KUNINGAN (MASS) – Konflik data yang terjadi di Desa Salarema dan Suganangan Kecamatan Cipicung, diakui oleh Bawaslu Kuningan. Tapi kemudian dilakukan perbaikan oleh penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan. Informasi konflik data tersebut disampaikan Forum Demokrasi (Fordem) Kuningan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh bawaslu.
“Bawaslu tak pernah nyuekin Fordem. Senin tanggal 6 Mei lalu kan mereka datang ke sini (kantor bawaslu, red). Bukan laporan, tapi hanya menyampaikan informasi adanya konflik data hasil pemilu di Desa Salarema dan Suganangan Kecamatan Cipicung, TPS 01-06,” tutur Ketua Bawaslu Kuningan, Ondin Sutarman SIP, Kamis (9/5/2019).
Informasi awal itu ditanggapi oleh bawaslu dengan melakukan langkah klarifikasi, Rabu (8/5/2019). Bawaslu mengumpulkan panwascam, PPKD, PPK, PPS di Kecamatan Cipicung bertempat di kantor Panwascam Cipicung. Pihaknya ingin mengetahui sejauhmana mereka melakukan pengawasan ketika rekapitulasi suara di TPS dan pada Pleno PPK.
“Mengenai informasi konflik data sesuai yang disampaikan Fordem, itu betul, tidak salah. Tapi kan ada proses perbaikan data yang namanya pleno PPK. Di tingkat TPS terjadi kesalahan human error, kekeliruan input data oleh KPPS dan PPS, tapi semua itu sudah diperbaiki atau sudah ada pembetulan,” jelasnya.
Perbaikan data tersebut, imbuh Ondin, dilakukan oleh penyelenggara pemilu yakni PPK dengan pengawasan Panwascam Cipicung. Pembetulan disepakati oleh semua saksi pada saat pleno rekapitulasi di Kecamatan Cipicung.
Sementara untuk masalah praktik politik uang yang dituding tidak dipedulikan oleh bawaslu, Ondin membantahnya. Beberapa hari sebelum hari H, termasuk masa tenang, pihaknya melakukan patroli pengawasan di semua tingkatan. Itu dilakukan dalam upaya pencegahan terjadinya praktik politik uang.
“Bawaslu juga menindaklanjuti setiap informasi yang disampaikan masyarakat berkenaan dengan politik uang ini. Satu contoh di Desa Cipakem Maleber, kami intruksikan Panwascam Maleber untuk melakukan penelusuran. Tapi hasil pengawasan, tidak menemukan, karena sulit mencari saksi dan bukti,” paparnya.
Bukti lain dugaan politik uang ditindaklanjuti, imbuh Ondin, setelah menerima laporan dari warga Desa Muncangela Kecamatan Cipicung. Bahkan penanganan kasus tersebut begitu intensif sampai memeriksa 5 saksi. Namun hasil pembahasan kedua Sentra Gakumdu yang didalamnya terdapat unsur kepolisian dan kejaksaan, kasus tersebut dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana pemilu.
“Pelaku terakhir (SU) yang memberi uang, bukan pelaksana atau peserta pemilu. Bukan pula caleg, timses, tapi hanya simpatisan yang mau mengeluarkan uang sendiri. Ya akhirnya dihentikan,” ungkap Ondin.
Terlapor kasus dugaan politik uang di Muncangela Cipicung ialah seorang pedagang tahu. Insialnya SU berjenis kelamin perempuan. Saat itu bawaslu mengejar sampai kepada nama Siti Hunah yang diinformasikan sebagai pemberi uangnya. Siti Hunah berprofesi sebagai tenaga pengajar TK non PNS.
“Bu Siti Hunah mengatakan, dirinya mendapatkan kaos caleg (ketua Golkar, red) dari orang yang tidak dikenal. Terputus sudah. Jadi, tidak dilanjutkan ke unsur penyidikan kepolisian. Selesai di pembahasan 2 (SG2) karena tak penuhi unsur pidana dan dihentikan,” pungkas Ondin. (deden)