, kecurangan berpotensi di semua jenjang. Mulai dari TPS, tingkat kecamatan, bahkan tingkat kabupaten.
“Di tingkat kabupaten sangat bisa. Pada pemilu 2014 kan ada (kecurangan seperti itu, red),” ungkapnya.
Meski sekarang sudah menggunakan sistem online, namun menurut Yusuf, yang dijadikan acuan adalah manual. Data online hanya sekadar pembanding. Sedangkan yang punya kekuatan hukum itu data manual.
“Nah, kalau ada oknum yang melakukan praktik-praktik kecurangan seperti itu, maka sanksinya itu bisa dipidana. Bahkan ada etiknya juga berupa pemberhentian,” ucap Yusuf.
Guna mengantisipasi potensi kecurangan pemilu, imbuh dia, bawaslu membutuhkan pemantau pemilu. Partisipasi berbagai elemen masyarakat diperlukan guna menghasilkan pemilu yang berkualitas.
“KPU diawasi oleh Bawaslu. Siapa yang mengawasi Bawaslu? Ya Pemantau. Perlu saya sampaikan bahwa kecurangan itu sebetulnya bukan karena kelihaian politisi busuk, melainkan banyaknya orang yang diam,” tandasnya.
Lebih jauh, Yusuf juga menyebutkan beberapa kebutuhan untuk menciptakan pemilu berkualitas disamping profesionalitas penyelenggara pemilu. Mulai dari kualitas caleg hingga tipikal pemilih.
“Kalau persentase pemilih rasional lebih besar, maka kualitas pemilunya pun lebih tinggi. Tipikal pemilih itu ada yang rasional, tradisional dan transaksional,” jelasnya.
Satu lagi yang bisa menentukan kualitas pemilu, tambah Yusuf, yakni penegakkan hukum. (deden)