KUNINGAN (MASS) – Harapan para caleg untuk “membongkar” dugaan kecurangan pemilu, kelihatannya tinggal Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, aduan mereka Senin (6/5/2019) kemarin ke Bawaslu Kuningan tidak dapat ditindaklanjuti.
“Kalau batas waktu pelaporan sih sudah pas, tanggal 6 Mei itu paling lambat. Sesuai dengan pasal 12 ayat 2 Perbawaslu 18/2017. Tapi ada ketidaksesuaian dengan Pasal 7A peraturan yang sama,” jelas Ketua Bawaslu Kuningan, Ondin Sutarman SIP.
Intisari dari pasal 7A, kata Ondin, pelapor atau pemohon sengketa itu harus partai politik. Secara kelembagaan ketua dan sekretaris partai yang mesti mengadukan sebagai peserta pemilu. Sementara laporan yang ia terima, bukan dari partai politik.
“Kalau masalah bu Sri Laelasari (Caleg Gerindra), itu yang lapornya timsesnya atas nama Roni Agus Pramono. Lalu pak Nana Rusdiana (Caleg Golkar) dan pak Atang (Caleg NasDem). Fordem melaporkan beberapa sekaligus menyerahkan data,” ungkapnya.
Menurut Ondin, semua orang bisa memberikan data. Namun syarat formil dan materilnya perlu dipenuhi agar laporan tersebut diregister oleh bawaslu. Ia menegaskan, sebetulnya siapa pun bisa mengajukan. Namun berdasarkan regulasi, pemohonnya harus peserta pemilu, yaitu partai politik.
“Jadi sampai kemarin (Senin, red) tidak ada pihak yang mengajukan penyelesaian sengketa proses pemilu,” tegas Ondin.
Sementara itu, pada Senin (6/5/2019) sore, pentolan Fordem mendatangi kantor Bawaslu Kuningan. Mereka melaporkan berbagai hal kaitan dengan apa yang sempat dilontarkan pada audiensi di Aula KPU Kuningan tempo hari.
Caleg Gerindra, Sri Laelasari, meminta agar dibuka kembali dokumen data beberapa TPS yang dicurigai. Sewaktu meminta kepada KPU, lembaga tersebut mengarahkannya ke Bawaslu.
Dokumen tersebut diantaranya, data TPS 07 Kelurahan Cigadung, TPS 04 Kelurahan Windusengkahan, TPS 15 Kelurahan Cirendang, TPS 32 Kelurahan Kuningan, dan Berita Acara PPK Cigugur No 50/PL.03.1-P/3208.07/V/2019. (deden)