KUNINGAN (MASS) — Tidak semua badai datang untuk menghancurkan. Sebagian justru hadir untuk menunjukkan arah baru. Inilah kisah Pipin Aripin, pemuda asal Ancaran, Kabupaten Kuningan, yang bangkit dari masa sulit hingga kini memimpin bisnis pertanian melon premium dengan omzet miliaran rupiah per tahun.
“Saya pernah jatuh. Pernah tersandung masalah hukum akibat pekerjaan saya dulu di bidang proyek. Tapi saya tidak ingin berhenti di titik itu,” ujar Pipin dalam Podcast Kuningan Mass, Senin (14/7/2025).
Lulusan teknik sipil yang pernah bekerja di proyek-proyek pemerintah itu mengaku, pandemi COVID-19 menjadi titik balik dalam hidupnya. Keinginan untuk merawat sang ibu yang sudah sepuh mendorongnya pulang kampung ke Kuningan. Namun, kepulangan itu tak serta-merta mudah. Ia mengaku sempat menganggur dan bingung akan mulai dari mana.
“Dulu saya biasa kerja di Bandung dan Jakarta. Tapi saat badai datang, saya sadar hidup harus saya bangun ulang. Dari nol, dari tanah kelahiran,” ungkapnya.
Alih-alih kembali ke dunia proyek yang sempat menjerumuskannya, Pipin memilih jalan baru yakni pertanian. Bukan sembarang pertanian, ia menganalisis peluang, mengkaji data BPS, hingga menemukan fakta bahwa kebutuhan melon nasional 70%-nya masih dipenuhi lewat impor.
Melalui sistem analisa 3A (Analisa–Analisa–Analisa + Action), Pipin mendirikan Equanik Agri Nusantara, perusahaan agritech yang kini dikenal luas di kalangan petani muda dan pelaku ekspor hortikultura.
“Saya belajar semuanya dari nol. Dari Google, dari literatur Jepang, bahkan sampai harus menerjemahkan buku-buku pertanian Jepang untuk saya sesuaikan dengan kondisi Indonesia,” tuturnya.
Perjuangannya selama setahun lebih riset dan uji coba, disertai bongkar pasang alat, sempat membuat keluarganya ragu. Namun hasilnya mulai terlihat sejak panen perdana pada Januari 2024 yaitu tiga pohon melon menghasilkan rata-rata 15 butir premium per pohon, sebuah capaian luar biasa untuk pemula.
Kini, Pipin tak hanya sukses secara bisnis. Ia telah menciptakan lapangan kerja untuk lebih dari 90 anak muda, membina puluhan mitra petani dari berbagai daerah, dan terus membuka pelatihan gratis untuk masyarakat Kuningan.
“Tiga tahun pertama ini bukan buat cari untung. Saya dedikasikan semuanya untuk membangun formasi, konsistensi, dan integritas. Target saya adalah manfaat, bukan hanya profit,” tegasnya.
Pipin juga memberikan beasiswa kuliah bagi karyawan ke Fakultas Pertanian sebagai bentuk investasi sumber daya manusia. Ia percaya bahwa usaha tak hanya soal untung, tapi soal misi.
“Saya sudah wakafkan semua hasil riset saya untuk Kabupaten Kuningan. Tidak ada niat cari proyek. Saya hanya ingin ini menjadi inspirasi dan jalan pemberdayaan,” ujarnya.
Kisah Kang Pipin merupakan pengingat, masa lalu tak harus menentukan masa depan. Dengan niat baik, ilmu, dan ketekunan, krisis pun bisa menjadi batu loncatan menuju pencapaian luar biasa. (argi)
Selengkapnya, tonton video di bawah ini :