KUNINGAN (Mass) – Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat H Amin Santono SSos MM bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar seminar bertajuk Pengelolaan Investasi Keuangan Logis dan Legal di Hotel Horison Tirta Sanita Kuningan, Selasa (25/10). Dalam kesempatan itu, hadir Anggota DPRD Komisi V Fraksi Partai Demokrat Hj Yoyoh Rukiyah STrKeb, perwakilan kantor pusat OJK Muharom, Kepala Kantor Regional OJK Jabar Sarwono, Kepala Kantor OJK Cirebon Luthfi, pimpinan SKPD terkait serta tamu undangan lainnya.
“Kegiatan ini sangat penting dan bermanfaat buat masyarakat. Mengingat, minat masyarakat untuk berinvestasi sangat tinggi, saking ingin mendapatkan hasil cepat dari investasi sampai lupa dan keliru memilih jenis investasinya,” kata Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat H Amin Santono SSos MM saat memberikan sambutannya.
Pada akhirnya kata Amin, bukan keuntungan yang didapatkan malah kerugian yang diraih hingga terjerumus kepada investasi abal-abal atau istilahnya investasi bodong.
“Mengapa masyarakat masih mudah tergiur dengan investasi bodong, ini yang jadi pertanyaan besarnya. Inilah salah satu dampak dari pertumbuhan masyarakat kelas menengah dan pertumbuhan ekonomi, tanpa didukung oleh peningkatan kapasitas pemahaman serta pengelolaan keuangan, sehingga masyarakat menjadi rentan terhadap penipuan berkedok keuangan,” tegasnya.
Disebutkan, dalam laporan lembaga OJK hingga tahun lalu kerugian bagi masyarakat akibat adanya investasi bodong sekitar Rp45 triliun hingga Rp46 triliun. Jumlah tersebut merupakan nominal yang cukup fantastis.
“Sudah ada sekitar 2800 kasus yang melakukan pengaduan atas investasi penipuan yang dilaporkan ke OJK. Baru-baru ini juga OJK telah mendeteksi 300 perusahaan yang diduga bergerak di bidang investasi berkedok penipuan,” jelasnya.
Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 kata Amin, OJK adalah lembaga negara yang dibentuk dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan, yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi tugas dan wewenang pengaturan pengawasan pemeriksaan dan penyidikan.
“OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta menggantikan peran Bank Indonesia (BI) dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan,” ungkapnya.
Sebagai perwakilan dari DPR RI di Komisi XI dari daerah Kuningan, Ciamis, Kota Banjar dan Pangandaran, pihaknya menghimbau kepada masyarakat untuk selalu berhati hati akan investasi.
“Maraknya kasus investasi bodong hal ini diakibatkan ketidakmengertian dan keserakahan semata. Kecenderungan untuk memperoleh ‘ikan besar’ secara instan tanpa perlu banyak kerja membuat kita menjadi kurang bijak berhitung. Atau sebaliknya, sudah bisa menghitung resiko, lantaran pikiran tersumbat sudah terlanjur tergiur dengan hayalan akan keuntungan berlipat ganda,” terangnya.
Sementara Kepala Regional II OJK Jawa Barat Sarwono mengakui, saat ini telah banyak berkembang tawaran-tawaran investasi kepada masyarakat, baik investasi yang sifatnya perhimpunan sumber dana maupun yang sifatnya pembiayaan.
“Bahkan, lebih memprihatinkan lagi adalah masyarakat yang mengikuti investasi-investasi itu bukan dari masyarakat berpenghasilan kurang atau pendidikan kurang. Namun, masyarakat yang ikut dalam investasi itu adalah masyarakat dengan kondisi ekonomi cukup, pendidikan cukup dan tahu resikonya,” bebernya.
Tentu saja kata Sarwono, hal itu memprihatinkan karena semakin sulit untuk dilakukan pembenahan atau perbaikan. Sebab, sudah melibatkan pada masyarakat yang dikatakan masyarakat dengan pendidikan dan ekonomi yang mampu.
“Oleh sebab itu, peran OJK ini didirikan salah satunya untuk memberikan perlindungan pada masyarakat yang menggunakan produk dan layanan jasa keuangan,” terangnya.
Pihaknya juga mengaku, saat ini sudah membentuk Satgas waspada investasi di setiap OJK yang ada di daerah. Satgas itu merupakan wadah resmi OJK yang didalamnya melibatkan Bank Indonesia (BI), kepolisian, kejaksaan, Kanwil Agama dari kabupaten dan lainnya. Kolaborasi ini merupakan gabungan dari para pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan perizinan.
“Sebab, disinyalir ada investasi yang tidak berbasis pada norma-norma dan kaidah umum bisnis investasi yang berlaku umum di masyarakat. Oleh karena itu, saat ini sudah cukup banyak diperdaya menjadi korban dari investasi-investasi yang seperti itu,” pungkasnya. (andri)