KUNINGAN (MASS) – Pasca ketuk palu pembentukan Pansus “Gagal Bayar”, muncul banyak respon masyarakat. Salah satunya merasa khawatir eksistensi pansus bakal memantik persoalan lain, sekaligus menyayangkan pembentukan tersebut.
Seperti yang diutarakan Ketua Forum Masyarakat Kuningan (Formatku), Atang SE, Kamis (16/2/2023). Ia menyayangkan dengan sikap anggota dewan yang sudah mengetok palu membentuk anggota pansus pada Rabu kemarin.
“Padahal sebelumnya pihak eksekutif melalui tim TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) sudah menyampaikan terkait penyebab gagal bayar termasuk rencana proses dan skema pembayaranya seperti apa,” ujarnya.
Atang mengakui jika pembentukan pansus memiliki maksud dan tujuan. Namun jika menyimak pemberitaan di media massa, ia menduga pansus ini dipaksakan dan dipolitisasi.
“Padahal yang namanya tunda bayar atau gagal bayar, yang harus dilakukan ya bayar. Justru lebih bijak lagi kalau biaya pansus dipake ngebantu untuk mengatasi gagal bayar,” ketusnya.
Dan yang dirasionalisasi, imbuh Atang, bukan hanya kegiatan anggaran eksekutif saja, tapi pokir dewan pun harus dirasionalisasi atau direfoccusing. Karena yang namanya pemerintah itu bukan hanya eksekutif saja.
“Apalagi anggaran pokir untuk masing masing anggota dewan, anggota biasa saja mengusulkan 1 milyar peranggota dewan belum termasuk ketua dan para wakilnya. Ini juga realisasinya apakah betul dipake kepentingan rakyat, atau hanya untuk golongan dan anggotanya saja, wallahu’alam bissawab,” ungkap dia.
Kalau masalah gagal bayar ini dianalogikan penyakit, menurut Atang, semua tidak ada yang tiba-tiba, pasti ada sebab akibat. Nah terkait gagal bayar juga ada sebab akibat.
Penyebab salah satunya adalah, pemerintah terlalu berani berspekulasi tanpa tanpa disertai analisis resiko. Lalu sebab berikutnya anggota dewan yang tupoksinya melakukan pengawasan, kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainya serta kebijakan pemerintah daerah itu juga tidak dijalankan.
“Akibatnya banyak kesalahan pemanfaatan anggaran yang bukan dipake untuk kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
Akibat gagal bayar ini, tambah Atang, hak-hak ASN yang menjadi korban sehingga blm terbayar. Ini juga tidak harus terjadi, karena pemerintah tidak tegas dan tidak bisa mengontrol kebutuhan pekerja (ASN). Tenaga pekerja Kuningan ini overlood.
Padahal teorinya sudah jelas, kalau mau membangun rumah itu sudah dipersiapkan semuanya, dari mulai perencanaan, anggaran, fisik dan logistik termasuk antisipasi biaya tak terduga yang dipengaruhi faktor alam.
Semisal bangunan rumah anggarannya sudah ditentukan 100 juta, tuturnya, fisik dan ukurannya sudah jelas, waktu hari kerja dan biaya HO/harinya juga sudah ditentukan.
“Tapi pelaksanaanya tidak sesuai perencanaan. Pekerjaan yang seharusnya 10 jadi 20 orang waktu kerjanyapun bisa lebih dari pada target yang sudah ditentukan. Akhirnya banyak pekerja yang tidak bekerja tapi mendapatkan gaji,” bebernya.
Kalau permasalahan-permasalahan ini bisa diminimalisir, menurut Atang, anggaranpun bisa terserap dan lebih efektif.
“Inti dari pelaksanaan pansus ini saya khawatir bukan hanya berpengaruh terhadap pelayanan publik, tapi juga akan memantik persoalan lain,” pungkasnya. (deden)