KUNINGAN (MASS) – Loyalitas tim sukses dan relawan merupakan modal penting bagi keberhasilan seorang bupati dan wakil bupati dalam meraih kemenangan politik. Namun, pasca pilkada usai, kekecewaan sering muncul ketika para relawan merasa tidak lagi diperhatikan atau bahkan ditinggalkan. Kondisi ini berpotensi menjadi bumerang bagi kepala daerah yang sedang menjabat.
Pengamat politik lokal menilai, relawan dan tim sukses bukan sekadar “alat pemenangan” semata. Mereka adalah jaringan sosial yang membentuk citra positif sekaligus menjadi penghubung antara pemimpin dengan masyarakat. Jika kelompok ini merasa diabaikan, dampaknya bisa sangat serius.
“Relawan yang kecewa bisa berubah menjadi kelompok kritis, bahkan oposisi. Mereka tahu persis strategi, kelemahan, dan isu yang bisa digunakan untuk melemahkan posisi bupati maupun wakil bupati,” ungkap seorang analis politik di Kuningan, Senin (29/9).
Lebih jauh lagi, filsuf Jerman Friedrich Nietzsche mengingatkan bahwa “manusia akan lebih mudah memaafkan kesalahan daripada melupakan pengkhianatan”. Relawan yang merasa dikhianati tidak akan sekadar diam; mereka bisa menjadi agen perlawanan, mengungkap kelemahan, bahkan menyebarkan narasi yang meruntuhkan citra kepala daerah.
Inilah bahaya nyata bagi bupati dan wakil bupati: kursi jabatan mungkin masih terjaga, tetapi kepercayaan publik bisa hilang sewaktu-waktu. Relawan yang kecewa bisa bertransformasi menjadi oposisi yang konsisten, bahkan menyatukan diri dengan lawan politik
Bahaya lain yang mengintai adalah menurunnya kepercayaan publik. Relawan biasanya berasal dari akar rumput dengan basis dukungan yang nyata. Jika mereka berbalik arah, suara masyarakat bisa ikut goyah. Situasi ini tentu berisiko terhadap stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan daerah.
Selain itu, relawan yang merasa ditinggalkan berpotensi membentuk blok politik baru atau mendukung rival pada pemilihan berikutnya. Tidak jarang, konflik internal antara tim sukses lama dengan lingkaran baru yang dibentuk pasca kemenangan justru melemahkan wibawa kepemimpinan.
Karena itu, para pakar menekankan pentingnya komunikasi yang berkesinambungan. Memberikan ruang partisipasi, menghargai jerih payah, serta merangkul relawan dalam pembangunan daerah menjadi kunci agar bupati dan wakil bupati tetap memiliki dukungan solid.
Pemimpin yang bijak tidak hanya ingat pada relawan saat kampanye, tetapi juga saat menjalankan roda pemerintahan. Inilah bentuk politik yang sehat dan berkelanjutan.
Penulis : Dadan Satyavadin – Masyarakat Kuningan